53. Awal dari Kekalahan (3)

206 30 16
                                    

Di luar sana matahari telah sempurna tenggelam, tidak ada lagi berkas cahaya yang menyusup di antara ventilasi udara yang dapat membantu menerangi ruangan ini. Hanya memiliki beberapa lilin yang menyala redup, tidak peduli setinggi apa langit-langitnya, Jiang Cheng tetap merasa sesak. 

Cahaya lilin bergoyang ketika Wen Ruohan menyibak tirai kasa tempat tidurnya. Jiang Cheng sontak mendongak untuk melihat teror terbesarnya itu. Seketika itu juga napasnya seperti berhenti, kepalanya kosong saat melihat sosok Wen Ruohan.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, saat ini Wen Ruohan tidak lagi mengenakan jubah kebesarannya, tidak menata penampilannya, apalagi menyisir rambutnya. Hanya berbalutkan jubah dalam berwarna putih, Jiang Cheng bisa melihat dada dan perut Wen Ruohan segera setelah ia menyibak tirai tempat tidur itu. Nyatanya, Jiang Cheng bukan satu-satunya yang tertegun. Nie Mingjue yang sejak tadi sibuk menggeram marah dan mendengus muak bahkan berhenti mengeluarkan suara konyolnya.

Di balik kain yang berkualitas tinggi itu tidak ada lagi bagian yang bisa dilihat. Sekilas itu nampak seperti luka bakar yang menghiasi tubuh Wen Ruohan, beberapa telah kering dan sebagian lainnya terlihat layaknya luka baru. Tanpa Jiang Cheng sadari, orang yang ia perhatikan kini mengulas senyum mengejek, "Benar-benar anak muda yang naif. Meng Yao, apa kau pikir orang seperti mereka memiliki kesempatan untuk menjungkirbalikkan kekuasaanku?"

Meng Yao, "Tentu saja tidak, Zongzhu. Selanjutnya, apa yang ingin Zongzhu lakukan pada mereka?"

Beberapa kali menatap Nie Mingjue dan Jiang Cheng secara bergantian, Wen Ruohan akhirnya memutuskan. "Bawa Nie Mingjue untuk diikat di gerbang kota. Potong rambutnya dan biarkan semua orang melihat kekalahannya. Jangan berikan air sedikitpun, aku ingin mendengarnya memohon padaku, merangkak atas keinginannya sendiri."

Bagi seorang kultivator, terlebih Nie Mingjue yang merupakan putra keluarga besar dengan sejarah panjang, rambutnya adalah bentuk kebaktian pada orang tuanya, harga diri, serta martabatnya. Oleh karenanya, begitu mendengar kalimat perintah dari Wen Ruohan untuk pertama kalinya Nie Mingjue mencoba bergerak. Tentang bukan untuk menyerang, melainkan mendorong dirinya sendiri menjauh. Mencoba melarikan diri dari situasi ini. 

Meng Yao berdiri di sisi Wen Ruohan dan tersenyum tipis, ia melangkah mendekat. Namun, sebelum bisa melakukan apapun Jiang Cheng sudah lebih dulu mendorong dirinya sendiri untuk mencegah Meng Yao mendekat ke arah Nie Mingjue.

Bahunya menabrak lantai dengan keras, matanya melotot marah. Bahkan jika hal ini tidak berguna, Jiang Cheng tidak mau diam saja melihat perilaku semena-mena Wen Ruohan.

Dan memang seperti apa yang telah Jiang Cheng perkirakan, perbuatannya tidak berpengaruh sama sekali. Justru karena tindakannya, Wen Ruohan sendiri yang akhirnya berdiri dan menarik rambut panjangnya yang terurai. Membawa Jiang Cheng menjauh dari Nie Mingjue.

Wen Ruohan, "Kau punya hal lain untuk dikhawatirkan, Nak. Meng Yao, kau urus orang Nie itu... laporkan saat aku memanggilmu nanti."

Sedikit menoleh, Meng Yao mengangguk sopan. Lantas ia bergegas berlutut di dekat Nie Mingjue, sebuah belati mengkilap digenggam di tangan kanannya, Meng Yao berbisik lembut, "Izinkan aku, Nie Zongzhu."

"MENG YAO!!! KAU GILA!?" Bentak Nie Mingjue kelabakan. Tangan dan kakinya terikat, kultivasinya telah disegel, ia tidak punya kuasa tetapi masih berharap untuk mendapatkannya. Keputusasaan. Hal yang selalu berhasil diterapkan Wen Ruohan pada setiap tahanannya.

Sejujurnya, tanpa panjang lebar Meng Yao mencengkram sebagian besar rambut panjang Nie Mingjue dan memotongnya, untaian rambut segera menutupi wajah Nie Mingjue, ia membeku.

Meng Yao berbisik pelan, "Wen Zongzhu, izinkan saya undur diri dan membawanya pergi."

"Pergi." Balas Wen Ruohan singkat.

Eternal Darkness : XiChengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang