Pulang kuliah dan hanya disambut oleh ART di rumah adalah hal biasa untuk Mika yang mana ayahnya adalah seorang pekerja yang sibuk. Bahkan, seringkali Mika dibiarkan seorang diri di rumah—sebab ART yang bekerja di rumahnya tidak menginap alisan pulang hari.
Kesepian dan seringkali terabaikan. Membuat Mika menjadi orang yang cukup sering mencari perhatian. Dan untungnya tetangga mereka, Bara, terkadang menawarkan diri untuk menemani Mika saat sang ayah melakukan perjalanan bisnis atau ketika ia harus lembur di kantor.
Bicara perihal ibu, Mika sudah ditinggalkan oleh ibunya sejak ia kecil. Mika bahkan lupa tepatnya kapan peristiwa itu terjadi. Yang jelas, kepergian sang ibu yang meninggalkannya demi laki-laki lain membuat Mika terlampau marah dan tidak ingin mengingat-ingat tentang sosok wanita yang telah melahirkannya itu.
Ibu yang meninggalkannya dan ayah yang sibuk bekerja. Terlebih ia adalah anak tunggal yang jauh dari keluarga besar. Meski hidupnya serba berkecukupan, namun ada sesuatu yang kurang dalam hidup Mika. Sesuatu bernama kasih sayang yang sangat ia idam-idamkan sejak lama.
Dan kemunculan Bara yang menjadi tetangganya sejak setahun terakhir adalah obat bagi rasa kesepian Mika yang menumpuk. Pria berusia 13 tahun lebih tua darinya itu telah mampu membangkitkan khayalan-khayalan Mika tentang arti sebuah kasih sayang yang perlahan menjadi semakin nyata.
Seperti saat ini, Mika yang baru saja keluar dari mobilnya setelah pulang dari kampus dan akan masuk ke dalam rumah justru menemukan sosok Bara yang baru saja muncul dari dalam rumahnya. Karena rumah mereka adalah rumah kluster yang bergandengan, maka tidak sulit bagi Mika untuk melihat ke arah rumah pria itu.
Saat Mika baru hendak memanggil Bara, pria itu justru lebih dulu menoleh dan tersenyum. "Hai, Mik, baru pulang kuliah?"
Mika tersenyum riang dan mengangguk, "Iya, Om," dan Mika menyadari kunci mobil yang sedang dipegang oleh Bara. "Om mau ke mana?"
"Cari makan," ujar Bara seraya menekan tombol kunci mobilnya. "Kamu udah makan belum?" tanya Bara setelah membuka sedikit pintu mobilnya.
Mika sebenarnya tidak lapar. Tapi saat ia melihat adanya sebuah peluang untuk pergi bersama Bara, Mika lantas menggeleng dan menjawab. "Belum."
"Mau ikut?" tawar Bara.
Tepat seperti prediksi Mika.
Dengan penuh antusias, Mika berjalan riang ke arah mobil Bara yang hanya berjarak beberapa meter darinya itu. "Ikut," katanya dengan suara yang dibuat manja.
"Tapi Om juga janjian sama pacar Om di sana, nggak pa-pa, kan?"
Nah, ini dia masalahnya. Bara bukan pria jomlo. Dan Mika sudah tahu tetang fakta itu sejak pertama kali Bara menjadi tetangganya.
Mika harus menahan ekspresinya agar tidak berubah saat menanggapi pertanyaan itu. "Nggak pa-pa, kok," Mika membuka pintu mobil Bara dan masuk ke kursi penumpang. "Tante Diana boleh nggak nih Mika ikut lunch date kalian?"
Bara tertawa, ia memasang sabuk pengamannya sebelum menjawab. "Ya boleh, orang cuma makan siang doang abis itu pulang."
"Siapa tau Mika malah ganggu," ada sedikit nada menyindir di dalam suaranya.
Bara tersenyum simpul, berusaha merespons dengan sikap yang lebih dewasa. "Nggak, Mika. Kalau ganggu kamu nggak akan Om ajak."
Mika hanya diam. Tidak berniat menyangkal ataupun menyetujui. Wanita muda berusia 20 tahun itu membiarkan Bara membawa mobilnya keluar dari garasi menuju jalan raya.
Sesampainya di restoran yang menjadi tempat janjian Bara dan Diana, Mika bisa menangkap sosok pacar Bara yang sudah lebih dulu tiba itu melambaikan tangan kepada mereka. Mika, sih, jelas sama sekali tidak bersemangat. Berbanding terbalik dengan Bara yang sumringah bukan main saat menemukan kekasihnya di salah satu meja yang berada tak jauh darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet and Spicy
Short StoryKumpulan short story khusus 21+ Trigger warning: mature, adult romance, sex scene, and agegap I already warned you guys, pilihlah bacaan yang sesuai dengan umur kalian ya :) (cover from pinterest)