Dua hari kemudian, yang juga adalah pertemuan kelima Rory dan Matthew di paviliun milik sang pria. Tanpa ada satupun orang yang tahu, mereka kembali bergumul di dalam sebuah permainan panas yang mengantarkan keduanya kepada puncak kepuasan. Rutinitas baru yang tercipta sebelum Matthew kembali melukis Rory sementara gadis tersebut berpose telanjang sesuai arahannya.
Baik Rory maupun Matthew, keduanya sama-sama tidak lagi peduli dengan ketelanjangan itu. Justru sebaliknya, dengan tatapan mata penuh goda. Keduanya mencoba untuk menjebak satu sama lain ke dalam pesona masing-masing.
Goresan kuas yang menyentuh kanvas menjadi satu-satunya suara yang dapat terdengar di kamar itu, namun keduanya tahu bawa ada suara hati yang tengah berteriak ingin kembali bercumbu. Bersama bau cat yang menguar tajam serta palet yang didominasi warna krem, Matthew mencoba fokus dengan finishing yang sedang dikerjakannya. Menghindari kontak mata terlalu lama demi sedikit kewarasan yang ingin ia jaga.
"Kak, kenapa Kakak jadi pelukis? Padahal pabrik papanya Kakak banyak," Rory memutuskan memulai percakapan. Keheningan di kamar itu nyaris membuatnya bosan. Terlebih, hanya memandangi tubuh Matthew yang telanjang tanpa bisa menjamahnya itu membuat Rory semakin frustasi pada keinginan primitifnya.
Matthew menatap lukisan tubuh telanjang Rory di depannya tanpa menoleh ke arah Rory yang asli di atas ranjang. Dengan senyum bangga seraya memandangi hasil lukisan yang hampir jadi itu Matthew berkata. "Melukis adalah jiwa saya. Dan untungnya dengan melukis saya tetap bisa punya uang." Pada akhirnya segalanya memang mengerucut ke satu hal yang amat dibutuhkan; uang.
Tangan Matthew kembali bergerak-gerak ringan di atas kanvas. Menyapukan warna-warna yang akan menyempurnakan lukisannya lewat kuas yang asyik menari itu. Sampai kemudian sebuah senyuman lebar muncul di bibirnya. Dan dengan nada riang ia berucap bangga. "Selesai."
"Selesai? Aku sudah boleh bangun, hm?" tanya Rory ikut tersenyum.
Matthew menaruh palet dan kuasnya ke meja kecil di samping kursi yang tengah ia duduki. Lalu menyuruh Rory mendekatinya dengan isyarat tangan. Dan tentunya dengan penuh semangat Rory langsung berhambur ke dalam pangkuan Matthew yang telah menunggunya itu.
Posisi duduk Rory yang menyamping sambil mengalungkan kedua tangannya ke leher sang guru membuat tubuh mereka kembali bergesekan. Menciptakan sengatan hangat yang menyenangkan untuk dirasakan.
"Coba lihat, tubuh kamu benar-benar indah," puji Matthew yang mengelusi pinggang Rory sambil menatap hasil lukisannya dengan sorot mata puas.
Rory menoleh sekilas ke arah lukisan tubuh telanjangnya, namun ia kembali mengalihkan pandangan sebab tidak begitu peduli akan hasilnya. Karena yang lebih ia inginkannya saat ini adalah Matthew. Pria yang telah menciptakan lukisan itu.
Dengan keberanian yang telah ia miliki, Rory mengubah posisinya menjadi duduk mengangkangi Matthew. Sengaja menggesekkan vagina basahnya ke penis sang pria yang masih setengah mengeras itu. Pelan-pelan, Rory terus menggerakkan tubuhnya dengan gaya sensual. Memancing si jantan untuk segera memasukinya, seperti beberapa saat lalu sebelum pria itu fokus dengan lukisannya.
Desahan keras yang sengaja Rory keluarkan membuat Matthew menyeringai. Kedua tangan Rory pun sudah sibuk meremas payudaranya sendiri, dibarengi dengan gesekan kelaminnya yang semakin tak terkendali. "Ngghh ... Kak Matt ... ohh Kak."
"Gadis nakal," Matthew menampar serta meremas pantat Rory. Membuat gadis itu melolong penuh nikmat karena ulahnya.
Keinginan Rory untuk segera dimasuki justru tidak diindahkan oleh Matthew yang masih ingin bermain-main dengan napsu sang gadis. Pria tersebut lantas menjambak rambut Rory dengan kasar, memerintah gadis itu untuk duduk bersimpuh di lantai.
Tentunya hal itu bukan sebuah kesulitan bagi Rory yang sudah kepalang bernapsu. Demi penis berotot dan tegang yang menggiurkan, ia rela mengikuti segala perintah Matthew, meski pria itu melakukannya dengan cara yang kasar dan serampangan.
Posisi tubuh Rory yang telah bersimpuh itu memudahkan Matthew untuk menjejalkan penisnya ke dalam mulut hangat Rory. Memompanya tanpa ampun lalu mendorongnya hingga titik terujung.
"Muka kamu bikin saya semakin bernapsu, Rory," geram Matthew seraya terus menjambak kuat rambut muridnya itu.
Dengan mulut yang masih penuh dengan penis Matthew, serta kedua tangan yang meremas payudaranya sendiri, Rory mendongak sambil menatap Matthew dari bawah. Menampilkan wajah sayunya lengkap bersama tatapan memohon untuk segera dimasuki.
Puas memasuki mulut Rory, Matthew rupanya masih ingin menyiksa gadis itu dengan menggesekkan jari-jari kakinya ke depan vagina becek itu. Ia mengusaknya dengan tidak sabar, sampai Rory mendesah penuh nikmat, dan berakhir mengejang bersama pelepasannya yang kembali datang.
Matthew tersenyum penuh kepuasan menatap sang murid yang sudah berbaring dilantai yang dingin dengan keadaan telanjang dan vagina yang becek. Dan tanpa menunggu lama, ia membalikkan tubuh Rory hingga membuat posisi gadis itu menjadi bertumpu dengan lutut dan tangan.
Tamparan demi tamparan itu Matthew layangkan ke pantat yang sudah penuh dengan tanda kemerahan. "Tell me what you need, Rory!" kata Matthew dengan suara dingin nan tegas.
Agaknya menyiksa Rory telah menjadi salah satu hobi baru yang sangat menyenangkan bagi Matthew.
"I need your dick, Sir. Please feel me with your dick," rancau Rory penuh permohonan.
Kali ini Matthew menuruti keinginan Rory. Pria itu memposisikan dirinya berada di belakang Rory dan mulai memasuki lubang itu dengan mudahnya. Bekas sodokannya satu jam yang lalu agaknya masih tersisa, hingga membuat lubang itu bisa dimasuki dengan mudahnya.
"Ahh ... Kak Matt, terus Kak ...," Rory tidak peduli lagi dengan desahannya yang keras dan penuh permohonan.
Toh, mereka sedang berada di dalam paviliun yang jarang didatangi orang-orang. Sebab semua orang di rumah Matthew tahu, bahwa paviliun itu adalah tempat privat bagi Matthew yang menginginkan ketenangan dalam mengerjakan lukisan-lukisannya. Dan sepertinya setelah ini tempat itu juga akan menjadi tempat pergumulan rutinnya bersama Rory, si murid kesayangan yang sudah ia gauli.
"Saya akan keluar, Rory," Matthew merasakan penisnya semakin membengkak, ingin segera menumpahkan isinya.
Buru-buru pria itu mencabut pusakanya dan mengocoknya cepat. Diakhiri dengan menyemprotkan cairan putih kental itu ke pantat dan punggung Rory.
Matthew tampak puas bukan main. Ia berbaring telentang di atas lantai, bersama Rory yang masih setia diposisi yang sama. "Enak?" tanya Rory yang justru kemudian menaiki tubuh Matthew dan menggeseki vaginanya ke perut pria tersebut.
"Fuck, saya baru keluar, Rory," kata Matthew sembari mengumpat.
Rory tersenyum licik. "Lalu?"
"Lacur banget kamu, tapi saya suka," Matthew terus mengatainya. Namun si empunya justru tersenyum bangga seolah baru saja mendapatkan pujian paling indah di dunia.
"I'm your slut, Kak Matt," Rory menyodorkan putingnya ke depan mulut Matthew yang dengan senang hati diterima olehnya.
Matthew mengisap puting itu dengan rakusnya. Membiarkan gesekan vagina Rory di perutnya semakin menjadi-jadi. "Kak Matt, jangan gigit ... ahhh."
Kegiatan itu terus berlanjut. Tampaknya tidak ada satupun dari mereka yang ingin segera menyudahinya. Melupakan segala barisan norma dan aturan tak tertulis tentang hubungan aneh mereka, baik Matthew maupun Rory, keduanya sepakat untuk tidak peduli dengan aturan-aturan yang ada.
"Kamu akan menjadi milik saya, Rory," ujar Matthew seolah ingin segera menandai Rory, layaknya seorang alpha kepada omeganya.
Rory menyambut ucapan itu dengan senyum penuh godaan. "I'm yours. Aku milikmu, Kak."
Kedua bibir itu kemudian bertemu, menciptakan kecipak yang sesekali teredam oleh hisapan dan lumatan dalam. Mengabaikan segalanya hanya demi sebuah kepuasan yang tidak kunjung ada ujungnya. Yang tanpa diduga, bahwa seseorang justru telah memergoki perbuatan mereka dengan ekspresi syok dan mata membola.
***
Ngelukis, nganu, and repeat. Pasangan terandom yang pernah aku bikin. Au ah gelap 🖤 💅🏻
Bisa tebak endingnya gimana? Klise tapi aku suka haha. Besok ya aku unggah endingnya. Bye
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet and Spicy
Short StoryKumpulan short story khusus 21+ Trigger warning: mature, adult romance, sex scene, and agegap I already warned you guys, pilihlah bacaan yang sesuai dengan umur kalian ya :) (cover from pinterest)