"Om, bunda, saya izin ajak Sila keluar sebentar ya?" izin Duta.
Sontak mata Sila melotot ke arah Duta yang berada di depannya. Kakinya juga turut menginjak kaki Duta.
"Mau kemana?" selidik Pramudya.
"Mau kasih Sila kado. Sebentar aja om, nggak sampai jam 8 janji," ujar Duta meyakinkan.
"Ya udah boleh. Awas ya kalau sampai telat," peringat Pramudya.
"Siap om!" Duta menaik-naikkan alisnya sembari melirik Sila.
Sila menghela napas panjang. "Gue ganti baju dulu," ucapnya. Lantas beranjak dari sana.
"Saya tunggu di teras ya om, bunda. Makasih udah ngizinin." Duta menyalimi kedua orang tua Sila. Lalu mengikuti Sila meninggalkan area ruang makan.
****
"Duta, kita kemana sih?" tanya Sila sedikit berteriak karena angin malam ini cukup kencang, ditambah Duta mengendarai motornya dengan kecepatan yang cukup tinggi.
Bukan karena tidak memperhatikan keselamatan, namun Duta mengejar waktu agar bisa mengantar Sila pulang tepat waktu. Sebab sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam.
"Rahasia," jawab Duta.
Sila memukul punggung Duta. "Ish nyebelin!" kesalnya.
Beberapa menit kemudian, Duta memberhentikan motornya di tepi danau.
"Malam-malam ngapain ke sini sih?" Sila bergidik ngeri. Meskipun danau dihiasi oleh beberapa lampu bohlam, tetap saja terasa suasana horornya.
"Kan ada gue, ngapain takut?" balas Duta.
"Heh lo aja penakut sama kayak gue!" sahut Sila.
"Ya udah, kalau ada hantu tinggal lari berdua. Biar romantis kayak film India," pungkas Duta melawak.
Lagi-lagi Sila memukul Duta, kali ini di bagian lengannya. "Jangan disebut, mereka bisa dengar kita ngomongin mereka," peringat Sila.
Duta berdecak. "Ck, udah-udah. Duduk sini." Ia menggandeng tangan Sila untuk duduk di kursi semen tepi danau.
Duta mengambil sesuatu dari saku jaketnya. "Sorry nggak gue bungkus kado." Ia menyerahkan tiga benda itu pada Sila.
Sila sedikit terkejut, namun ia juga heran, mengapa Duta memberinya buku diary ukuran a6, bolpoin, dan tipe x. "Thank you so much.." ucapnya girang.
"Tapi kenapa buku diary?" tanya Sila ingin tahu.
"Supaya nanti lo bisa nulis tentang gue," jaaab Duta cepat.
Alis Sila tertaut. "PD banget lo, gue nulis tentang lo! Terus kenapa ukuran kecil?" tanyanya lagi.
"Biar bisa lo bawa kemana-mana. Nggak ada alasan tas lo nggak muat, tas lo berat," balas. Duta.
Sila mangguk-mangguk paham. "Tipe x nya sekalian lagi. Proper amat ya bro."
"Eits, itu ada filosofinya loh," potong Duta.
"Filosofi? Apaan?" sahut Sila.
"Tipe x itu bisa menghapus sebuah kesalahan dalam penulisan. Sama halnya, kalau misal suatu saat nanti, gue berbuat salah atau nyakitin hati lo. Gue harap lo bisa maafin kesalahan gue," jelas Duta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karya Untuk Duta
أدب المراهقينPersahabatan cowok cewek tanpa adanya perasaan salah satu atau keduanya itu bohong. Seperti halnya Sila, ia harus membohongi Duta, teman-temannya, dan perasaannya sendiri. Karena ia takut jika jujur, persahabatannya justru renggang. Sila tak mau hal...