Perjalanan yang ditempuh untuk sampai ke apartemen Agam tidaklah terlalu lama—hanya sekitar tiga puluh menit. Vella yang sudah dibuat klimaks di dalam mobil Agam mau tak mau merapikan seragam sekolah yang belum sempat ia ganti, kemudian berjalan mengekori Agam menuju lift yang akan membawanya ke unit apartemen pria itu.
Hanya ada mereka berdua di dalam lift, sehingga kesempatan itu memancing tangan Agam untuk lebih leluasa menggerayangi pinggang Vella. Ia tidak terlalu peduli dengan kamera CCTV yang terpasang di sana dan tentunya dapat menangkap gambar mereka.
"Masih sedih karena David?" bisik Agam sambil menarik pinggang Vella supaya semakin menempel kepadanya.
"Masih," Vella tidak mau berbohong soal perasaannya itu. Meskipun harus diakui, Vella terlena dengan apa yang diperbuat oleh Agam kepadanya.
Biar bagaimanapun, David adalah pacar pertamanya. Cowok itu telah mengambil ciuman pertamanya pula—bahkan Vella berencana menyerahkan keperawanannya untuk sang kekasih. Kalau saja David tidak menyelingkuhinya dan melakukan sesuatu yang ada di luar batas toleransinya, Vella pasti memaafkannya.
Tetapi melihat David yang justru menghina ciumannya dan membuat harga dirinya jatuh. Vella memilih lebih baik putus dan patah hati daripada mendapati orang yang ia sayang justru melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dengan cewek lain.
Vella memang masih amatir. Ia menyadari itu. Namun bukan berarti ia tidak bisa belajar.
"Masih mikirin David juga?" kali ini Agam sedikit menunduk untuk melihat wajah Vella. Dan hal itu seketika berhasil membuyarkan lamunan Vella.
Namun tidak ada jawaban yang Vella berikan. Sakit hati itu masih ia rasakan. Air matanya mungkin akan terjatuh lagi kalau Agam sekali lagi masih membuatnya harus menjawab pertanyaan soal David.
"Jangan dipikirin. David bodoh karena menyia-nyiakan gadis sepertimu," kata Agam seraya mengelus pinggang Vella. "Om pastikan kalau hari ini kesedihanmu akan terganti dengan sesuatu yang menyenangkan," janji Agam.
"Caranya?" tanya Vella seraya mendongak.
Agam tersenyum miring, "Kamu akan tahu nanti."
Keduanya kemudian keluar dari dalam lift saat pintu besi itu terbuka di lantai apartemen Agam. Hanya berjalan tidak lebih dari sepuluh langkah, mereka akhirnya tiba di depan unit Agam. Setelah menggunakan kartu akses untuk membuka pintu apartemennya, Agam menggandeng tangan Vella untuk masuk ke dalam unitnya itu.
Sesaat Vella terkesima setelah memasuki apartemen Agam. Jauh berbeda dengan rumahnya yang banyak ornamen dan terkesan ramai, apartemen Agam justru didekor sebaliknya. Dengan didominasi warna abu-abu, hampir tidak banyak benda di dalam apartemen itu. Sangat minimalis.
"Kenapa?" tanya Agam.
"Apartemennya benar-benar Om banget," jawab Vella.
Dahi Agam mengernyit tak mengerti.
"Maksudku apartemennya maskulin. Menggambarkan Om banget," jelas Vella sambil tersenyum.
Agam tersenyum, lalu mengangguk ringan. "Mau lihat kamar Om?" tawar Agam kemudian.
Sebenarnya itu tidak sepenuhnya sebuah tawaran. Sebab Agam sudah lebih dulu meraih pergelangan tangan Vella dan membawa gadis itu menuju kamarnya yang ada di ujung lorong.
Saat Vella telah dibawa masuk oleh Agam ke kamarnya, pria itu tiba-tiba memeluk tubuh Vella dari belakang.
Sambil berbisik, Agam mengecupi punggung Vella. "Gimana? Apa kamu gugup, Vel?"
Pertanyaan Agam membuat bulu roma Vella merinding. Entah sejak kapan suara Agam telah membuatnya sesensitif itu. Serta memancing sesuatu—entah apa—untuk menggelitik perutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet and Spicy
Short StoryKumpulan short story khusus 21+ Trigger warning: mature, adult romance, sex scene, and agegap I already warned you guys, pilihlah bacaan yang sesuai dengan umur kalian ya :) (cover from pinterest)