⚠️Warning⚠️
- Banyak adegan kekerasan dan kata-kata kasar. Mohon bijaklah dalam membaca-
Basmalah Ilona Gralind, biasanya akrab disapa dengan sebutan Mala. Dia adalah anak yang diadopsi oleh keluarga Pradipta. Mereka mengadopsi Mala tujuan awalnya h...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
________________
"Cemilan udah, minuman juga udah, waktunya pulang." seru Cantika saat ia baru saja keluar dari minimarket sembari menenteng dua kantong kresek belanjaannya.
"Tinggal nungguin taxi." gumam Cantika lalu ia berjalan melanjutkan langkah kakinya kembali. Sesampainya dibibir jalan, ia menghentikan langkahnya tepat disana, lebih tepatnya di trotoar jalan.
Sudah 15 menit Cantikan telah berdiri di trotoar sana, namun hasilnya tetap nihil tidak ada sama sekali taxi yang lewat sedari tadi.
"Kok tumben gak ada taxi yang lewat sih." gumam Cantika. Ia melirik jam tangannya yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Udah jam 9 malam lagi." gerutu Cantika, padahal perasaannya tadi ia keluar jam 7 tapi kenapa waktu berlalu begitu cepat.
"Gimana dong kalau gak ada taxi yang lewat." lirih Cantika. "Yaudah deh, terpaksa gue jalan kaki." ucapnya lalu ia dengan terpaksa melanjutkan langkahnya kakinya. Saat langkahnya sudah lumayan jauh dari minimarket, tiba-tiba langkahnya terhenti saat ada dua preman yang menghadangnya. Preman itu nampak mabuk, karena bisa dilihat kedua preman itu memegang botol wine ditangannya.
"Hallo neng cantik. Malam-malam ngapain keluar sendirian, jalan kaki lagi." kata Preman dengan perawakan tubuhnya yang gempal dan juga kulit yang sedikit hitam.
Cantika yang dihadang oleh kedua preman itu merasa ketakutan. Badannya bergetar hebat. Ia tahu rumor dari beberapa orang, kalau jalan yang ia lewati saat ini adalah jalan yang biasanya sering dilewati juga oleh preman karena jalan ini nampak sunyi dan sepi. Dan begitu bodohnya dirinya lewat jalur ini. Tadi niatnya lewat jalur ini biar ia cepat sampai rumah. Karena ia tahu, hanya jalan ini yang menjadi jalan pintas agar cepat sampai rumahnya.
"Ma--maaf bang. Saya permisi ma--mau lewat." ucapnya terbata. Jujur ia saat ini sedang dilanda ketakutan. "Andai aja mobil gue gak dibengkel pasti kejadiannya gak kayak gini." lirih Cantika dalam hati.
"Kenapa buru-buru sih neng. Neng gak mau gitu nemenin abang-abang ini. Kita senang-senang dulu, ya gak, bang." pungkas preman yang satunya lagi, preman dengan ciri-ciri berbadan tinggi dengan beberapa aksesoris kalung rantai yang melingkar dilehernya dan juga gelang rantai yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, warna kulitnya sedikit kecoklatan. Membuat kesan, menakutkan.
"Biarin gue lewat, ya, bang, please." kini keringat dingin sudah membasahi dahi dan juga pelipisnya. Kepalanya sedari tadi celingak-celingkung mencari kehadiran seseorang. Namun hasilnya tetap nihil tidak ada orang sama sekali yang lewat dijalur ini.
"Bisa mampus gue. Gimana sama nasib gue setelah ini." gumam Cantika dalam hati.
"Ayo neng, kita seneng-seneng." kini preman itu sudah berani memegang pergelangan Cantika.
"Gak, lepasin tangan gue! Tolong, tolong!" teriak Cantika panik, walaupun ia tahu usahanya meminta tolong akan sia-sia karena memang jalan ini terlalu sepi. Sedari tadi ia tidak melihat sama sekali batang hidung seseorang yang melewati jalan ini.