33. Selalu Ada Jalan Bagimu tuk Kembali

409 59 8
                                    

Sejauh mata memandang hanya ada salju yang menutupi atap serta jalanan. Beberapa pria kasar sedang bekerja membersihakan salju dari jalanan utama, beberapa juga menggotong kayu bakar untuk perapian. Jiang Cheng duduk di dalam sebuah kereta kuda yang berjalan lambat, menghindari resiko tergelincir, sambil menatap pemandangan sekitarnya.

Setelah berdebat tentang sesuatu yang sepele dengan Wei WuXian, Jiang Cheng akhirnya bisa pergi dengan kereta kudanya menuju Kota Xian. Tentu saja parasit satu itu menempel di sisinya, tetapi sekarang Wei WuXian tengah tertidur pulas dengan wajah tampannya yang menyebalkan. Jiang Cheng meremas Sandu, ia merasa gugup dan cemas.

Apakah ia akan diterima?

Apakah kedatangannya benar-benar bisa membantu semua orang?

Bisakah dirinya menanggung tanggung jawab ini?

"Hah.." Jiang Cheng menghela napas kasar. Uap terbentuk setiap kali Jiang Cheng menghembuskan napas, musim dingin belum mencapai titik ekstremnya tetapi ia sudah kewalahan.

Sembari menikmati pemandangan serba putih yang membosankan, Jiang Cheng merutuki Lan Qiren yang melarangnya untuk berkultivasi sementara ini. Dia berkata tubuhnya yang sekarang tidak mampu untuk menahan kekuatan semacam itu. Namun, jika terus begini kapan ia bisa membalaskan dendamnya pada Bajingan Wen?

Jiang Cheng kembali melirik pada sosok saudaranya yang masih memejamkan mata. Meski nampak tumbuh sebagai pria yang gagah dan tampan, Wei WuXian nyatanya memiliki kulit super pucat layaknya orang yang tak pernah terpapar sinar matahari. 'Padahal ia memiliki kulit kecoklatan dulu' pikir Jiang Cheng, ia juga mengamati tubuh yang tinggi besar itu sebenarnya kurus, pun hanya berupa kulit dan otot membungkus tulang.

Keraguan memeluk diri Jiang Cheng, tangannya terangkat untuk menyentuh permukaan wajah yang familiar itu. Ujung jarinya bersentuhan dengan helaian rambut Wei WuXian. Jiang Cheng tidak tahu apakah ia pernah setenang ini melihat Wei WuXian.

PLAAKK!!

Suara tamparan terdengar nyaring. Lengan Jiang Cheng terlempar begitu Wei WuXian menepisnya sekuat tenaga.

Awalnya Jiang Cheng ingin memarahi Wei WuXian yang bersikap kasar, tapi begitu ia melihat sepasang manik gelap itu ia tidak lagi bisa berkata-kata. Aura mencekam menyelimuti mata Wei WuXian, membuatnya tidak lagi mengenali jika yang berada di hadapannya sekarang adalah sosok saudara angkatnya, Jiang Cheng.

Makian Jiang Cheng berhenti di pangkal tenggorokan, ia terbatuk kecil dan bertanya, "Apa yang salah denganmu?"

Sejenak, Wei WuXian tidak menjawab. Ia masih menatap Jiang Cheng dengan tajam, melihat sekitar dengan awas dan penuh antisipasi.

Suara berisik ini mungkin menimbulkan kekhawatiran dari kusir, membuatnya berteriak dari tempat duduk pengemudi. "Jiang Zongzhu, apakah semuanya baik-baik saja?"

Jiang Cheng mengerjapkan mata, buru-buru menjawab, "Ya, semuanya baik-baik saja." Lantas ia kembali menjadikan Wei WuXian sebagai fokusnya, "Wei WuXian, kau...tak apa?"

Syukurlah kali ini Wei WuXian berhasil keluar dari kebingungannya, ia menanggapi meski agak kaku, "Oh...ya, aku...aku hanya sedikit...kelelahan."

"Baiklah, kau bisa tidur lagi."

"Tidak, itu tidak perlu."

Tangan Jiang Cheng kembali terulur untuk memeriksa suhu tubuh Wei WuXian, siapa tahu ia demam karena sering begadang bersamanya? Namun, lagi-lagi Jiang Cheng ditepis, meski tidak sekeras sebelumnya. Yah, ini pemandangan yang cukup asing, biasanya Wei WuXian akan memilih bertingkah manja daripada bersikap sok tangguh seperti ini.

Eternal Darkness : XiChengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang