Long Black - 1

5.6K 150 18
                                    

Saat ini Weni seharusnya sudah masuk kamar dan beristirahat. Namun perintah dari kepala pelayan di rumah tempat ia bekerja membuatnya terpaksa harus terjaga hingga pagi. Dikarenakan majikannya, Mas Segara—begitu panggilannya di rumah tersebut—sedang sakit. Weni ditugaskan untuk pergi ke kamar Segara demi menemaninya. Juga berjaga-jaga jika tiba-tiba pria itu bangun di tengah malam dan membutuhkan sesuatu segera.

Sebenarnya sudah ada pelayan lain yang melakukan tugas itu, namun karena ia pun butuh istirahat, maka Weni yang notabene adalah pelayan baru di rumah tersebut mengambil alih tugas menjaga Segara. Terlebih karena orang tuanya yang sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri, membuat Segara otomatis hanya tinggal seorang diri bersama enam pelayan, satu tukang kebun, dan satu supir di rumahnya.

Jika kalian pikir Segara adalah anak kecil, kalian salah. Segara adalah pria dewasa berusia 31 tahun yang sejak satu tahun terakhir mengalami depresi berat dikarenakan istri dan anaknya meninggal karena kecelakaan mobil yang ia kendarai sendiri. Terpuruk oleh rasa bersalah dan kesedihan yang mendalam, Segara memilih untuk mengurung dirinya di dalam rumah sejak kejadian tersebut.

Awalnya Weni tidak menemukan keanehan dari sosok majikannya itu—kecuali raut wajahnya yang selalu murung. Namun kemudian ia menyadari bahwa Segara memang benar-benar sakit saat tiba-tiba ia mengamuk dan memecahkan beberapa botol minuman keras di dalam kamarnya. Dan membuat seisi rumah kebingungan serta takut dengan sikapnya.

Weni yang sudah berada di dalam kamar Segara memilih untuk duduk di salah satu kursi yang sengaja disiapkan tak jauh dari ranjang. Berdiam diri dan mengamati wajah Segara yang masih dapat terlihat meski remang-remang karena pencahayaan lampu tidur.

Pria muda yang tampan.

Segara adalah pria tertampan yang pernah Weni temui secara nyata. Jika ia merawat dirinya, pria itu pastilah akan menjadi matahari di manapun ia melangkah. Namun sayang, musibah itu telah merenggut cahayanya. Membuat Segara redup dan melemah tak berdaya.

Dan saat ini, Segara sedang mengalami demam tinggi yang belum kunjung turun. Maka, selain menunggui, Weni juga bertugas mengompres Segara dengan air hangat yang sudah lebih dulu ia siapkan. Beberapa saat yang lalu hal itu juga telah ia lakukan, namun masih saja tidak ada pergerakan apapun dari Segara.

Weni terus tenggelam di dalam pikirannya sendiri. Bersama dengan rasa kantuk yang sedang ia coba tahan sekuat hati. Sampai kemudian sebuah rintihan terdengar di telinganya. Secepat kilat Weni beranjak dari kursi dan mendekati ranjang Segara.

"Mas Segara?" panggil wanita berusia 21 itu sedikit panik. "Mas butuh apa? Apa Mas butuh minum?" tawar Weni tanpa berpikir.

Segara masih saja merintih, hingga pelan-pelan matanya terbuka dan mendapati sosok Weni yang sedang berada di dekatnya. "Sayang."

Weni melotot kaget. "Mas, saya Weni, pelayannya Mas Segara," ia bingung dengan situasi yang sedang terjadi. Segara pasti salah mengenalinya. "Mohon tunggu sebenar, Mas, akan saya panggilkan dok—"

"Jangan pergi," Segara menahan pergelangan tangan Weni saat wanita itu hendak beranjak pergi. "Jangan tinggalin aku," bisiknya memohon.

Weni dibuat membeku beberapa detik. Permohonan itu terdengar sangat memilukan. Bersama hatinya yang turut tidak tega, Weni akhirnya menjawab setelah kediamannya. "Iya, saya nggak akan pergi."

Weni pikir genggaman tangan itu terlepas setelah ucapannya. Namun ia salah, Segara justru menarik tangan Weni hingga wanita itu terduduk di pinggir ranjangnya. "Aku kangen sama kamu," Segara yang sudah bangun dari posisi berbaringnya itu lantas memeluk tubuh Weni tiba-tiba. "Jangan pergi, Sayang. Jangan tinggalin aku di sini. Aku butuh kamu."

Tubuh Weni menegang. Tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Segara dan ucapan anehnya. Bahkan pelukan itu terasa hangat meski terasa tidak nyaman.

Ini tidak pantas. Ini tidak benar.

Sweet and SpicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang