22. Tak bertemu

32 5 0
                                    

Tampilan Duta sangat kacau. Masih memakai seragam sekolah yang berantakan, rambut berantakan, wajah murung, badan lemas.

"Duta! Kenapa lo kayak gini! Lo bikin gue kecewa Ta!" bentak Sila pada Duta. Matanya sudah memerah menahan air mata luruh.

"Sila!" kecam Fakhri.

"Duta belum jawab gue!" sahut Sila.

"Orang mabuk gampang khilaf Sila!" tekan Duta sekali lagi. Seketika Sila terdiam. Dan Fakhri langsung membawa Duta masuk melewati Sila yang sekarang tengah susah payah menahan air matanya keluar.

Sila mengepalkan tangannya saat melihat Duta semakin menjauh darinya. Air matanya sudah tak bisa ditahan. Antara marah, kecewa, sedih, kesal, menjadi satu.

"Duta, lo bikin gue kecewa."

****

Sesampainya di rumah, Sila langsung berlari menuju kamar. Yang meinumbulkan pertanyaan pada ayah dan bundanya. Kedua orang tua itu bingung dengan perilaku Sila saat ini.

"Sila? Kenapa lari-lari? Cepet banget pulangnya?" cerocos Hesty.

"Nggak jadi," jawab Sila singkat saat melewati mereka. Lantas ia masuk kamar menutup pintu dengan keras.

"Udah bun.. Paling lagi bertengkar sama temannya. Udah nggak papa," tenang Pramudya pada Hesty.


Sementara di dalam kamar, Sila membanting tasnya ke lantai. Ia mengambil bolpoin dari meja belajarnya, lantas mematahkannya, dan membantingnya ke arah dinding.

Ia menangis sesenggukan. "Gue kecewa sama lo Duta! Gue juga kecewa sama diri gue sendiri! Kenapa gue nggak pernah bisa ngelarang lo buat ngelakuin hal buruk!"

Kini ia mengacak-acak kasurnya sendiri. Mulai dari bantal, guling, selimut, sekarang sudah terbuang ke lantai.

Tubuhnya meringsut ke bawah, ia bersandar di tepi ranjang sembari memegang kepalanya yang berdenyut nyeri. Mungkin karena terlalu banyak menangis dan emosional.

Sila merintih, "Gue paling benci sama orang mabuk. Terus sekarang sahabat gue sendiri ngelakuin itu. Kenapa lo nggak pernah dengerin gue, Ta?"

"Lo boleh nggak bisa cinta sama gue. Tapi tolong dengerin gue sebagai sahabat lo. Itu semua demi kebaikan lo, Duta."

"Terus gue sekarang harus gimana? Gue capek, Ta."

****

Hari ini seperti tak ada semangat hidup bagi Sila. Ia belum sarapan, bahkan belum makan dari kemarin siang. Karena memang tak ada nafsu makan. Ditambah lagi kejadian kemarin. Yang menyebabkan matanya sembab sampai sekarang.

Sila masuk kelas dengan wajah lesu. Ia membanting tas di meja, lantas menundukkan kepalanya di atas tas. Rasanya tak ingin sekolah saja. Atau lebih baik ia pulang sekarang?

"Sila."

Belum ada lima menit ia meletakkan kepalanya, ada suara laki-laki yang memanggilnya. Mau tak mau, Sila kembali mengangkat kepalanya.

"Iya?" Sila menatap orang itu lemas.

"Lo sakit Sil? Mata lo sembab?" tanya Andri.

Sila menggeleng. "Nggak kok. Gue cuma kurang tidur aja. Maraton film," alibinya.

Karya Untuk DutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang