Seperti yang sudah Jiang Cheng diskusikan dengan Lan Qiren, saat ini seorang remaja berusia tujuh sampai delapan belas tahun dengan wajah pucat itu duduk di bawah atap kamarnya sambil terus membaca gulungan berisikan laporan dan berita. Jiang Cheng sudah beberapa kali menguap sejak ia memutuskan untuk melanjutkan bacaannya setelah makan siang, tetapi sorot matanya tidak menunjukkan tanda bahwa dirinya akan beristirahat.
Teh di teko sudah dingin, tetapi Jiang Cheng masih meminumnya dengan santai. Mungkin kebiasaan lama yang ia bawa dari kenangan tinggal sebagai tahanan rumah Sekte Wen tidak hilang begitu saja.
Masih menatap deretan tulisan yang dipnuhi kalimat bertele-tele, Jiang Cheng hanya bisa merutuki cara para petinggi ini yang masih saja bicara berputar-putar dan tidak langsung ke inti permasalahan. Yah, Jiang Cheng tidak bisa melakukan apapun untuk itu, jadi yang ia lakukan selama ini adalah mendengus dan merutuk.
Begitu tenggelam dalam kesunyian, mendadak sebuah nyeri yang menusuk terasa dari arah jantung Jiang Cheng. Alis yang senantiasa mengernyit tipis itu kini merajut menjadi satu, bibirnya bergetar karena semakin lama perasaan seperti ditusuk ribuan jarum mulai merambat ke tangan dan kakinya.
Mengerang tertahan, Jiang Cheng seketika melemparkan gulungan yang ia genggam dan meremas dadanya yang nyeri. 'Sial. Sial. Sial. Kenapa begitu menyakitkan!?' karena tidak mau menarik perhatian banyak orang, Jiang Cheng hanya bisa menahan dirinya sendiri agar tidak membuat keributan.
Untuk beberapa saat Jiang Cheng memang merasa bingung ketika rasa sakit ekstrim ini menyapanya. Namun, setelah sedikit menjernihkan pikirannya Jiang Cheng menyadari jika penderitaannya disebabkan oleh qi mayat yang ia kultivasikan.
Setelah membuang napas kasar Jiang Cheng memaksa dirinya sendiri untuk duduk dalam posisi lotus dan mulai bermeditasi. Jiang Cheng memejamkan matanya, lantas ia segera melihat seluruh meridian dan pembuluh darahnya dialiri oleh qi mayat yang mengamuk. Alirannya kacau dan bergerak tidak tentu arah. Ia bahkan mendapati beberapa dinding meridiannya telah robek dan menyebabkan luka dalam.
Ada sedikit kepanikan yang menyapa Jiang Cheng. Akan tetapi, Jiang Cheng tahu ia tidak bisa berhenti sekarang atau semuanya akan sia-sia. Sambil menggertakkan gigi penuh kekeraskepalaan, ia membentuk segel tangan yang pernah ia pelajari untuk mengendalikan diri ketika seseorang mengalami penyimpangan qi.
Gerakan tangannya tidak cepat, cenderung lambat. Bahkan ia membuat kesalahan beberapa kali karena nyeri di jantung dan ujung jemarinya semakin intens. Mungkin diperlukan tiga sampai empat kali percobaan sebelum Jiang Cheng bisa mendorong sedikit demi sedikit qi mayat yang berkeliaran seenaknya itu untuk kembali jalan yang benar.
Peluh telah membasahi dahi Jiang Cheng, tetapi dia tidak juga menyekanya. Kucing keras kepala ini nekat menjahit kembali meridiannya yang rusak, beruntung tidak separah itu hingga menghabiskan banyak tenaga. Menarik napas dalam-dalam, Jiang Cheng memusatkan dirinya pada konsentrasi yang tinggi.
Bukanlah rahasia umum bagi para kultivator saat mereka bisa merasakan keberadaan seseorang di sekitar mereka. Biarpun mata mereka terpejam, kondisi ini justru meletakkan mereka pada konsentrasi tertinggi.
Sudah lama sejak Jiang Cheng bisa melihat keadaan sekitarnya dalam kondisi mata tertutup. Itu sebabnya ia tidak ragu untuk melemparkan kuas tulis yang telah dialiri energi menuju suatu titik di dekat jendelanya.
Dalam 'penglihatan' Jiang Cheng, dirinya bisa melihat bayangan sesosok pria bersandar pada dinding luar kamarnya. Mengabaikan sisa-sisa penderitannya, Jiang Cheng melompat dari duduknya dan menerjang ke arah jendela.
Ia menghnus Sandu dan mengayunkannya untuk menyerang orang tersebut.
CLANG!!!
Begitu bilah tajam Sandu ditahan oleh sebuah seruling hitam pekat, Jiang Cheng mengarahkan pandangannya pada sang pemilik instrumen. Mata dengan manik abu-abu itu bertemu sepasang netra yang sangat ia kenal. Bergetar sekujur tubuhnya, Jiang Cheng menemukan senyum familiar yang ia rindukan. Namun, tidak ada keceriaan seperti di masa lalu. Senyum itu lesu dan hampa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Darkness : XiCheng
FanfictionSekte Jiang jatuh dalam kegelapan. Tidak ada yang bisa mengulurkan tangan untuk menarik Jiang Cheng dari kubangan lumpur yang menenggelamkannya. Bagaimana jadinya jika Jiang Cheng yang kehilangan inti emasnya tidak pernah bertemu dengan Wei Wuxian? ...