Sabtu pagi yang cerah dengan Sania yang masih terlelap di atas ranjang orang lain. Jika dalam film atau novel romansa, biasanya akan ada adegan seorang pria yang memandanginya sambil tersenyum manis dan menunggunya bangun. Namun sayangnya itu tidak terjadi padanya. Ranjang itu hanya menampakkan sosok Sania saja yang sedang bergelung di dalam selimut tebal yang nyaman.
Dan saat ia berusaha membuka mata, mengumpulkan segala ingatan yang menyelinap menyadarkannya. Ia dibuat tersenyum malu sekaligus merasa canggung dengan apa yang terjadi tadi malam. Sepanjang rentang waktu hidupnya selama ini, Sania belum pernah seimplusif itu. Semalam Sania benar-benar telah menjelma menjadi orang lain yang berusaha merusak citra dirinya selama ini.
Goblok banget lo, San. Bisa-bisanya tidur sama stranger, rutuk Sania dalam hati. Ia memukuli kasur tak bersalah itu, berusaha melampiaskan kebodohannya yang hakiki.
Tapi cowoknya ganteng, untung aja, sisi lain dirinya berkata, mengundang Sania yang tengah kesal itu tersenyum malu-malu mengakui.
Fuck, gue ngapain sih!
Sania berusaha untuk menarik kembali kesadarannya sepenuhnya. Dan ketika ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, ia menyadari sesuatu, tidak salah lagi, ia ditinggal seorang diri. Matanya tanpa sengaja menangkap sebuah jam beker berwarna hitam di nakas yang sedang menunjukkan pukul 9 lewat 13.
"Udah jam segini?" Sania melongo tak percaya. Ia mencari-cari pakaiannya dan tidak menemukan apapun—ia baru ingat kalau pakaiannya sudah ditanggalkan seluruhnya di sofa ruang tengah. Dengan segala pertimbangan yang ada, ia pun memutuskan untuk membuka lemari Donny, mengambil salah satu kaus pria tersebut dan mengenakannya.
"Mas Donny pasti udah bangun dari tadi," Sania yang sudah mengenakan salah satu kaus Donny yang kebesaran untuknya itu berusaha merapikan seprai dan selimut kusut di ranjang Donny. Tapi tiba-tiba semburat merah muda menghiasi pipinya.
Sania menggeleng kuat-kuat dan menepuk kedua pipinya cukup keras, berusaha menyadarkan diri sendiri dari ingatan itu. Dengan cekatan—karena telah terbiasa melakukannya di rumah—Sania merapikan ranjang Donny dan membuat jejak percintaan semalam lenyap sudah. Mungkin seharusnya ia mengganti seprai, tapi karena tidak ingin dianggap lancang karena seenaknya mengganti seprai yang juga entah di mana tempat penyimpanannya, maka Sania memutuskan untuk hanya merapikannya saja.
Selesai dengan ranjang Donny, Sania memutuskan untuk keluar dari kamar itu. Langkah kaki telanjangnya kemudian menyusuri lantai keramik apartemen dan berakhir di dekat meja makan, di mana sudah tersaji satu piring sarapan berisi roti gandum panggang, sosis panggang, telur orak-arik, dan satu mangkuk anggur hijau. Mau tak mau Sania tersenyum lebar atas perhatian yang ditunjukkan oleh pria tersebut untuknya.
Tapi, di mana Mas Donny sekarang?
Sania mencomot tiga butir anggur, memakannya satu per satu sembari meninggalkan meja makan untuk mencari keberadaan sang tuan rumah. Kalau memang pria itu sedang keluar, seharusnya ia meninggalkan pesan. Akan tetapi tidak ada satupun pesan yang ditinggalkan olehnya, jadi kesimpulannya mungkin Donny masih ada di apartemen itu.
Suara treadmill sayup-sayup terdengar saat Sania melewati sofa panjang yang berada di depan sebuah televisi, di mana pertama kali ia melakukannya dengan Donny. Lagi-lagi, Sania dibuat malu ketika mendapati pakaian itu sudah tidak lagi berserakan di lantai, namun terlipat lumayan rapi di atas sofa.
Dan ketika pandangan Sania beralih ke sumber suara, dari kejauhan tampak sosok Donny sedang berlari di atas threadmill. Pria itu sedang berada di ruang sebelah, yang dari ruang tengah tempat Sania berdiri hanya dibatasi oleh sekat-sekat kayu yang disusun dengan rumpang di tengahnya.
Perlahan tapi pasti, Sania berjalan mendekati Donny dan berakhir berdiri agak dekat di belakang pria itu. "Selamat pagi," sapa Sania yang kedatangannya langsung diketahui oleh Donny.
"Pagi," jawab Donny sambil menoleh sekilas dan tersenyum. Kecepatan threadmill itu pelan-pelan menurun dan berakhir berhenti. Donny meraih handuk kecilnya dan mengelap keringat di dahinya sebelum kemudian berjalan mendekat ke arah Sania. "Sudah dimakan sarapannya?" tanya Donny ringan, sama sekali tidak ada kecanggungan di wajahnya.
***
The full version of this part can you read on my karyakarsa. Idr 2k only and you will know how sweet Donny treats his crush, Sania
And see you on my next story, bye bye
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet and Spicy
Short StoryKumpulan short story khusus 21+ Trigger warning: mature, adult romance, sex scene, and agegap I already warned you guys, pilihlah bacaan yang sesuai dengan umur kalian ya :) (cover from pinterest)