Seperti rencana mereka tadi pagi, Duta dan Sila kini berada di warung mie ayam Bang Jono dekat danau.
"Kok lama nggak ke sini sih, mas mbak?" tanya Bang Jono sembari menyiapkan pesanan mereka.
"Biasa bang, sibuk," jawab Duta dengan nada arogan.
"Sibuk apa sok sibuk?" balas Bang Jono.
"Sibuk beneran lah, bang! Hampir tiap hari saya latihan futsal," ujar Duta.
"Kalau Mbak Sila, kalau Mas Duta sibuk nggak mau gitu sendiri?" tanya Bang Jono beralih pada Sila.
Sila hendak membuka mulutnya, namun Duta langsung menyahut, "Kalau Sila kesini sendiri, nanti abang godain lagi."
"Astaga Mas Duta, saya juga sadar diri kali. Masa Mbak Sila mau sama saya yang udah tua bangka gini," kata Bang Jono mengundang gelak tawa Duta dan Sila.
Bang Jono menyuguhkan pesanan mereka. "Kalau mau, sama anak bujang saya aja Mbak Sila."
"Heh! Enak banget ngomongnya bang!" sewot Duta.
"Lagian nggak buru-buru dipacarin, nanti diembat cowok lain bingung," sindir Bang Jono.
"Kata siapa belum dipacarin?"
"Hah emangnya udah?" beo Bang Jono.
"Udah lah!" sombong Duta. Sila hanya menunjukkan ekspresi bingungnya. Entah apa tang direncanakan Duta.
"Bahkan orang tua kita udah pada setuju," lanjutnya.
"Udah pada kenal sama orang tuanya?" tanya Bang Jono.
"Udah dong, bang. Kita nggak bakal berani pacaran kalau tanpa restu orang tua."
"Ya ampun.. Saya nggak nyangka. Semoga kalian langgeng sampai menuju ke jenjang yang lebih serius. Mas Duta jangan kelamaan, nanti direbut sama orang. Mbak Sila tuh baik banget. Dan kayaknya cocok sama Mas Duta yang agak playboy gitu ya," cerocos Bang Jono.
"Aamiinin aja bang, minta do'anya ya," sahut Duta. Sementara Sila, cewek itu hanya menahan tawanya sembari geleg-geleng kecil. Ada-ada saja Duta.
"Pasti, Mas!"
****
Terlihat dua remaja berseragam putih abu-abu duduk di tepi danau. Setelah makan mie ayam, Duta mengajak Sila untuk duduk di sana, seperti yang sudah ia rencanakan.
"Sil, gue boleh tanya sesuatu?" celetuk Duta memulai perbincangan.
Sila yang awalnya menghadap danau, kini menoleh ke arah Duta. "Tanya apa? Tanya aja."
"Sebelumnya sorry kalau gue kepo. Sebenarnya lo kemarin kenapa? Gue nggak pernah lihat lo kayak gitu. Sorry ya, Sil," ujar Duta sangat berhati-hati agar tak menyakiti hati cewek di sampingnya itu.
Sila tersenyum manis. "Beneran lo mau tahu?"
Duta mengangguk semangat. "Iya."
Sila kembali menghadap danau. "Gue sebenarnya ada kekurangan, Ta. Gue punya panic attack." Duta tercengang dengan penuturan Sila.
"Kalau boleh jujur, gue sebenarnya udah capek banget. Apalagi kalau kambuhnya pas dimomen yang kurang tepat. Gue capek tiap kambuh di sekolah. Gue harus nahan dan bersikap baik-baik aja supaya yang lain nggak tahu." Tanpa permisi, air matanya lolos dari pertahanan.
"Gue capek selalu minum obat dan bohong ke temen-temen kalau itu cuma obat pusing. Gue selalu takut Ta, apa yang bakal terjadi ke gue besok dan selanjutnya. Gue takut.." lanjutnya disertai isakan.
"Obat yang sering gue temuin di tas lo itu jadi obat panic attack?" tanya Duta memastikan. Sebab, saat ia entah mengambil barang di tas dengan persetujuan Sila, ia selalu menemukan obat.
Sila mengangguk lemah. Air matanya terus keluar. "Gue pengen sembuh, Ta.. Gue capek.."
Duta memeluk tubuh Sila. Ia mengusap lembut punggung cewek itu menenangkan. Duta sama sekali tak menyangka jika Sila mengalami hal seperti ini.
Padahal jika dilihat dari covernya, Sila adalah gadis yang ceria dan selalu menguatkan dirinya kala mendapat masalah. Namun tak disangka, Sila juga mengalami hal yang tak kalah beratnya. Duta merasa gagal menjadi teman.
"Yakin Sil, lo pasti bisa sembuh. Lo nggak akan minum obat itu lagi. Lo harus yakin. Gue bakal bantu lo buat sembuh. Jangan takut lagi menjalani hari-hari. Ada gue disini buat selalu ngelindungin lo. Kalau ada apa-apa cerita ke gue. Jangan dipendam sendiri," tutur Duta menenangkan Sila.
Duta menegakkan kepala Sila, lantas mengusap air mata yang membasahi pipi cewek itu. Dan tanpa Sila duga, Duta mengecup dahinya dengan lembut. Sila tertegun dengan perlakuan Duta. Ini adalah baru pertama kali Sila merasakan dikecup oleh cowok.
"Udah jangan nangis lagi, ya.."
Sila hanya membalasnya dengan anggukan lemah. Setelah sadar posisinya sekarang dekat sekali dengan Duta, ia memundurkan badannya dan mengusap sisa-sisa air mata.
"Kalau ada apa-apa cerita," ujar Duta.
Cewek itu tersenyum tulus. "Iya, makasih Ta. Udah mau dengerin cerita gue."
"Sama-sama.."
"Kita bisa kan terus gini? Gue nggak mau kehilangan lo, Ta. Gue mau kita sahabatan sampai kapanpun, kalau bisa selamanya," kata Sila parau.
"Kalau mau selamanya, kita nikah aja," balas Duta menggombal.
Sontak Sila memukul lengan Duta. "Kebiasaan banget sih lo! Gue serius!" kesalnya.
"Lah iya gue seriusin sekarang. Ayo ke KUA." Duta menaik-naikan alisnya.
"Ck, terserah lo deh!" Sila mengerucutkan bibirnya.
Duta terkekeh. "Iya-iya Sila cantik.. Kita bakalan kayak gini terus sampai nanti."
"Pokoknya lo juga kalau ada apa-apa cerita sama gue. Biar gue jadi sahabat yang berguna," ucap Sila.
Duta mengusap puncak kepala Sila. "Iya Sila.. Makasih ya.."
"Makasih juga, Ta."
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Karya Untuk Duta
Fiksi RemajaPersahabatan cowok cewek tanpa adanya perasaan salah satu atau keduanya itu bohong. Seperti halnya Sila, ia harus membohongi Duta, teman-temannya, dan perasaannya sendiri. Karena ia takut jika jujur, persahabatannya justru renggang. Sila tak mau hal...