10. Aku Mengkhawatirkanmu, Apa Kamu Mengkhawatirkanku?

1K 163 39
                                    

Saat ini musim gugur akan segera berakhir dan musim dingin akan datang, tenda yang terpasang tidak bisa menghalau angin sebaik dinding ruangan. Jiang Cheng, anehnya tetap tenang dibalik selimut tipis yang menutupinya, sementara Lan XiChen terus menerus terbangun dari tidurnya setiap beberapa jam sekali. Lan XiChen yang terluka di beberapa tempat tidak bisa menahan diri untuk tidak mengernyit setiap kali kulitnya tergesek oleh lapisan pakaian, lalu setelahnya ia akan mulai menatap seseorang di sampingnya yang tetap pulas.

Entah sudah berapa lama Lan XiChen menatap Jiang Cheng dalam diam, sampai tangannya terangkat untuk mengelus kepala pria itu dengan lembut. Hatinya sakit ketika melihat balutan perban yang agak berantakan melilit tubuh Jiang Cheng, sisa darah yang merembes juga membuat dia merasa jauh lebih buruk.

Lan XiChen menyalahkan dirinya sendiri untuk semua luka ini. Jika saja ia tidak meninggalkan Jiang Cheng begitu saja sebelumnya, pria ini tidak akan tersakiti lebih jauh. Lan XiChen hanya ingin membersihkan jalan yang akan mereka lalui menuju balai pengobatan, tapi ia justru membuat Jiang Cheng menghadapi bahaya kematian seorang diri. Sepasang kaki yang tak bisa berjalan saja sudah membuatnya tidak tega, dan sekarang semua yang terjadi....Lan XiChen hanya bisa menghela napas kecewa.

Di luar masih gelap, bau tanah yang basah oleh air tercium kuat, membuat suasana jauh lebih baik. Biarkan air hujan membantu mereka melupakan sejenak pertempuran berdarah hari sebelumnya, menghapus jejak aroma darah yang tersisa. Seluruh tubuh Lan XiChen lelah, tapi ia tidak dapat tertidur sama sekali. Jadi, ia bangkit perlahan dari ranjang, berusaha tidak membangunkan Jiang Cheng, lalu mengenakan mantelnya rapat-rapat.

Lan XiChen berjalan keluar, tidak ada banyak hal yang dilihat olehnya saat tirai tenda dibuka. Hanya ada beberapa kultivator yang berjaga dan beberapa pelayan yang mencuci kain bernoda darah. Seseorang mengapa, "Zewu-Jun, apakah ada sesuatu yang anda perlukan?" Lan XiChen segera berbalik, seorang kultivator muda menatapnya penasaran.

Lan XiChen mau tidak mau meneliti penampilannya, rambut yang berantakan, lengan kanan yang dibebat oleh kain hitam, memar di dahi dan lehernya. Setelah mengamati semua itu barulah Lan XiChen menggelengkan kepalanya, "Tidak ada. Kamu beristirahatlah," balasnya lembut, maka kultivator itu pergi setelahnya.

Angin dingin tidak pernah berhenti, Surai panjangnya yang hitam kelam itu tertiup angin  dan melambai-lambai seindah ombak lautan. Langkah demi langkah ditempuhnya, menjauh dari arena perkemahan, menuju sebuah halaman yang cukup kecil di sudut yang terpencil. Lan XiChen mendongak dalam diam, matanya yang setajam pedang meneliti langit dengan saksama.

Sedikit kilau gemilang terlintas dimatanya saat seekor burung merpati putih melintas, Lan XiChen segera saja mengangkat tangan kanannya, membiarkan burung tersebut hinggap di jarinya. Bibir tipis itu tersenyum hangat, melepaskan surat yang terikat di kaki merpati itu lantas kembali melepasnya pergi.

Akan tetapi, senyum itu tidak bertahan lama. Tangan Lan XiChen gemetar begitu ia melirik secarik kertas dalam genggamannya, namun tidak ada waktu untuk menjadi ragu-ragu saat ini, meski takut Lan XiChen membuka gulungan surat itu dan membacanya.

Isinya singkat, hanya ada satu kalimat, 'Wen Ruohan jatuh sakit, menyerang sekarang'. Menyerang sekarang? Bagaimana mereka bisa menyerang? Mereka jelas-jelas sedang berada di bawah kondisi darurat. Tidak seorangpun tahu kapan Sekte Wen akan kembali menyerang, sementara sebagian besar kultivator di pihak mereka sedang terluka parah. Dia jelas ingin menyerang, tapi siapa yang bisa menyerang di situasi seperti ini?

Bibir Lan XiChen bergumam ringan, lantas setelahnya kertas di tangannya segera berubah menjadi abu. Ia berbalik untuk mendiskusikan sesuatu dengan Nie Mingjue, namun dalam perjalanannya ia justru bertabrakan dengan seseorang. Lan XiChen mengernyit, "Apa yang kamu lakukan?" Ada kemarahan di dalam suaranya, tapi lebih daripada itu...

Eternal Darkness : XiChengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang