Long Black - 3

4.9K 127 19
                                    

Seperti ucapannya tadi siang, Weni benar-benar datang ke kamar Segara saat waktu menunjukkan pukul 10 malam. Di mana semua staf yang tinggal di rumah itu sudah masuk ke dalam kamar mereka masing-masing—kecuali satpam yang sedang shift malam tentu saja.

Weni masuk ke dalam kamar Segara tanpa mengetuk. Toh, pria itu telah berpesan kepada Weni sebelumnya bahwa ia tidak mengunci pintu kamarnya. Dan di sinilah Weni pada akhirnya, melangkah masuk ke dalam kamar luas bernuansa cokelat dan hitam itu tanpa menemukan sosok Segara di sana.

Pertanyaan yang baru saja timbul di benak Weni akhirnya terjawab setelah terdengar suara kucuran air dari kamar mandi yang rupanya tidak tertutup rapat. Tidak perlu penasaran siapa gerangan yang mandi malam-malam begini, sudah jelas ia adalah Segara. Pria yang meminta Weni untuk datang ke kamarnya.

Jika dikira Weni terpaksa melakukannya. Jawabannya adalah tidak. Meski merasa janggal dan agak malu mengakui keadaannya sekarang, namun Weni sebenarnya tidak ingin menolak ajakan pria itu. Seperti yang tadi siang diucapkan Segara kepadanya, mereka sama-sama mau. Jadi, Weni pun menginginkan Segara. Sebanyak Segara menginginkannya.

Sebut Weni gila karena mau-maunya saja memuaskan hasrat seksual majikannya. Namun bagi Weni yang juga rindu dengan aktifitas nikmat itu, bersenggama dengan Segara tak ubahnya sebagai air segar yang melepas dahaganya sejak lama. Membangkitkan kembali perasaan yang sudah terkubur di dasar kesadarannya.

Berusaha membuang kenyataan demi kenyataan yang terpampang nyata di depannya. Mulai dari status sosial mereka yang terlampau jauh jaraknya. Keadaan psikologis Segara yang sangat tidak baik. Serta anggapan orang lain kepadanya saat hubungan mereka tiba-tiba terbongkar. Weni membuang segala pikiran itu untuk sementara. Dan meluruskan fokusnya ke arah Segara, hanya kepadanya saja.

Pelan-pelan, Weni mengambil tempat duduk di pinggir ranjang. Menunggu Segara dengan tenang sambil menengok ke arah pintu kamar mandi yang masih mengeluarkan suara air mengalir. Hingga tiga sekon kemudian suara itu berhenti, dan tak lama berselang giliran Segara yang akhirnya keluar dari balik pintu itu seraya memakai jubah mandinya.

Segara berjalan ke arah pintu kamarnya dengan santai sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. "Sudah lama?" setelah memastikan pintu kamar itu telah dikunci, Segara segera berbalik mendekati Weni. "Mau mandi dulu?"

Tawaran Segara mendapat respons gelengan oleh Weni. "Saya sudah mandi tadi sore, Mas."

"Aku," ralat Segara cepat.

"Y—ya, aku udah mandi tadi sore," Weni mengulang kata-katanya dengan gugup. Karena sejatinya ia tidak terbiasa menggunakan kata yang lebih kasual itu kepada Segara.

Segara lantas mengangguk. Setelah melempar handuk kecilnya begitu saja ke arah sofa, ia menarik dagu Weni sedikit ke atas sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Weni. Kecupan lembut ia hadiahkan kepada wanita yang beberapa hari terakhir telah memberikan warna baru di dalam hidupnya itu.

Segara menahan kepala Weni sementara ia mulai melumat bibir ranum itu dengan gerakan sensual. Aroma stroberi menguar dari bilah lunak itu, membuat ciuman tersebut semakin manis dan melenakan keduanya.

"Mpphh Mas ...," erang Weni meningkahi ciuman yang semakin intens itu.

Segara perlahan melepas ciuman mereka tanpa menjauhkan dirinya dari sang wanita. Ditatapnya mata jernih Weni yang menghipnotisnya itu. Dengan senyum tipis, Segara berucap. "Kamu umur berapa?"

"21, Mas," jawab Weni lirih.

Segara mengangguk bersamaan dengan bibirnya yang tersenyum lega. "Baguslah."

Kening Weni lantas berkerut tidak mengerti.

"Aku cuma nggak mau tidur sama anak di bawah umur," ucap Segara santai sambil mengusap pipi lembut Weni yang merona. "21 ... meski masih muda, setidaknya kamu udah legal," Segara mengambil duduk di samping Weni dan meraih tangan kecil itu ke dalam genggamannya.

Sweet and SpicyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang