Bunyi alarm di kamar bernuansa pastel itu terdengar nyaring. Menandakan bahwa pagi telah menyapa. Sudah saatnya bangun dan memulai aktivitas seperti biasa. Akan tetapi, agaknya gadis yang masih bergelung di dalam selimut tebal berwarna sage itu tidak kunjung menunjukkan pergerakan yang berarti. Ia masih pulas, sama sekali tidak terusik dengan suara alarm yang mampu memekakkan telinga pendengarnya.
Cahaya matahari bahkan telah menerobos dari sela-sela tirai yang masih tertutup. Berusaha membangunkan sang putri tidur dari mimpi indahnya. Namun, tetap saja, ia belum juga terjaga dari tidurnya. Hingga kemudian ....
"April, kamu nggak sekolah?" suara panggilan terdengar yang juga dibarengi dengan suara pintu dibuka.
Luki, ayah tiri April sekaligus satu-satunya orang tua yang April punya setelah ibunya meninggal satu tahun yang lalu, sudah berdiri di ambang pintu. Menatap lurus ke arah April yang sudah menyerupai kepompong raksasa karena selimut tebal yang menggulung tubuhnya.
"April," Luki berdecak sambil melangkah masuk, berjalan menuju nakas dan mematikan suara alarm yang sepertinya sudah tidak ada harga dirinya lagi. Sebab sama sekali tidak berhasil membuat April terbangun dari tidurnya. "Sayang, bangun," suara tirai disibak dan dibarengi dengan sinar matahari yang muncul dari balik jendela itu akhirnya menimbulkan pergerakan dari arah ranjang, meski hanya sedikit saja.
"April, kalau kamu nggak bangun juga bakal Daddy tinggal, ya. Daddy ada meeting penting pagi ini, Nak," lagi-lagi Luki berkata sambil menahan kekesalannya. Seandainya masih ada Sasmita, ia pasti tidak akan melakukan hal ini di pagi hari.
Ini anak susah banget, sih, bangunnya, dengkus Luki sembari menarik selimut April agar gadis itu segera keluar dari persembunyiannya.
Namun, sedetik kemudian, Luki tertegun dengan jakun yang naik turun karena menelan air liur. Penampilan April yang telah terbebas dari selimut dan terdengar merengek di atas ranjang itu sungguh memancingnya. Betapa tidak, gadis berusia 17 tahun itu menggunakan gaun tidur yang telah tersibak hingga ke perut. Membuat kaki mulusnya terekspos begitu saja, lengkap dengan celana dalam merah muda dengan pola love kecil yang menggemaskan.
Luki, keep calm, rapalnya dalam hati.
Ujung selimut yang masih berada di genggamannya langsung ia lemparkan ke arah April, dan membuat tubuh bagian bawahnya kembali tertutupi. Sekaligus memberi rasa lega pada Luki yang bisa menutup akses matanya pada pemandangan tidak senonoh yang baru saja ia nikmati.
Ia nikmati?
Luki berusaha menepis pikirannya. Ini bukan saatnya memikirkan hal yang iya iya. Meskipun jujur saja sudah setahun terakhir Luki puasa dan hanya bermain solo demi menuntaskan hasratnya. Jadi, sebagai pria normal, ia pikir wajar kalau ia sedikit terpancing. Yang terpenting adalah ia masih cukup waras, tidak mungkin ia meniduri April yang notabenenya adalah anaknya sendiri.
Luki tampak berkacak pinggang. Berusaha memikirkan cara lain untuk membangunkan April yang kembali bergeming di atas ranjang. Mungkin ... hanya ada satu cara agar April, gadis yang sejak tadi tidak kunjung bangun itu, membuka mata. Yaitu mengguncang-guncangkan badannya, membuatnya terusik sedemikian rupa.
Hanya itu caranya. Ya, hanya itu.
Luki bersumpah, kalau cara itu tidak juga berhasil. Maka ia akan menggunakan cara pamungkas yang cukup ekstrem, yaitu membopong April ke kamar mandi dan memasukkannya ke dalam shower tube.
"Daddy, masih ngantuk," rengek April pada akhirnya.
Luki yang memilih cara mengguncang tubuh April demi membangunkannya rupanya berhasil. "Ayo bangun atau Daddy masukin kamu ke shower tube," ancam Luki dengan tegas, namun menghentikan gerakan tangannya yang sejak tadi mengguncang kaki dan tangan April secara bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet and Spicy
Short StoryKumpulan short story khusus 21+ Trigger warning: mature, adult romance, sex scene, and agegap I already warned you guys, pilihlah bacaan yang sesuai dengan umur kalian ya :) (cover from pinterest)