PART 3

3.2K 293 8
                                    

PART 3.





"Baik anak-anak pelajaran ibu cukup sampai disini. Jangan lupa, minggu depan tugasnya sudah harus dikumpul. Dan ingat, yang tidak mengumpulkan tugasnya. Ibu tidak akan segan-segan memperi kalian hukuman. Ngerti!?"  tegas Melina. Selaku, guru pelajaran bahasa Indonesia.

"Ngerti, bu guru..." seru mereka serempak.

"Baiklah, kalau begitu. Ibu permisi dulu, Assalamu'alaikum." ujar Melisa seraya menyambar tas dan beberapa bukunya dan segera melangkah pergi dari sana.

"Wa'alakumsalam." seru mereka serempak

"Yuhuuuu, kantin kita." ucap heboh teman kelas mereka. Perkumpulan cewek-cewek alay yang terdiri dari tiga cewek.

"Yuk, cacing-cacing di perut gue udah pada demo nih. Tapi, tunggu dulu." salah satu cewek itu, meronggoh saku bajunya dan mengeluarkan satu benda berupa bedak padat yang didalamnya sudah terdapat kaca kecil "Gue harus selalu tampil, perfect." jari-jari mungilnya mulai menata beberapa anak rambutnya dan juga sedikit mengoles sedikit bedak diwajahnya. Kalian bisa sebut dia Nana.

"Kelamaan, lo." Tasya yang mulai kesal dengan kelakuan satu temannya ini memutuskan untuk berjalan lebih dahulu meninggalkan kedua temannya. Melangkah keluar mendahului.

"Sya, tunggu, elah..." teriak Amel. "Udah, Na, ayo. Keburu Tasya ngambek." perlu kalian ketahui Tasya orangnya memang tidak begitu suka menunggu.

"Tunggu ben---"

"Lamaaaa..." Amel menarik paksa Nana ia melangkah cepat menyusul langkah Tasya.

"Dasar kelakuan bocil, prik." cibir Irsyad.

"Kelakuan teman kelas lo, tuh." pungkas Eby.

"Teman kelas lo juga, kalau lo lupa." ucap Irsyad dengan merotasikan kedua bola matanya.

"Kantin." titah Rakha.

"Hayukkkk, gue juga mau ngapel sama Haura."

"Bucin, lo." cibir Afan.

"Dari pada lo, jomblo." ledek Haidar.

"Terserah, lo." ucap Afan lalu berjalan lebih dahulu. Meninggalkan para sahabatnya disana.

"Fan, tungguin gue." teriak Eby lalu berlari mengejar Afan.

"Rakh, ayo. Tadi kata lo mau ke kantin."

"Hmmm.. Ayo, La." ajak Rakha.

"Kemana?" tanya Mala.

Rakha menghela nafas panjangnya. Ia berusaha mengatur emosi yang kapan saja membeludak. "Tadi gak denger?" tanya balik Rakha.

"Rakha, sabar." ucap Rafka dengan menepuk pelan bahu Rakha.

"Maaf." cicit Mala.

"Kantin." ucap Rakha.

"Rakha duluan aja. Aku gak ke kantin. Aku udah kenyang. Tadi pagi aku udah sarapan dirumah." jawab Mala. Ia tidak mungkin ke kantin, uang aja dia gak punya. Terus gimana nanti cara dia bayarnya.

"Gue maunya ke kantin sama, lo. Cepetan berdiri!" ucap Rakha sembari berdiri dari duduknya

Mala mendogak keatas. Lalu ia menggeleng menatap kearah Rakha. "Aku udah kenyang, Rakh. Kamu, kalau mau kekantin. Kekantin aja duluan. Aku biar dikelas aja." jawab Mala.

"Berdiri atau gue seret!?" ancam Rakha. Tatapan Rakha begitu tajam. Ingat kata-kata ini. Kesabaran Rakha hanya setipis tisu.

"Rakh, udah. Kalau Mala gak mau jangan dipaksa." ucap Calvin.

HURT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang