40. Mimpi Buruk yang Lain (1)

316 42 4
                                    

Dalam semalam markas Kota Xian yang tadinya ramai oleh para kultivator, kini menjadi lebih sepi setelah Lan XiChen dan Lan Wangji membawa sebagian besar dari mereka untuk bergabung dengan pasukan utama mereka di perbatasan Qishan. Jiang Cheng kembali melepas kepergian mereka untuk berangkat menuju Qishan, hatinya merasakan sedikit perasaan tidak nyaman. Mungkin perasaan ini adalah kecurigaan yang tidak lagi bisa ia pendam.

Begitu angin berhembus, aroma dupa yang kuat segera tercium. Jiang Cheng memejamkan matanya, di tangannya tergenggam sebuah gulungan dari bambu. Ia duduk di kamarnya dan merenung, sebagai seseorang yang telah cukup berkontribusi pada aliansi...Jiang Cheng masih merasa semua yang ia lakukan tidak cukup. Seharusnya ia bisa melakukan lebih banyak hal, namun begitu banyak faktor yang membuatnya tidak memiliki kemampuan untuk melakukannya.

Rambut panjangnya tergerai, menutupi separuh wajah muda dan mempesona miliknya. Jiang Cheng melemparkan dengan asal gulungan yang ada di tangannya sebelum menghela napas kasar dan menghempaskan punggungnya ke ranjang.

Malam begitu sunyi dan hanya diisi oleh suara angin yang menderu serta salju yang kembali turun, sampai ketukan di pintu kamar Jiang Cheng memecah sunyi.

Seolah sudah tahu siapa yang akan mengganggunya di waktu ini, Jiang Cheng tidak membukakan pintu untuk orang itu. Dan benar saja, bahkan tanpa Jiang Cheng bersusah payah bangkit dari posisi nyamannya, orang itu sudah masuk ke kamarnya secara paksa. 

Jiang Cheng mengangkat sebelah alisnya ketika Wei WuXian duduk tepat di sisi ranjang yang kosong, ia membiarkan pria itu diam selama beberapa saat sampai akhirnya bergeser untuk memberi Wei WuXian lebih banyak ruang. Jiang Cheng mengerang pelan dan memendam wajahnya pada seprai, "Apa yang kamu lakukan di sini?" Gumamnya agak tidak jelas.

Namun, Wei WuXian masih bisa menangkap kata-kata Jiang Cheng. Ia melepaskan sepatunya dan sepenuhnya duduk bersila di atas ranjang, Wei WuXian berdehem, "Cepat bangun dasar kucing pemalas."

"Sialan, siapa yang kau panggil pemalas?" Tidakkah Wei WuXian melihat Jiang Cheng bekerja cukup keras hari ini? Kesal dengan ucapan saudaranya, Jiang Cheng menendang pria yang duduk di sisinya itu. Tentu saja itu meleset karena Wei WuXian yang menghindar dengan sepenuh hati. Justru dengan kaki yang masih melayang di udara, Wei WuXian menyambar pergelangan kaki yang memiliki sedikit memar tersisa itu.

Ia sengaja melakukan hal itu untuk memaksa Jiang Cheng duduk dan berbicara dengan benar, ia hanya tidak menyangka Jiang Cheng akan memekik kesakitan dan menghadiahinya tatapan tajam. 

Sontak saja Wei WuXian melepaskan cengkramannya dan melihat lokasi ia menyentuh Jiang Cheng barusan. Memar samar memang terlihat, tetapi jika melihat lebih teliti lagi, memar itu melingkar dan beberapa bagian tampak lebih parah dari yang lain.

Wei WuXian, "Ini...kapan kau terluka?"

"Sudah lama." Balas Jiang Cheng dengan kekesalan yang kentara,  lagipula luka memar itu memang sudah sejak lama ia miliki. Hanya beberapa minggu berlalu sejak ia memasuki aliansi dan melepaskan diri dari Wen Ruohan. Semua bekas siksaan itu tidak akan hilang dengan mudah bukan?

Ah...jika diingat-ingat lagi Jiang Cheng hampir melupakan dirinya pernah terluka cukup parah di daerah punggung. Tapi Jiang Cheng segera menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran yang tidak relevan. Ia terbatuk kecil sebelum melanjutkan, "Bukan masalah besar. Jadi, kenapa kau kemari? Ada hal yang ingin kau bahas?"

Sesungguhnya Wei WuXian ingin mendorong Jiang Cheng sedikit lebih jauh untuk menceritakan lebih banyak hal padanya. Tapi Wei WuXian menahan diri. Meski hampir tak terlihat, Wei WuXian bisa merasakan sorot mata Jiang Cheng yang mengatakan bahwa ia tidak ingin membicarakan apapun terkait luka-luka di tubuhnya.

Eternal Darkness : XiChengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang