Ketika Jiang Cheng membuka matanya, matahari telah bersinar terang. Ia mengerjapkan mata beberapa kali sebelum akhirnya bangkit dari posisi berbaringnya, ia melirik sekilas meja kerjanya dan menghela napas. Semuanya bukan mimpi semata, ia benar-benar telah kembali.
Jiang Cheng berseru, "Apakah ada orang di luar?"
"Ya, Zongzhu. Apakah ada yang anda perlukan?" Balas suara wanita dari arah luar kamar, Jiang Cheng mengangguk sembari berkata, "Ambilkan air untuk mencuci wajah. Tanyakan juga apakah Tuan Lan Qiren sudah sarapan atau belum."
Setelah mengiyakan perintah Jiang Cheng, pelayan wanita itu bergegas pergi melaksanakan tugasnya. Pagi ini Jiang Cheng merasa tubuhnya menjadi jauh lebih baik, ia merasa ringan dan bertenaga, walau sisa-sisa perlawanan dari qi mayat masih ada, tetapi cincin giok pemberian Lan XiChen sungguh membantu Jiang Cheng mengendalikannya.
Bangun dari tempat tidur, Jiang Cheng meraih jepit rambut dan mengikat rambutnya asal. Ia kemudian menarik napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya kasar. Jiang Cheng melepas pakaian atasnya, lalu duduk di samping jendela kamar.
Ada seringai tipis di sudut bibirnya, tidak sesederhana kebahagiaan dan kelegaan, tetapi justru mengandung emosi seperti kecemasan dan kesedihan di waktu yang sama. Tangan Jiang Cheng bergerak mendorong sedikit daun jendela agar terbuka. Angin dingin segera menerpa wajahnya yang pucat.
Sebentar lagi musim dingin. Gudang penyimpanan Sekte Jiang masih memiliki cukup gandum dan beras untuk bertahan selama musim dingin. Akan tetapi, jika perang meletus, itu akan menjadi persoalan yang berbeda. Terlebih banyak warga sipil yang perlu berada di bawah perlindungan para kultivator selama peperangan antara aliansi dan Sekte Wen berlangsung.
Banyak jimat juga sudah terbakar dan rusak setelah peristiwa kebakaran kemarin, tidak ada banyak sumber daya tersisa di tangan Jiang Cheng saat ini. Untuk mengisi kembali persediaan, Jiang Cheng perlu uang dan waktu. Namun, itu adalah dua hal yang paling tidak ia miliki saat ini.
Tanpa sadar Jiang Cheng mengernyitkan dahinya dalam, tangannya mengetuk bingkai jendela secara berkala. Apa yang harus ia lakukan untuk kedepannya? Apa dia bisa melewati krisis ini?
Menghela napas resah, Jiang Cheng akhirnya mengerti penderitaan macam apa yang diemban oleh ayahnya dulu. Sungguh sebuah keajaiban bahwa Jiang Fengmian bisa mempertahankan wajah ramah di bawah semua tekanan ini.
Suara ketukan pintu yang terdengar berhasil mengejutkan Jiang Cheng, ia terlalu fokus hingga tidak menyadari kedatangan seseorang. "Masuk," ujar Jiang Cheng pada pelayan wanita yang mengetuk pintunya.
Tetapi Jiang Cheng tidak menyangka jika sosok yang ia lihat begitu pintu terbuka bukanlah seorang pelayan wanita, melainkan seorang pria di akhir tiga puluhan sedang membawa nampan berisikan dua mangkuk bubur halus dan sepiring kecil kue kering.
Sialan. Kenapa pak tua itu yang datang!?
Jiang Cheng hampir tersungkur karena buru-buru beranjak dan berusaha menyambar jubah luarnya. Ia memberikan salam dengan suara parau dan terjepit, "Selamat pagi, Tuan Lan Qiren. Apa yang membawamu kemari?" Menyebalkan, bahkan ia terdengar menyebalkan.
Jiang Cheng sungguh mengutuk dirinya sendiri dan pelayan yang tidak mengatakan apapun soal kedatangan Lan Qiren. Dengan gelagapan Jiang Cheng mencoba mengikat jubah luarnya, maksudnya adalah....siapa yang tidak akan panik dalam posisinya!?
Terima kasih kepada Lan Qiren yang lebih perhatian, beliau telah berpaling dan meletakkan nampan yang ia bawa di meja dan berbalik badan menunggu Jiang Cheng menyelesaikan acara berpakaiannya. Tentu saja Jiang Cheng tidak terlalu memerhatikan detil itu! Ia sedang mencoba menjaga harga diri yang baru ia bangun kemarin, itu bahkan belum sejengkal dan ia sudah menghancurkannya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Darkness : XiCheng
FanfictionSekte Jiang jatuh dalam kegelapan. Tidak ada yang bisa mengulurkan tangan untuk menarik Jiang Cheng dari kubangan lumpur yang menenggelamkannya. Bagaimana jadinya jika Jiang Cheng yang kehilangan inti emasnya tidak pernah bertemu dengan Wei Wuxian? ...