Karena proyek baru Matthew, Rory jadi cukup sering pergi ke paviliun sang pria. Dengan durasi satu hingga dua jam, dua hari sekali, Rory akan datang di jam yang sama. Lengkap dengan seragam sekolah yang masih dikenakannya.
Kali ini, dipertemuan keempat mereka di kamar Matthew, Rory yang mulai terbiasa melepaskan pakaian di depan pria itu tampak santai. Tidak ada lagi wajah malu yang kemarin-kemarin ia tunjukkan. Meski Matthew yang tengah duduk di sofa itu memperhatikannya dalam diam, mengamati gerak-gerik Rory dengan mata elangnya yang tajam.
"Aku langsung ke ranjang, Kak?" tanya Rory yang sejak tadi tidak mendengar suara Matthew. Dan saat kedua mata mereka bertemu, Rory nyaris menahan napas dibuatnya.
Pria itu sedang menatap dengan ekspresi yang berbeda. Tidak seperti tatapan tiga pertemuan awal. Kali ini tatapan itu tampak berkilat-kilat aneh. Rory sedikit ciut kalau-kalau sang guru justru memintanya untuk melakukan hal lain.
"Kak Mat," panggil Rory pelan.
"Duduk sini," Matthew menepuk pahanya pelan, meminta Rory untuk naik ke atas pangkuannya.
"Kakak nggak ngelukis aku hari ini?"
"Duduk sini dulu."
Mendengar nada perintah yang semakin nyata. Pelan-pelan Rory berjalan ke arah Matthew yang duduk bersandar di sofa dengan tangan terlipat. Mata mereka bertemu, tidak ada lagi suara yang saling bersahut, tapi Rory dapat menangkap sinyal bahwa Matthew tertarik dengannya. Sebagai wanita. Bukan hanya sebagai objek lukisannya.
"Kamu nyaman dengan saya?" tanya Matthew saat Rory sudah duduk dipangkuannya dalam posisi menyamping. Kontan kedua payudaranya berada di posisi cukup dekat dengan wajah sang pria.
Rory menggeleng pelan. "Jujur, aku nggak paham."
"Nggak paham?" tanya Matthew mengulang kata-kata Rory.
Rory menoleh ke arah Matthew sambil memamerkan wajah polosnya. "Kakak kayak tertarik sama aku, tapi di satu sisi kakak juga ngeliatin aku kayak cuma buat objek lukisan aja tanpa ada napsu apapun. Aku jadi bingung."
"Menurutmu sekarang tatapan saya ke kamu gimana?" tantang Matthew.
Rory terdiam sejenak. Mungkin ia akan tampak sangat kegeeran sekarang, namun kata hatinya mengatakan hal tersebut berkali-kali. Dan dengan keberanian yang tersisa, Rory kemudian menjawab Matthew. "Kakak kayak mau makan aku."
Matthew tersenyum miring, ia memejamkan matanya sejenak dan mengangguk. "Kamu benar," lalu tengkuk Rory ditarik untuk mendekat. Matthew menganggap bahwa itu adalah sinyal positif dari Rory yang tidak akan menolak perbuatannya setelah ini.
Tidak bodoh untuk mengetahui kebenarannya. Kalau gadis itu juga menginginkannya sejak pertama kali mereka berjumpa. Dan sebagai seorang pria normal dengan segala kebutuhan biologis yang mengikat, Matthew tidak bisa mengabaikan Rory dan tubuhnya yang menggiurkan begitu saja.
Dengan gerakan cepat Matthew merubah posisi Rory menjadi duduk mengangkanginya. Sementara ciuman itu semakin intens dan dalam. Rupanya Rory cukup pandai berciuman, tahu kapan harus menghisap dan membelit lidah untuk saling mencari kepuasan.
"Ngghh ... Kak Mat," puting Rory semakin sensitif kala tangan Matthew meremas payudara itu dengan kedua tangannya. Seolah tengah memerahnya dan akan ada susu yang keluar dari sana.
"Do you love it, Baby?" tanya Matthew di sela-sela ciuman mereka.
Anggukan Rory membuat senyum Matthew mengembang sempurna. Dengan keberanian penuh, pria itu membelai perut sang gadis dan semakin turun ke bawah. Hingga tiba di depan vagina Rory dan mulai mengusapnya perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet and Spicy
Short StoryKumpulan short story khusus 21+ Trigger warning: mature, adult romance, sex scene, and agegap I already warned you guys, pilihlah bacaan yang sesuai dengan umur kalian ya :) (cover from pinterest)