44. Bersama masa lalu

33 6 0
                                    

Jam menunjukkan pukul 06.30. Kini semua murid SMA Bina Juara kelas 3 sudah berkumpul di gedung sekolah tersebut. Mereka tengah sibuk menata barang dan memilih tempat duduk. Direncanakan rombongan tersebut akan berangkat pukul 07.00 WIB.

Satu bus diisi oleh 2 kelas. Yang berarti kelas Sila satu bus dengan kelas Duta.

"Sya, lo cari tempat duduk dulu ya. Gue mau ke toilet bentar," ujar Sila pada Yasya.

Yasya mengacungkan jempolnya. "Siap." Lantas ia menaiki bus terlebih dahulu. Jika tidak cepat masuk, mereka tidak akan mendapatkan tempat duduk yang enak.

Ia memilih kursi berisi 2 orang barisan nomor 4 dari depan. Menurutnya ini tempat duduk paling enak. Tidak terlalu depan dan tidak terlalu belakang.

Cewek itu menaruh tasnya di storage atas, lalu mendudukkan diri di samping jendela. Ia memandang ke luar, betapa sibuknya orang-orang di luar sana.

Tiba-tiba ia merasakan seseorang bergerak di sampingnya. Dengan cepat ia menoleh. "Duta? Ngapain lo duduk sini?"

"Kan bebas milih tempat duduk. Ada yang kosong, ya gue dudukin lah," jawab Duta enteng.

Yasya menatap Duta sebal. "Ini kursinya Sila. Di belakang masih banyak!"

"Gue nggak bisa duduk terlalu belakang. Gue gampang mabuk perjalanan," bela Duta. Dengan santainya ia malah membenarkan posisinya dan menyandarkan kepalanya.

Sila menaiki tangga bus dengan senyuman ramah karena membalas sapaan beberapa teman sekelasnya dan juga kelas lain. Yang tak lain adalah teman sekelas Duta.

Mendadak ekspresinya berubah saat kedua matanya mendapati seorang cowok yang duduk di kursi yang seharusnya ia duduki.

"Eh Sil, ini Duta nyebelin banget nggak mau pindah." Yasya berusaha mendorong tubuh Duta agar menyingkir. Namun nihil, cowok itu seakan lengket dengan kursi.

"Gue pengennya duduk di sini. Kenapa sih," balas Duta tak suka.

Sementara Sila hanya diam saja melihat kedua insan itu.

"Sil, duduk sama gue aja," ujar Andri yang tengah berdiri di samping kursi, tepat 2 kursi di belakang kursi Duta dan Yasya.

"Nah itu masih ada yang kosong," ucap Duta sambil menunjuk Andri dengan dagunya.

Sila tak menjawab apapun. Ia langsung melangkah ke belakang, menghampiri Andri. "Sini gue taruh di atas." Andri meraih tas besar di pundak Sila, kemudian menaruhnya di storage atas.

"Makasih," jawab Sila sembari tersenyum tipis.

"Lo mau duduk di samping jendela kan? Silahkan." Andri memberikan jalan kepada Sila agar cewek itu bisa duduk di samping jendela.

Lagi-lagi Sila mengucapkan terimakasih yang singkat dan senyuman tipis.

Bus kini sudah penuh. Semua murid pun sudah masuk ke bus masing-masing. Sebelum perjalanan diawali dengan do'a. Kemudian kelima bus itu berjalan beriringan menuju puncak yang merupakan lokasi camping mereka.

Di sepanjang jalan, Sila hanya diam memandang ke arah jendela, menikmati pemandangan. Tidak. Sila sama sekali tak menikmati pemandangan.

Rasanya ingin sekali menumpahkan air matanya yang telah ia bendung dari 1 jam yang lalu.

"Sil, nggak papa kan?" tanya Andri perhatian.

Bukannya menjawab, justru pertahan Sila runtuh. Dua tetes air mata berhasil lolos di pipinya.

"Sila? Are you okay?"

Segera Sila menghapus air matanya. Ia tersenyum ke arah Andri, menunjukkan dirinya baik-baik saja. Ralat, berpura-pura baik-baik saja. "Okay."

Karya Untuk DutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang