17. Kecewa

34 4 0
                                    

Prittt

Peluit panjang berbunyi, tanda berakhirnya pertandingan. Duta, Fakhri, Alfan, Vando, Yosan, dan pemain cadangan lainnya kini merenung. Merenungi kekalahan.

Padahal hanya satu langkah lagi menuju final. Sudah 6 tahun lamanya SMA Bina Juara tak pernah melaju ke final.

"Gue kecewa sama lo," tekan Alfan tepat di depan Duta.

Yosan mendekati Duta. "Peluang lo tadi banyak loh, Ta. Kenapa lo nggak fokus?"

"Harusnya lo bisa fokus," sambung Fakhri.

"Sorry, gue ada problem dikit," bela Duta.

"Harusnya lo bisa profesional," balas Vando.

"Kalau gitu harusnya lo bilang, kita ganti sama yang lain. Bukan berujung kalah kayak gini," timpal Alfan.

"Gue tahu gue salah. Gue minta maaf," ucap Duta parau.

"Maaf aja nggak cukup nebus kekalahan kita," balas Alfan penuh tekanan.

"Mending kita balik," kata Vando sembari mengambil tasnya.

Yosan menepuk pundak Duta, lalu ikut keluar dari sana bersama yang lain.

Kepala Duta semakin pusing. Ia mengambil tasnya, dan memasukkan barang-barang. Di dalam tas, matanya melihat benda yang baru ia beli tadi pagi.

"Apa gue harus konsumsi ini lagi?"

****

Sila sama sekali tak bersemangat hari ini. Makan tak nafsu, pelajaran tak masuk otak, diajak ngobrol tidak nyambung. Yasya sendiri sampai heran dengan Sila.

Sekarang Sila sudah berada di atas motor, sebelum melajukan motornya, lagi dan lagi ia mengecek handphone. Tetap sama, nihil. Tak ada kabar apapun dari Duta.

Lalu mengapa bukan dia sendiri yang menanyakan kabar Duta? Tentu karena gengsi Sila besar.

Sepertinya, ia tidak akan langsung pulang ke rumah. Melainkan ke suatu tempat yang tak pernah ia kunjungi sediri. Namun hari ini, ia akan mengunjunginya sendiri.

Sila mulai melajukan motornya menuju tempat itu.

Sesampainya di sana, ia menghembuskan napas lega. "Untung aja, Bang Jono nggak jualan. Gue selamat dari pertanyaan yang banyak, panjang, dan lebar."

Lantas Sila melangkahkan kaki menuju danau. Namun, langkahnya terhenti saat melihat seseorang yang sangat ia kenal di pinggir danau.

Dan apa ia tak salah lihat? Cowok itu merokok?

Sila menajamkan penglihatannya. Memang tak salah. Itu rokok. Sila justru tertawa meratapi kebodohannya. "Ternyata selama ini gue dibohongin?"

Tawa sakit itu diikuti tetes demi tetes air yang keluar dari mata. "Gue boleh kecewa nggak, Ta?" lirihnya.

Sila mengusap air matanya, lalu berbalik badan hendak pergi dari sana.

"Gue tahu itu lo, Sila," ucap Duta sedikit berteriak. Sila tak jadi melangkahkan kakinya.

"Bisa ke sini sebentar?" tanya Duta.

Setelah berpikir beberapa saat, Sila membalikkan badan dan berjalan menghampiri Duta yang sedang merokok itu.

"Lo belum pernah lihat gue ngerokok kan?" tanya cowok itu. Ia menoleh ke arah Sila.

Karya Untuk DutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang