"Wena balikan tuh sama Bagas. Lo nggak lupa sama taruhan kita, kan?" tanya Rara sambil menyeringai.
Heidi menghela napas kesal. Ia tidak punya pilihan lain selain mengikuti hukuman atas kekalahannya dalam taruhan kali ini. Padahal ia sudah yakin sekali bahwa Wena tidak mungkin kembali bersama dengan Bagas yang sudah jelas-jelas menyelingkuhinya, bukan hanya sekali tapi tiga kali. Tapi, apa mau di kata, cinta sudah membutakan mata Wena yang masih juga memberikan kesempatan untuk laki-laki sebrengsek Bagas.
Mengingatnya membuat Heidi kembali naik pitam. Seharusnya laki-laki seperti Bagas dimusnahkan saja dari muka bumi. Drama yang terjadi karena spesies seperti Bagas sudah memenuhi media sosial dan obrolan sehari-hari, Heidi sudah sangat muak dengan itu semua.
"Gimana? Kok diem aja, lo takut?" tanya Rara setengah mengejek.
Heidi seketika menggebrak meja di depannya. Membuat beberapa orang yang sedang berada di kantin yang sama dengannya menoleh dengan tatapan bertanya—beberapa bahkan memicing tidak suka. Terserahlah, Heidi tidak peduli tentang hal itu sekarang. "Gue nggak takut," sergahnya sambil mengepalkan tangan yang baru saja ia pakai untuk menggebrak meja.
"Santai, cuma main dating apps ini," ujar Rara sambil lalu. "Itung-itung biar lo nggak tantrum karena kelamaan ngejomblo setelah ditinggal Marvin ke Amrik," wanita muda itu tertawa, berbanding terbalik dengan sang kawan yang cemberut di depannya.
"Tapi beneran, Ra, gue cuma mau sendirian sekarang," kata Heidi jujur. "Gue belum butuh cowok."
Rara memutar bola matanya malas. "Cuma kenalan doang, Di. Bukan langsung lo kawinin juga—eh, tapi kalau emang mau langsung kawin juga nggak pa-pa, sih."
Tawa Rara yang keras membuat Heidi semakin sebal dibuatnya. "Yakali langsung kawin. Ngaco lo kalo ngomong."
"Kalo cowoknya ganteng, ya, why not, Di?"
"Kalau aslinya jelek gimana?"
"Tinggal lo ghosting aja. Gampang."
"Tapi entar lo temenin gue kalo meet up."
"Aman, gue juga bisa booking-in kamar buat kalian."
"Rara sinting!"
***
Seminggu yang lalu, Heidi dan Rara yang notabene adalah sahabat Wena telah melakukan sebuah permainan tak biasa perkara bosan dengan sikap Wena yang plin-plan. Keduanya terlibat taruhan konyol yang mana jika Wena kembali bersama Bagas, maka Heidi harus menginstal Bumble dan mencari cowok di sana. Dan sebaliknya, jika Wena benar-benar putus dengan Bagas, maka Rara harus melakukan hal yang sama—meski saat ini Rara sedang memiliki pacar.
Tapi sialnya, Heidi kalah taruhan. Dan mengharuskannya mencari cowok di dalam aplikasi kencan itu. Yang jelas-jelas sama sekali bukan gayanya dalam mencari pasangan.
Dengan perasaan pasrah dan malas, Heidi membuat akun pertamanya di Bumble dan mengisi profilnya sedemikian rupa. Lengkap dengan foto profil yang cukup menggoda—Rara memaksa Heidi melakukannya. Dan dalam hitungan jam saja, Heidi sudah disibukkan dengan pesan-pesan yang dikirimkan oleh beberapa cowok yang match dengannya.
Salah satunya adalah Rowan Bachtiar. Ia adalah satu-satunya orang yang menarik minat Heidi karena di antara semua yang match dengannya, Rowan lah yang paling tampan dan mapan—terlihat dari profilnya yang tampak ekslusif. Terlebih kekurangannya hanya satu, umurnya yang nyaris kepala empat membuat Heidi agak ragu. Tidak mungkin pria semenarik Rowan single. Menghapus opsi homoseksual karena mereka match, hanya ada satu dugaan di dalam kepala Heidi. Jangan-jangan Rowan Bachtiar suami orang!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet and Spicy
Short StoryKumpulan short story khusus 21+ Trigger warning: mature, adult romance, sex scene, and agegap I already warned you guys, pilihlah bacaan yang sesuai dengan umur kalian ya :) (cover from pinterest)