Kesiur angin musim dingin menjadi jauh lebih menyiksa daripada biasanya. Malam ini badai datang, pandangan mata seseorang dengan mudah dikaburkan oleh salju yang turun begitu lebat, bahkan seorang kultivator sekalipun perlu fokus jika ingin benar-benar mengamati sekitar. Di tengah kecamuk salju yang ganas malam ini, semua orang akan segera menutup pintu rapat-rapat, menyumpal setiap lubang di rumah mereka, menyalakan perapian, lantas meminum teh panas atau bergelung di balik selimut tebal.
Namun, tidak bagi seseorang yang begitu malang. Berdiri seorang diri di tengah gerbang kota, tidak bergerak sedikitpun. Tatapannya sayu, tapi menunjukkan kekeraskepalaan yang menyebalkan. Rambut yang panjangnya tidak mencapai bahu itu dinodai salju yang membeku, kultivasinya telah lama disegel sehingga kulitnya yang pernah berwarna kecoklatan kini menjadi lebih pucat dari susu.
Ia tidak bergerak, lebih tepatnya tidak mampu bergerak. Faktanya adalah terdapat belenggu yang melingkari lehernya, kedua tangannya diikat ke atas, membuatnya menggantung di gerbang kota. Pakaian compang-camping penuh darah, bekas luka yang terlihat, semua hal di tubuhnya membuat sosok Nie Mingjue kehilangan seluruh aura ganasnya.
Dibiarkan begitu lama berada di tengah cuaca ekstrem seperti ini membuat sedikit demi sedikit inderanya mati rasa, hal itu membuatnya tidak menyadari seseorang melangkah mendekat dari arah belakang. Berbanding terbalik dengan dirinya yang kumal dan di ambang kematian, orang itu datang dengan lentera di tangannya. Tubuhnya dibalut oleh pakaian berkualitas tinggi, jubah bulu yang tebal dan hangat, serta sebuah senyuman yang seakan tidak pernah menghilang dari wajahnya.
Meng Yao tidak gentar saat ia melangkah maju, tidak ada seorangpun di sisi Nie Mingjue. Saat ini badai dan para penjaga akan berada di tempat yang lebih layak, menghindar dari dingin. Kesiur angin menerbangkan ujung jubahnya yang panjang, selain itu di tangannya yang lain terdapat seteko air panas.
Tepat setengah meter dari Nie Mingjue, Meng Yao berhenti. Ia memanggil dengan lembut, "Mingjue Xiong."
Tidak ada reaksi, Nie Mingjue sungguh tidak mendengar apapun saat ini, pandangan matanya saja mulai kabur. Namun, tiba-tiba saja secercah cahaya terlihat di sudut matanya, sebuah lentera diletakkan di sebelah kakinya. Nie Mingjue ingin melihat siapa orang yang telah melakukan hal tersebut, lalu sebuah tangan sudah lebih dulu memeluknya dari belakang, napas hangatnya menjadi panas karena angin dingin yang menerpa.
Tubuh membeku Nie Mingjue bergetar seketika, ia tidak mau menebak siapa orang itu... karena ia jelas mengenali pemilik lengan yang berani memeluknya seperti ini. Meski tidak mau, Nie Mingjue juga tidak dapat menepisnya, bahkan ia enggan melawan.
"Mingjue Xiong," sekali lagi Meng Yao memanggil namanya. Entah itu karena memori yang mendadak mengisi pikiran Nie Mingjue atau bukan, tetapi kali ini ia mendengar panggilan itu. Panggilan dari suara yang hangat dan lembut, berbanding terbalik dengan musim dingin yang membelenggu mereka sekarang.
'A-Yao' bisik Nie Mingjue dalam hatinya.
Namun, belum sempat kehangatan itu meresap ke dalam dirinya, Meng Yao sudah lebih dulu melepaskan jeratan lengannya, ia melangkah ke hadapan Nie Mingjue. Sosok Nie Zongzhu selalu tinggi dan gagah, mendominasi semua orang, Meng Yao perlu mendongak untuk bertemu pandang dengan sepasang mata Nie Mingjue yang menyipit.
Wajah mungil itu untuk sesaat hanya menatap kosong pada Nie Mingjue, cahaya dari lentera yang diletakkan di tanah tidak bisa mencapai wajahnya. Dari balik jubah tebalnya, Meng Yao mengeluarkan sebuah cangkir kecil lantas menuangkan air panas dari teko yang ia bawa.
"Mingjue Xiong, dalam beberapa bulan terakhir... sejak aku pergi dari Aliansi, apakah kamu pernah berpikir untuk setidaknya sekali saja... mendengarkan penjelasan ku?" Tanyanya dengan tenang, ia bahkan mengangkat cangkir berisi air panas itu ke bibir membiru Nie Mingjue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Darkness : XiCheng
FanfictionSekte Jiang jatuh dalam kegelapan. Tidak ada yang bisa mengulurkan tangan untuk menarik Jiang Cheng dari kubangan lumpur yang menenggelamkannya. Bagaimana jadinya jika Jiang Cheng yang kehilangan inti emasnya tidak pernah bertemu dengan Wei Wuxian? ...