23. Silent treatment

45 4 0
                                    

Hari mulai larut, seorang lelaki remaja itu terbangun dari tidurnya. Mendadak kepalanya berdenyut nyeri. Sampai ia harus menakannya untuk menyalurkan rasa sakit.

Kedua matanya menelisik sekitar. Apa ini? Dia masih memakai seragam. Dan ia tahu bahwa ia berada di kamar temannya. Tetapi ia sedikit lupa apa yang terjadi padanya.

Perhatiannya teralihkan saat handphonenya berdering. Tangannya mengambil benda itu di nakas. Lantas menggeser tanda hijau.

"Hallo Duta!"

Cowok itu menjauhkan handphonennya karena teriakan seseorang dari seberang sana. Ia mengusap-usap mata untuk melihat nama yang tertera di sana.

"Yasya?" beonya.

"Ya ampun Duta.. Gue khawatir banget sama lo! Dari tadi gue telpon lo nggak ngangkat. Lo nggak papa kan? Atau lo sakit?" cerocos Yasya.

Duta mengerang karena kepalamya sangat sakit.

"Lo sakit? Sakit apa?" sambung Yasya.

"Gue pusing banget, gue istirahat dulu ya," ucap Duta lemah.

"Oh.. O-oke, kalau lo kenapa-napa kabarin ya," balas Yasya memelan.

"Iya." Tanpa basa-basi Duta langsung memutuskan sambungannya. Astaga, kenapa kepalanya sangat sakit.

Ceklek

"Akhirnya bangun juga lo," celetuk Fakhri kala membuka pintu. "Gue baru beli makanan. Makan dulu gih. Dari kemarin malam lo nggak makan," lanjutnya sembari menyodorkan nasi bungkus pada Duta.

"Gue kok di sini?" tanya Duta.

"Lo kemarin kobam. Nggak tahu berapa botol lo minum, sampai sekarang lo baru bangun," balas Fakhri.

"Lah ini bukannya shubuh?" beo Duta.

"Sore ogeb!" Fakhri menimpuk muka Duta dengan bantal.

"Aduh bangke! Kepala gue sakit anjing!" umpat Duta.

Fakhri menarik kursi ke dekat ranjang untuk ia duduki. "Kenapa sih lo?"

Duta berdecak, lantas ia mengangkat badannya itu bersandar ke dinding. "Kepo amat lo kayak Dora! Orang minum ya karena pengen!" alibi Duta.

Mata Fakhri memicing. "Yang bener? Perasaan nggak pernah tuh lo mabuk sampai kayak gitu," selidiknya.

"Yaelah! Terserah lo deh! Mana makanannya, laper gue." Duta menyambar nasi bungkus itu, lalu membukanya. Selain kepala pusing, perutnya juga sangat meronta-ronta meminta asupan. Bagaimana tidak, dari kemarin siang ia tak makan. Rasanya seperti puasa 2 hari.

"Nggak ada terimakasih gitu?" sindir Fakhri.

Mulut Duta sudah penuh dengan makanan. "Oh iya! Makasih banyak Fakhri. Sering-sering lah kayak gini ngasih makanan."

"Ada aja mau lo!" kesal Fakhri. Kemudian cowok itu beranjak keluar kamar.

Duta hanya mengedikkan bahunya tak peduli. Yang terpenting sekarang adalah perutnya.

****

Terlihat cewek berseragam putih abu-abu itu sudah siap lengkap dengan make up naturalnya. Bersyukur saja, ia belum pernah kesidak guru BK. Dan jangan sampai juga.

Karya Untuk DutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang