24. Silent treatment 2

39 5 0
                                    

Duta membolos pelajaran terakhir. Bukan tanpa alasan, tetapi ia sekarang nangkring di atas motor cewek yang sedari kemarin mendiaminya. Siapa lagi kalau bukan Sila.

Ia sangat heran kenapa Sila sama sekali tak mau berbicara dengannya. Bahkan membalas chatnya pun tidak. Masalah ini harus diselesaikan hari ini juga. Kalau tidak, ia tak akan bisa tidur nanti.

Duta melirik jam yang melingkar ditangannya. Sudah lewat 15 menit dari bel pulang, tetapi Sila sama sekali tak kelihatan batang hidungnya. Duta semakin resah.

Padahal motor di tempat parkir sudah mulai berkurang.

"Masa iya dia lihat gue di sini, terus nggak jadi pulang? Kan nggak mungkin ya?" gumam Duta.

Mata Duta berbinar saat melihat seseorang. Bukan Sila, melainkan Malika, siswi satu kelas dengan Sila.

"Malika Malika!" panggil Duta. Ia berjalan cepat menghampiri cewek itu.

"Ada apa?" Alis Malika terangkat sebelah.

"Lo lihat Sila?" tanya Duta.

"Sila mah dari istirahat kedua udah nggak di kelas. Katanya sih bahas materi lomba debat gitu. Tapi nggak tahu dimana. Tapi tadi tasnya kayak masih di kelas deh," jelas Malika.

Senyum Duta merekah. "Oke, makasih ya." Ia langsung berlari menuju kelas IPS 1.

Malika mengedikkan bahunya tak acuh.

Napas Duta terengah-engah setelah lari dari tempat parkir hingga kelas Sila. Namun senyumannya terbit kala melihat tas Sila di sana. Duta menjentikkan jarinya. Ia tahu apa yang harus dilakukan.

Di tempat lain, yaitu di laboratorium komputer, Sila dan Andri sedang pusing mendengarkan pembahasan dari Bu Gita, guru pembimbing mereka saat lombat debat.

"Baik, sudah jam setengah 5. Ibu rasa sudah cukup pertemuan kali ini. Ibu harap, diluar pertemuan kita, kalian tetap belajar secara mandiri ya, seperti kemarin. Jadi lebih mudah, kita ada pertemuan, tinggal membahas bab-bab yang kalian kurang pahami," jelas Bu Gita.

"Baik, bu," balas Sila dan Andri kompak.

"Silahkan kalian boleh pulang."

Sila beranjak dari duduknya, diikuti Andri.

"Terimakasih, bu."

"Terimakasih, bu."

"Sama-sama, hati-hati ya."

Sila menghembuskan napas panjang saat keluar dari ruangan itu. "Parah ya, pusing banget gue. Materinya sebanyak itu loh!"

"Tenang aja, nanti lama-kelamaan kita juga bisa menguasai. Masih ada 25 hari. Gue yakin sih, kita bisa," ucap Andri.

Sila tersenyun tipis. "I wish."

Mereka berjalan menuju kelas masing-masing.

"Mau ke parkiran bareng?" tawar Andri saat kelas mereka sudah terlihat beberapa meter di depan sana.

"Nggak deh, lagian masih belum gelap," sahut Sila.

"Oke."

Andri masuk ke kelasnya terlebih dulu. Sementara Sila berjalan santai menuju kelasnya yang sudah tinggal beberapa langkah.

Sampai di kelas, Sila mengerutkan keningnya bertanya-tanya. Matanya menelisik sekitar. Tidak ada orang sama sekali.

"Tas gue kemana?"

"Masa dibawa Yasya?"

"Tapi nggak mungkin juga."

Daripada ia bingung sendiri, lebih baik ia menelepon temannya itu. Tak lama berdengung, Yasya langsung mengangkat telepon dari Sila.

Karya Untuk DutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang