12. Kambuh

52 3 0
                                    

Duta mengepalkan tangannya kuat. Lantas tanpa mempedulikan panggilan teman-temannya yang hendak melakukan selebrasi, ia berjalan cepat keluar lapangan.

Sedangkan Sila, cewek itu sudah berkeringat dingin, tangannya bergetar hebat, jantungnya berpacu cepat. Kania juga heran dengan kondisi Sila. Ia melihat mata Sila sangat merah seperti menahan tangis dan napas sesaknya yang sampai terdengar.

"Sil, lo kenapa?" Kania khawatir pada Sila.

Belum juga sempat menjawab. Duta sudah datang dan langsung menarik tangan Sila.

"Duta! Lo mau bawa Sila kemana?!" teriak Kania. Lalu ia berlari mengikuti langkah kaki Duta dan Sila.

Sesampainya di koridor gedung itu, Duta melepaskan tangan Sila yang sekarang sudah bergetar hebat.

"Lo bohongin gue?" tanya Duta dingin.

Sila tak bisa menjawab. Ia memilih menutupi wajah yang hendak keluar air mata itu dengan tangannya yang bergetar.

"Jawab Sila!" ucap Duta penuh tekanan.

"JAWAB!" bentaknya.

Tangisan Sila semakin menjadi. Yang awalnya hanya isakan kini sudah mengeluarkan suara?

"Kenapa lo malah nangis?! Harusnya gue yang nangis karena lo udah bohong dan kecewain gue!" bentak Duta dengan nada tinggi.

"Jawab Sila! Kenapa lo bohong sama gue! Udah gue bilang berkali-kali kalau gue nggak suka ditonton, apa itu kurang jelas ha?!"

"Jangan bentak gue, gue takut.." lirih Sila disertai isakan. Ia melangkah mundur hingga tubuhnya membentur dinding. Lantas tubuhnya merosot ke bawah.

"Bunda.. Sila takut.." rintih cewek itu.

Seketika ekspresi Duta berubah. Ada apa dengan Sila. Kenapa Sila sampai seperti itu. Perlahan ia menghampiri Sila.

"Sila!" Kania datang dan langsung merengkuh tubuh Sila.

"Sila.. Lo kenapa?" tanya Duta lembut sembari hendak memegang tangan Sila.

"Jangan dekat-dekat! Gue takut.."

Sontak Duta menjauhkan tangannya. "Sila kenapa, Kan?"

Kania menggeleng. "Gue juga nggak tahu.."

Di dalam rengkuhan Kania, tubuh Sila masih bergetar hebat. Duta dan Kania memilih diam sejenak hingga dirasa Sila merasa tenang. Kania mengusap punggung Sila berharap cewek itu segera tenang.

Sekitar 10 menit mereka hanya diam. Kini tubuh Sila sudah tak bergetar. Ia bergerak menandakan bahwa ia perlu ruang. Kania yang paham, ia langsung melepas pelukannya.

"Sil.. Kenapa?" tanya Duta sangat lembut.

Sila menggeleng lemah. Lantas ia memberanikan diri menatap Duta. "Ta.. Gue minta maaf. Gue sama sekali nggak ada maksud bohongin lo.." Air mata kembali menetes dari kedua mata Sila.

Dengan cepat Duta mengusap air mata itu. "Sstt stt.. Nggak, gue nggak marah. Lo nggak perlu minta maaf," ucapnya menenangkan.

Kania hanya memutar bola matanya malas. Kenapa ia harus melihat dua orang ini bermesra-mesraan?

"Gue bener-bener minta maaf, Ta.."

"Nggak, Sil.. Sekarang lo tenangin diri lo. Dan gue antar lo pulang sekarang."

"Gue bawa motor," pungkas Sila.

"Nanti gue suruh Fakhri bawa motor lo." Duta membantu Sila untuk berdiri. Akhirnya ia mengiyakan ucapan Duta. Ia juga tak yakin bisa menyetir sendiri dengan keadaannya sekarang.

Karya Untuk DutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang