Semua tuduhan Sania kepada Donny sebagian telah terbukti salah. Pertama, Donny bukan gay, karena pria itu bahkan mengajak Sania get laid alias bercinta di apartemennya. Yang kedua, Donny bukan suami orang, karena apartemennya tampak membosankan tanpa ada embel-embel foto pernikahan atau bahkan perempuan lain di sana. Dan yang terakhir, tapi belum sepenuhnya terbukti benar, Donny masih jomlo alias tidak sedang terikat hubungan dengan seseorang—karena bisa saja pengakuan Donny soal status single itu hanya kebohongan saja.
Sania butuh waktu untuk menyelidiki yang satu itu. Tapi untuk sekarang, biarkan saja dulu. Ia ingin menikmati malam sabtunya yang panjang bersama Donny.
"Can I guess your age?" tanya Sania di sela-sela cumbuan Donny di ceruk lehernya.
Kiss mark yang telah mewarnai leher mulus Sania adalah bukti pekerjaan yang sejak tadi asyik Donny lakukan. Pria tersebut mendongak, sedikit tidak habis pikir dengan pertanyaan Sania. "Ok, guess my age, then," kata Donny sambil lalu, kemudian melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
"30 atau 31?" Sania harus memecah konsentrasinya, menebak umur Donny atau merasakan sentuhannya yang semakin memabukkan. "Mentok 32 deh. Lo nggak mungkin lebih tua dari itu."
Donny terkekeh, ia kembali mendongak sambil memamerkan lesung dalam di pipi sebelah kirinya. Lesung pipinya bahkan hanya satu, tapi tampak manis sekali dipandangi, membuat Sania nyaris salfok. "Gue 40, Sania. Tiga bulan lagi 41."
"No way, lo cuma becanda, kan, Mas?" Sania menggeleng tidak percaya.
"Apa gue perlu nunjukin KTP gue sekarang?" Donny berkata setengah tertawa. "Habis main baru gue liatin boleh, nggak?" tawarnya sambil mempertahankan tawanya yang jenaka.
Sania meraba-raba wajah Donny sambil tetap menunjukkan ekspresi terpana. "You look so young. Younger than I expected."
"Thank you for your compliment, Miss," Donny mengecup bibir Sania. "Jadi gue nggak keliatan om om banget sama lo, ya," lanjutnya lalu melumat bibir Sania dengan gerakan pelan namun dalam.
Percakapan verbal itu seketika terjeda dan dilanjutkan oleh tubuh mereka yang mengambil alih tugas menyampaikan bahasa. Lewat gerakan-gerakan kecil penuh rangsangan, keduanya bersama-sama memadupadankan emosi masing-masing dalam sebuah tautan napsu yang pelan-pelan kembali merangkak naik. Tidak ada yang menginterupsi tangan Donny yang bergerak meremas payudara Sania. Begitu juga dengan Sania yang tertarik dengan benda yang masih terbungkus di bawah sana.
"Ssshh ... Mas Donny," Sania mengerang dalam kenikmatan, tangan kekar Donny telah bermain-main di perut Sania, sebelum kemudian melabuhkan tujuannya ke atas gundukan kecil di bagian selatan tubuh wanita itu. "Gue bisa klimaks cuma karena foreplay dari lo doang," kata Sania apa adanya.
"I will make you climax before we get started, Sania," bisik Donny dengan suara serak, syarat akan napsu yang terkandung penuh di dalamnya.
Donny ternyata tidak main-main dengan perkataannya, ia benar-benar membuat Sania kepayahan. Sentuhan yang diberikan bergitu mengintimidasi sekaligus menyenangkan untuk dinikmati.
Sania memang tidak terlalu awam mengenai pengalamannya dalam melakukan seks. Dia bukan perawan. Dia sudah pernah melakukannya beberapa kali dengan mantan pacarnya. Namun bersama Donny, ini adalah pengalaman seks yang berbeda. Tidak bisa dipungkiri bahwa Donny adalah seorang yang ulung dalam melakukan kegiatan ranjang tersebut. Terlihat jelas dengan bagaimana lihainya Donny dalam memperlakukan tubuh Sania.
Tangan lentik Sania berusaha melepaskan kancing-kancing kemeja Donny. Sebelum kemudian dibantu oleh pria tersebut dalam melepaskan kain yang melekat di tubuhnya. Bersama-sama mereka saling membantu melucuti pakaian masing-masing, sampai kemudian mereka telanjang, dan siap mereguk kenikmatan yang telah menunggu keduanya di ujung petualangan.
"Kamu cantik banget," kata Donny memuji, tidak sungkan memandangi tubuh molek Sania yang berbaring pasrah di sofa apartemennya.
"Aku tahu," balas Sania main-main. Sesungguhnya ia gugup sekali. Sebab matanya yang tidak sengaja menatap kejantanan Donny yang tegak menjulang itu seakan tidak ingin beralih dari sana.
"Lihat aja, San," Donny tersenyum miring, tahu apa yang sedang Sania coba tutup-tutupi. "Bukannya lo penasaran sama ini?" tanpa malu Donny memegang penisnya, lalu sengaja menepukkan benda keras itu di depan vagina Sania.
Sania menggigit bibirnya, merasakan sengatan yang tiba-tiba mengalir di pembuluh darahnya. Memberanikan diri untuk memandangi penis itu lekat-lekat, Sania dibuat tidak bisa menahan desahannya saat Donny tiba-tiba menggesekkan penisnya di depan vagina Sania yang terlanjur sensitif. Semakin lama lubang itu semakin basah dan tentu saja siap untuk dimasuki.
"Shit, gesekan kontol lo enak, Mas," Sania merancau acak. Tidak peduli lagi dengan apa yang baru saja ia lontarkan.
"Mau yang lebih enak lagi?" tanya Donny dengan nada misterius yang mengundang kerutan di kening Sania.
Tidak perlu menjawab dengan kata, Donny sudah memposisikan dirinya berada tepat di depan lembah itu dan mendekatkan wajahnya di sana. Diciuminya bibir mulut bawah Sania sambil mengusak hidungnya di sana. Seperti seorang ahli, Donny mulai menjilati lipatan lembut itu menuju atas, dan menemukan daging kecil yang membengkak di sana.
Dimainkannya klitoris Sania dengan lidahnya yang telah bergerak lincah seperti memang terbiasa melakukannya. Dan benar seperti janjinya, Sania dibuat klimaks hanya dengan permainan lidah Donny saja.
"Mas ... aahhh," desahan panjang Sania menyertai cairan yang keluar membasahi lubang senggamanya. "Fuck, this is my first time," aku Sania dengan napas tersengal-sengal.
Donny tersenyum angkuh. "Glad to hear that, Baby."
Kaki yang telah direnggangkan, serta penis yang siap memasuki lubang hangat dan basah itu membuat hati Sania berdetak cepat. Ia sudah cukup lama tidak melakukannya, apakah ia akan baik-baik saja?
Keraguan yang tertangkap di mata Donny membuat pria itu merunduk dan menciumi bibir Sania ringan. Menenangkan wanita tersebut bahwa semua akan baik-baik saja.
Dan penyatuan itu benar berjalan tanpa drama. Desahan dan geraman yang berbaur menjadi suara romantis yang mengiringi degupan jantung yang memacu tinggi.
Sania memeluk Donny erat. "Gerakin, plis," pintanya.
Seperti mendapatkan titah sang putri, Donny pun mulai menggerakkan pinggulnya pelan-pelan. Perlahan-lahan memacu dalam detak jantung yang seirama. Mencari kenikmatan lain yang harus ditempuh dengan tempo yang semakin meninggi. Keduanya larut dalam erangan erotis nan memabukkan. Gelenyar yang terus mengaliri tubuh Sania dan Donny adalah bukti bahwa gairah semakin memuncak, meminta untuk diraih secepatnya.
"Fuck, Sania. Lo sempit banget," Donny mendesah berat kala vagina Sania mengetat, tanda ia telah sampai. Dan mengajak sang pria untuk ikut terbang bersamanya.
Donny klimaks tak lama setelahnya. Dengan cairan yang tertampung seluruhnya di karet kondom yang membungkus penisnya. "Tadi itu luar biasa," komentar Donny yang berbaring menelungkup dan menindih Sania.
"Enak?" pancing Sania sambil memainkan rambut lebat Donny.
"Banget," Donny memainkan puting tegang Sania, lalu menyambarnya dengan mulut.
Isapannya di puting Sania memang pelan, namun tetap mampu membangkitkan gairah Sania yang memang sudah terlanjur sensitif karena stimulasi yang selalu Donny berikan. "Gue jadi sange lagi lho, Mas."
Bukannya menjawab, Donny justru meremas payudara Sania yang menganggur. Memilin puting itu sambil mengisap putingnya yang lain. Seolah ia adalah bayi yang menyusu kepada ibunya.
Tentu saja, permainan mereka masih berlanjut sampai beberapa jam kemudian. Sampai Sania lemas dan hancur karena ulah Donny yang terus menghajarnya dengan kenikmatan bertubi-tubi.
Kata orang seks adalah pelepas stres yang baik, dan sepertinya Sania setuju dengan pendapat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet and Spicy
Short StoryKumpulan short story khusus 21+ Trigger warning: mature, adult romance, sex scene, and agegap I already warned you guys, pilihlah bacaan yang sesuai dengan umur kalian ya :) (cover from pinterest)