Suara langkah kaki beralaskan sepatu berhak tinggi itu terdengar nyaring kala Fanica memasuki area studio di mana pemotretan hari ini akan dilakukan. Senyum hangat dan sapaan penuh basa-basi menyambutnya, ia sudah sangat akrab dengan itu semua, setidaknya sejak dua tahun yang lalu ketika Fanica memulai debutnya sebagai seorang model.
Tapi, Fanica bukanlah model biasa. Ia adalah seorang model majalah dewasa.
Dan seperti model majalah dewasa pada umumnya, Fanica kerap kali diminta untuk melakukan pemotretan semi telanjang—atau bahkan telanjang bulat—seperti yang hari ini akan ia lakukan. Meskipun kali ini pemotretan itu bukanlah untuk majalah dewasa, bukan juga untuk website dewasa, melainkan untuk katalog sebuah merek pakaian dalam wanita.
"Fan, makeup dulu, yuk?" ajak Jeje kepada Fanica setelah puas beramah-tamah dengan wanita itu.
Jeje adalah makeup artist yang menangani riasan para model hari ini, termasuk Fanica. Lagipula, Fanica juga telah mengenalnya, dan cukup dekat juga dengan pria ngondek itu.
Dengan anggukan kecil Fanica menanggapi Jeje, dan mengikuti langkah kaki pria berpakaian nyentrik itu ke arah meja rias yang ada di ruangan sebelah. Namun, baru beberapa langkah, Fanica teringat sesuatu. Ia menghentikan kakinya, kemudian menoleh ke arah Marly, manajernya. "Mar, beliin gue kopi dong. Ngantuk banget gue."
"Kayak biasa?" tanya Marly datar.
Fanica mengangguk ringan sambil nyengir, tahu alasan kenapa manajernya itu tampak tidak terlalu bersahabat dengannya hari ini.
"Fanica ... Fanica ... udah tahu ada jadwal pemotretan pagi, malamnya malah clubbing, sinting emang lo," Marly mulai mengomel, untung saja suaranya tidak terlalu keras, jadi yang mendengar ucapannya hanyalah Fanica dan dua orang staf lain yang tidak ia kenal. "Lo belum sarapan, tapi udah mau minum kopi aja. Kasihan lambung lo."
"Ya sudah, sekalian beliin gue roti atau apapun itu untuk gue sarapan," Fanica mendorong bahu Marly agar menjauh. "Nggak pake lama, ya. Gue nggak kuat banget nih, ngantuk parah."
Marly berdecak sebal, namun tetap mengikuti kemauan Fanica yang cukup sulit dinasihati itu.
"Marly kenapa mukanya asem gitu?" tanya Jeje saat Fanica memasuki ruang rias dan menduduki salah satu kursi di sana.
"Biasalah, lo kayak nggak tahu manajer gue aja. Dia kan bawel," Fanica mengibas tangannya ke udara dengan gerakan santai.
"Kalau gue lihat dari kantong mata lo yang cukup tebal ini, lo kurang tidur. Dugem ya lo tadi malam?" tebak Jeje tepat sasaran.
Fanica mengangkat bahunya ringan. Ia menatap pantulan wajahnya tanpa makeup di cermin yang dikelilingi oleh lampu-lampu bercahaya putih itu. Kantung matanya memang agak gelap, tapi, kan, itulah gunanya ia di-makeup. Untuk menutupi dosa-dosa di wajahnya yang sudah cantik dari sananya—salah satunya adalah kantung mata akibat kurang tidur yang sedang menghiasi area bawah matanya.
"Biasalah, namanya juga anak muda," Fanica masih menatap dirinya di depan cermin selagi membiarkan Jeje yang mulai membersihkan wajahnya dengan kapas yang sudah dibasahi oleh micellar water. "Lagian kalau muka gue udah sempurna, lo makan gaji buta dong," seloroh Fanica ringan.
"Bener juga sih, haha ...," kata Jeje yang kini sedang sibuk mengolesi wajah Fanica dengan pelembab.
"Ngomong-ngomong ada gosip baru apa nih?" Fanica memancing Jeje untuk bercerita, sebab biasanya pria gemulai itu memang selalu punya gosip-gosip terbaru seputar dunia hiburan yang memang isinya, ya, itu-itu saja.
Jeje sedang menyiapkan racikan foundation di sebuah palet. Sambil mengaduk-aduk racikan berwarna cokelat terang itu dengan spatula besi kecil, ia tersenyum penuh arti kepada Fanica. Itu artinya ia punya gosip baru yang ingin ia bagikan. "Udah tahu belum? Rino udah putus dari Jania."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet and Spicy
Short StoryKumpulan short story khusus 21+ Trigger warning: mature, adult romance, sex scene, and agegap I already warned you guys, pilihlah bacaan yang sesuai dengan umur kalian ya :) (cover from pinterest)