Bodyguard - 2

71.6K 734 4
                                    

Agam memperdalam ciumannya. Bibirnya memagut rakus bibir Vella yang terasa manis dan memabukkan. Kecapan-kecapan yang berasal dari bibir mereka terdengar dengan Agam yang berusaha memperdalam ciumannya. Vella tampak berusaha mengimbangi apa yang Agam lakukan hingga sebuah pukulan pelan mendarat di dada pria itu.

Dengan enggan Agam menarik lepas bibirnya dari bibir ranum yang menggiurkan itu. Napas Vella tersenggal, ia mendongak seraya memberikan tatapan sayu. Sementara Agam masih fokus dengan bibir bengkak yang berada beberapa senti di depannya itu. Ia belum puas dengan apa yang baru saja ia lakukan.

"Om," cicit Vella pelan.

Agam yang sejak tadi menatap bibir Vella kini beralih ke mata sayu itu. Saat tatapan mereka bertemu, baik Agam maupun Vella tahu bahwa ada hasrat yang harus mereka tuntaskan segera.

"Ya," sahut Agam dengan suara serak beserta napsu yang menguasainya.

"Ciuman Om jauh lebih baik daripada ciuman David," ujar Vella malu-malu.

Agam hampir saja tergelak dengan pernyataan yang baru saja dikatakan oleh gadis itu barusan. Tentu saja ia lebih baik. Umur dan pengalaman tidak bisa bohong. Dibanding David si bocah ingusan itu, jelas saja Agam jauh lebih baik dalam hal seperti ini. Terlebih ia seseorang yang sexually active, ia sudah terbiasa melakukan kegiatan panas penuh napsu itu rutin setiap minggunya.

Agam berdeham. Alih-alih tertawa, Agam justru menunjukkan seringainya. "Oh, really? So, do you want to do something deeper that this?" tanya Agam dengan satu tarikan cepat kini sudah merengkuh pinggang Vella dengan kedua tangan kekarnya.

Terlihat sekali Vella kebingungan dengan pertanyaan itu. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa ada gejolak aneh yang menyuruhnya untuk mengiakan pertanyaan barusan.

Kediaman Vella memancing Agam untuk kembali mencium bibir gadis itu. Lebih dalam dari sebelumnya, bahkan ia juga mendorong lidahnya ke belahan bibir Vella—meminta Vella untuk segera membuka bibirnya.

Dengan pikiran campur aduk, Vella akhirnya mengikuti instingnya untuk membuka bibirnya. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Agam langsung menerobos masuk dan menautkan lidah mereka hingga menimbulkan gelenyar aneh yang baru pertama kali Vella rasakan.

Entah sejak kapan Vella telah terbaring di ranjangnya dengan Agam yang menudunginya. Pria itu masih memagut dan menyesap tanpa henti, mencari kepuasan dari bibir manis itu. Namun tidak akan menemukannya, ia tidak akan pernah puas meski harus berkali-kali melahap bibir itu dengan penuh napsu.

Erangan Vella membuat Agam semakin bernapsu. Kini tangannya semakin berani meremas payudara yang masih tertutup oleh kemeja seragam itu.

Saat ciuman itu terlepas, Vella bisa bernapas lega tetapi tidak berlangsung lama. Sebab Agam kembali menghujaminya dengan ciuman di sekitaran lehernya. Baru saja tangan Agam hendak membuka kancing kemeja Vella, sebuah ketukan yang berasal dari pintu kamar Vella seketika menjeda kegiatan mereka.

Agam buru-buru bangkit dari posisinya dan merapikan bajunya yang sedikit kusut. Sementara Vella meraih selimutnya dan memilih untuk menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut tebal berwarna pink itu.

"Non, makan dulu," ucap Bi Inem dari luar kamar.

Seolah tidak melakukan apapun, Agam berjalan ke arah pintu dan membukakannya. Ada ekspresi kaget yang dapat ia tangkap dari wajah Bi Inem, dan sebelum wanita itu bertanya, Agam lebih dulu berkata, "Vella lagi nggak enak badan. Makanannya dibawa ke sini aja, Bi. Nanti saya yang akan menunggui Vella."

Setelah Bi Inem mengangguk dan meninggalkan Agam, pria itu memilih untuk kembali mendekati Vella dan menduduki sofa yang berada di dekat jendela—tidak jauh dari posisi ranjang Vella berada.

Sweet and SpicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang