46. Sebuah petuah

28 4 0
                                    

Sarah menghela napas panjang. "Begini, Ta. Memang tabiatnya laki-laki itu memilih. Tapi memilih juga bukan hal yang mudah. Ibu cuma mau kasih saran. Misalnya kamu nerima cewek yang suka kamu, tapi kamunya nggak cinta, dia cinta sendirian. Dan itu sakit.. banget. Kasihan dia kalau harus menerima fakta kamu nggak cinta sama dia."

"Jadi, aku tetap harus ngejar cewek yang aku suka?" sahut Duta.

"Ibu rasa, lebih baik seperti itu. Karena kalau perempuan itu, dia gampang luluh. Mungkin sekarang belum, tapi lama-kelamaan akan luluh," sambung Sarah.

"Terus cewek yang suka aku?"

"Jelasin ke dia pelan-pelan. Dia pasti ngerti kok. Dan juga bilang, alasannya karena kamu nggak mau nyakitin dia. Ibu percaya, kamu bisa menyusun kata-kata yang sekiranya nggak akan nyakitin perasaan dia."

Duta tersenyum lega. Ia manggut-manggut. "Makasih banyak, bu."

"Iya.. Ya udah, tidur udah malam."

****

Sudah satu minggu lamanya, Sila sama sekali tak menjalin komunikasi dengan Duta. Kalau boleh jujur, Sila merasa bahwa masalahnya dengan cowok itu bukanlah masalah yang besar. Tetapi bagaimanapun juga, ia merasa jengkel pada Duta.

Sementara Duta, sampai sekarang ia tak tahu alasan Sila mendiaminya selama ini. Cewek itu tak pernah marah sampai berhari-hari seperti ini. Bahkan beberapa kali mereka bertemu di kantin ataupun di tempat parkir, Sila seolah menghindarinya dan berpura-pura tak melihatnya.

Sama seperti saat ini, Duta tengah melihat Sila mengeluarkan jaket dan memakainya bersiap untuk pulang. Jarak mereka sekitar 10 meter. Mungkin Sila tak sadar jika Duta memperhatikannya sedari tadi.

Sila menyalakan motornya lantas bergegas meninggalkan pekarangan sekolah. Sedangkan Duta, entah mengapa hatinya berkata bahwa ia harus mengikuti Sila. Ia sangat berhati-hati dengan menjaga jarak motornya dengan motor Sila.

Sampailah Sila di sebuah mall, ia terlihat mengendarai motor masuk ke dalam basecamp mall untuk parkir.

Duta mengerutkan keningnya. Tumben sekali Sila pergi ke mall sendiri. Atau Yasya sedang tak bisa menemaninya. Dan atau tidak, ada barang penting yang harus ia beli sekarang juga.

Kaki Sila berjalan mengelilingi mall. Membuat Duta heran, apa tidak lelah seorang cewek mengelilingi mall sebesar sini selama berjam-jam. Kakinya saja sudah terasa pegal sekarang.

Langkah Sila memasuki sebuah toko baju khusus laki-laki. Duta kembali dibuat bingung, untuk apa Sila ke toko tersebut. Dengan hati-hati Duta terus mengamati pergerakan Sila.

"Ada yang bisa dibantu kak?" tanya seorang pegawai toko kepada Sila.

"Mau tanya dong kak, sweater buat cowok tingginya sekitar 175 cm ambil ukuran apa ya?"

"Kalau mau aman sih ambil ukuran XL aja kak. Tapi tergantung badannya juga."

"Badannya biasa aja kak, nggak gede," jawab Sila.

"Ambil XL aja kak kalau gitu."

"175 cm? Tinggi gue kan 172 cm. Buat gue apa bukan?" batin Duta.

"Ya udah ambil ini aja, kak." Sila menyodorkan sweater berwarna hitam kepada karyawan itu.

"Ada tambahan lain?"

Sila menggeleng. "Nggak ada."

"Ikut saya ke kasir kak."

Setelah membayar, Sila keluar dari toko itu. Lantas ia kembali memasuki sebuah toko jam tangan.

Duta dibuat heran berkali-kali. Sebenarnya untuk siapa Sila membeli semua ini?

Ia sengaja tak mengikuti Sila masuk ke dalam toko itu. Sebab toko itu tak besar. Yang ia takutkan, Sila mengetahui keberadaannya.

Karya Untuk DutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang