"Sila! Bawa bekal apa lo?" tanya Yasya sambil mengeluarkan kotak bekalnya dari tas.
"Penyet tahu," jawab Sila. Ia membuka kotak bekalnya dan mulai menyuap makanan itu. Namun, lidahnya merasa seperti ada yang aneh.
"Kenapa?" sahut Yasya saat melihat ada perubahan ekspresi pada Sila.
"Hai Sila!" pekik Duta dari ambang pintu. Sontak Sila dan Yasya menoleh ke arah suara.
"Widih bawa penyet tahu. Kayaknya enak tuh, mau dong," ucap Duta.
"Jangan!" cegah Sila. Membuat Duta mengerutkan dahinya bertanya-tanya. "Soalnya gue masak sendiri," sambungnya.
"Ya malah gue pengen nyicipin masakan lo," balas Duta sembari merebut sendok dari tangan Sila lantas menyuapnya. Seketika Duta terdiam.
"Tuh kan apa gue bilang. Jangan dimakan!" Sila merampas sendoknya kembali. "Nggak asin kan? Kebanyakan kecap kan? Udah gue bilang juga!"
Tiba-tiba Sila menunduk sedih. "Gue tuh nggak bisa masak," lirihnya.
"Eh enak kok! Gue suka yang manis-manis kecap gini!" Duta mengambil kotak bekal Sila dan memakannya dengan lahap. "Gue makan nih. Enak banget!"
Sila hanya domblong melihat Duta memakan bekalnya hingga habis. "Trus gue makan apa?"
Duta menyengir. "Hehe, gue beliin di kantin. Ayo!" Ia menarik tangan Sila menuju kantin. Membuat si empu terheran-heran.
Yasya terdiam melihat interaksi dua sejoli itu. "Kenapa harus Sila?"
****
Kini Duta dan Sila sedang mengantri untuk membeli makanan. Namun Sila bersikeras tetap tak mau dibelikan makanan oleh Duta.
"Nggak usah, Ta.." ucap Sila.
"Nggak papa, orang gue udah ngehabisin bekal lo. Udah nggak papa," balas Duta.
"Ih.. Lo udah banyak ngebeliin gue ini itu. Itu sama aja utang buat gue!" tekan Sila.
"Apaan sih! Yang penting gue nggak merasa ngutangin lo!"
"Tapi Ta-"
"Mbak mas, jadi beli apa nggak? Udah pada ngantri itu," pangkas ibu kantin.
Duta dan Sila bertengkar hingga tak sadar jika sekarang sudah giliran mereka. Dan di belakang banyak sekali yang mengantri.
Keduanya menyengir merasa bersalah. "Nasi goreng 2 buk, sama es teh satu, jeruk hangat satu."
"Baik mas 26.000 ya," ucap ibu kantin.
Duta menyodorkan uang pas pada wanita paruh baya itu.
"Tunggu aja di sana. Nanti dipanggil."
"Oke buk!"
"Thanks ya," ucap Sila.
"Itu kan makanan kesukaan lo," ujar Duta saat berjalan menuju kursi untuk menunggu makanan.
Sila susah payah menahan senyumannya. "Kebetulan aja kali."
Bibir Duta mencebik. "Kebetulan? Gue tahu kali selera makanan lo. Nggak suka sayur, nggak tawar es banyak-banyak, suka coklat nggak suka rasa strawberry, suka yang manis-manis."
"Berasa jadi orang yang paling kenal gue lo?" ejek Sila.
"Ya iya lah! Siapa lagi yang kenal lo se detail itu?" balas Duta percaya diri.
"Dih!"
"Atas nama Duta!" teriak salah satu pelayan. Lantas Duta mengambil nampan berisi pesanannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karya Untuk Duta
Teen FictionPersahabatan cowok cewek tanpa adanya perasaan salah satu atau keduanya itu bohong. Seperti halnya Sila, ia harus membohongi Duta, teman-temannya, dan perasaannya sendiri. Karena ia takut jika jujur, persahabatannya justru renggang. Sila tak mau hal...