19. Kambuh

37 4 0
                                    

Terlihat seorang cewek berjalan menyusuri koridor, menuju ruang wakil kepala sekolah. Sila pergi kesana bukan tanpa alasan, melainkan ia dipanggil oleh Pak Yanto, wakil kepala sekolah.

Disepanjang jalan, ia terus menebak-nebak kenapa Pak Yanto memanggilnya. Ia rasa, ia tak pernah melakukan kesalahan. Semoga saja tidak ada hal yang mengejutkan.

Sesampainya di sana, tangannya terangkat mengetuk pintu.

"Langsung masuk saja!" teriak Pak Yanto dari dalam.

Lantas Sila menggeser pintu kaca hitam itu. Alisnya terangkat karena melihat banyak murud di sana. Jadi tak hanya dia yang dipanggil.

"Andri?" bisiknya pada Andri, salah satu murid kelas 12 IPS 2, sekaligus wakil ketua OSIS. Karena di ruangan itu, hanya Andri yang ia kenal.

"Lo disuruh ke sini juga, Sil?" tanya Andri. Sila hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Baik, karena semua sudah lengkap, jadi saya akan menyampaikan suatu hal yang sangat penting. Yaitu mengenai olimpiade. Seperti yang sudah disampaikan melalui grup whatsapp sekolah kita, bahwa satu bulan lagi akan ada olimpiade nasional. Untuk anak IPA maupun IPS."

"Dan siswa-siswi yang sekarang berada di hadapan saya ini, merupakan siswa-siswi terbaik yang sudah terpilih melalui voting bapak dan ibu guru."

"Akan saya bacakan masing-masing anak sesuai dengan olimpiade yang akan diikuti."

Saat mendengar pengumuman dari Pak Yanto, seluruh tubuh Sila sudah menggigil. Keringat dingin mulai mengucur dari pelipisnya. Ia mengepalkan tanga kuat untuk menahan rasa sesak di dadanya.

"Yang pertama untuk olimpiade IPA. Dani dan Nia, akan mewakili cerdas cermat sains. Rangga, Yuda, Cecil, dan Widy akan mewakili lomba praktikum biologi."

"Selanjutnya untuk olimpiade IPS. Galang dan Viona mewakili lomba essay. Andri dan Sila mewakili lomba debat."

Jantung Sila semakin berdegup kencang ketika namanya disebut. Tangannya pun sudah basah dengan keringat.

"Keputusan ini tidak bisa diganggu gugat. Karena sudah keputusan seluruh staff guru dan pimpinan. Cepat belajar dan berlatih, semoga kalian bisa mengharumkan nama SMA Bina Juara. Sekian pengumuman dari saya. Silahkan boleh keluar."

"Terimakasih, pak," balas semua murid kompak. Sementara Sila hanya bergumam.

Sila keluar dari ruangan itu dengan cepat.

"Sil, gimana kalau-" ucapan Andri terpotong saat Sila tiba-tiba lari.

Karena ia melihat ada yang anhe pada Sila, ia memutuskan untuk mengejar Sila. "Sila!" teriaknya sembari terus berlari.

Cewek itu masuk ke dalam salah satu bilik toilet. Tubuhnya merosot ke bawah sembari tangannya yang bergetar hebat itu meremat kepala karena pusing. Ia menangis sesenggukan.

"Sila! Sila! Lo kenapa?" Andri terus mengetok pintu toilet. Sebab, yang ia lihat Sila tadi seperti menangis.

"Pergi Andri.." rintih Sila.

"Gue nggak bisa ikut olimpiade itu.. Gue nggak bisa dilihat orang banyak.. Gimana kalau nggak menang? Gue malu, gue ngecewain semua orang yang udah percaya sama gue.. Gue takut.. Gue nggak bisa.." Sila terus menggeleng.

"Sila.. Kenapa? Are you okey?" tanya Andri dengan lembut. Ia merogoh handphonenya dari saku, lantas mengetik nama seseorang dan meneka tombol hijau.

Tak ada 5 detik, telepon itu langsung diangkat. "Hallo, Ta."

"Kenapa, Dri?"

"Lo sekarang ke toilet cewek lantai satu deket ruangan wakil kepala sekolah," ucap Andri.

Karya Untuk DutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang