6. Crush sesungguhnya

50 4 0
                                    

haiii allll
sorry bgtt kemarin repot jadi lupa ga up:))

okkk, happy readingg lovee<33

****

Sila semakin tak habis pikir dengan kelakuan Duta. Dirinya, Yasya, Kania, terus siapa lagi? Siapa lagi korban selanjutnya. Ia sangat membenci Duta. Namun rasa bencinya selalu tertutupi oleh rasa cinta. Ya Tuhan, kenapa jatuh cinta pada orang yang salah sesakit ini. Jika memang itu bukan yang terbaik, tolong bantu Sila melupakan Duta.

Bruk

Karena melamun, Sila bertabrakan dengan seorang cewek yang memakai seragam sama dengannya. Akibat tabrakan itu, beberapa lembaran kertas yang dibawa oleh cewek itu jatuh ke lantai.

"Eh, sorry-sorry," ucap Sila penuh rasa bersalah sambil membantu merapikan kembali lembaran-lembaran itu.

"It's okey," sahut cewek itu.

"Ini, sekali lagi minta maaf ya." Sila kembali berdiri, memberikan lembaran itu, dan menatap si pemilik. Mendadak ekspresinya berubah, namun ia mencoba biasa saja.

Cewek itu sepertinya juga mengekspresikan sesuatu.

"Mm iya makasih ya. Gue duluan," pamitnya.

Sila terpaku di tempat. "Itu bukannya Maya?"

Ya, ini adalah pertama kalinya Sila melihat Maya secara langsung. Mereka memang satu sekolah. Tapi SMA Bina Juara ini sangat luas. Mereka juga berbeda jurusan. Jadi, berbeda gedung.

"Ih! Udah lah bodo amat! Orang udah putus juga!" Sila merutuki dirinya sendiri. Lantas ia kembali berjalan menuju kelasnya.

****

"Sila!"

"Sila!"

Si pemilik nama kenal betul suara orang yang memanggilnya. Namun Sila terus menghiraukan, tanpa menengok ke belakang sedikit pun.

Sementara cowok itu terus memanggil nama Sila sambil mengejar langkahnya.

"Sil, lo dipanggil Duta," ujar Anna yang kini tengah bersama dengan Sila. Mereka baru saja membeli makanan dari kantin. Tanpa diduga, Sila malah bertemu dengan Duta. Sila berpura-pura tak tahu dan segera pergi dari kantin.

"Udah biarin aja! Jangan nengok belakang!" tekan Sila.

"Sila!" Akhirnya Duta bisa meraih lengan Sila. Membuat roti di tangan Sila jatuh.

"Apaan sih?" sentak Sila dengan ekspresi tak suka. Lantas ia mengambil rotinya. Namun didahului oleh Duta.

"Na, lo boleh ke kelas dulu," titah Duta.

"Na, tungguin gue!" sahut Sila. Tetapi tangannya masih ditahan oleh Duta.

"Udah Na, duluan aja!" potong Duta.

"I-iya deh, tapi jangan apa-apain Sila," ucap Anna.

"Ya nggak mungkin lah gue apa-apain dia."

"O-oke." Alhasil Anna pergi meninggalkan dua sejoli itu.

"Lepas!" bentak Sila.

Karya Untuk DutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang