Lovely Lecturer - 2

14.3K 270 32
                                    

"Di mana tempat kerja kamu?" tanya Bima setelah mobil mereka berada di jalan raya. Meninggalkan kafe di mana ada Raina dan anaknya di sana.

"Daerah Pondok Labu, Pak," Maya menoleh ke arah Bima, menunggu pria itu menjelaskan apa yang sedang terjadi. "Pak, soal yang tadi itu...," kata-kata itu menggantung, Maya sedikit tidak enak untuk memulai pembicaraan di mana Bima sedang menampakkan wajahnya yang kusut.

Pria itu sudah berhasil membuat nyali Maya ciut tanpa repot-repot membuka mulutnya sedikitpun.

Keheningan yang tercipta rupanya tidak berlangsung lama. Bima menoleh sekilas ke arah Maya, lalu berdeham kecil. "Begini, Maya. Saya punya penawaran untuk kamu. Anggap aja ini part time job."

Kening Maya berkerut dalam. Maksudnya gimana? Part time apaan? "Maksudnya, Pak? Maaf, saya nggak paham."

"Saya akan bayar kamu untuk jadi tunangan saya. Tentu aja cuma pura-pura dan ini hanya untuk sementara," Bima menggerak-gerakan bola matanya sedikit gelisah. Menimbang-nimbang apakah ia harus jujur saja atau membiarkan Maya dengan segala spekulasi di dalam otaknya.

Maya mengangguk. Anehnya, wanita muda itu tersenyum samar dengan wajah yang lebih santai dari sebelumnya. "Baiklah, saya mengerti, Pak."

Maya tidak bodoh untuk memahami apa yang sebenarnya tengah terjadi. Bima dan Raina pasti punya hubungan yang rumit di masa lalu. Karena tidak mungkin seorang Bima yang terstruktur dan serba terencana itu bisa secara impulsif mengenalkannya sebagai tunangan jika tidak ada sesuatu yang mengganggunya. Dan demi menjaga perasaan sang dosen, Maya memilih untuk tidak mengorek apapun. Sebab, yah, itu bukan kapasitasnya.

"Saya juga akan bantuin skripsi kamu biar cepat selesai dan kamu bisa secepatnya sidang," tambah Bima penuh keyakinan.

Lagi-lagi Maya mengangguk. Setidaknya selain pekerjaan tambahan, ada keuntungan lebih yang akan ia dapatkan nantinya.

Maya menoleh ke arah dosennya yang tengah menyetir itu, sesaat ia tertegun dengan tangan berurat yang sedikit menonjol di sana. Tampaknya Bima adalah pria yang rajin berolahraga. Mengenyahkan pikirannya yang terdistraksi, Maya kembali bertanya. "Berapa lama, Pak?"

"Ya?"

"Tugas saya jadi tunangan Bapak. Berapa lama?"

"Oh itu ... enam bulan. Ya. Enam bulan. Terhitung mulai hari ini. Untuk detailnya nanti akan saya kirim ke email kamu."

"Baiklah."

"Kamu tenang aja, saya akan bayar dengan harga yang pantas. 5 kali lipat dari gaji kamu di kafe."

Perkataan Bima sontak membuat mata Maya membola kaget. Gaji part time Maya di kafe adalah tiga juta per bulan. Jika dikali lima maka ... Maya mendadak skeptis. "Itu per bulan, Pak? Bapak yakin?"

"Ya," Bima mengangguk, tampak sangat yakin dengan ucapannya. "Memangnya gaji kamu di kafe itu sebulannya berapa?" tanya Bima memastikan.

"3 juta, Pak."

"Cuma 3 juta?"

"Bapak pikir berapa?"

"Minimal, ya, UMR Jakarta."

Maya tertawa sementara Bima justru bingung dibuatnya.

"Pak, saya cuma part time. Mana ada kafe yang mau bayar UMR pegawai part time. Lagian, ya, Pak, bahkan ada beberapa kafe yang kasih gaji ke stafnya di bawah UMR meski stafnya kerja full time," jelas Maya.

Bima semakin bingung. "Ada yang begitu? Saya dulu waktu kuliah di Aussie juga part time di restoran. Dibayarnya per jam dan bayarannya sangat layak."

Sweet and SpicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang