PART 41

4.4K 326 30
                                    

Hai kemabli lagi dengan cerita aku...
Hayo, siapa yang masih setia nungguin, hihihi...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bukan Rakha namanya kalau kesabarannya tidak setipis tisu dibagi 10. Setelah ia pergi dari depan kamar Mala, Rakha memutuskan untuk pergi ke kamarnya untuk mengambil kunci cadangan kamar Mala. Menurutnya, menunggu waktu selama 15 menit itu adalah waktu yang sangat lama. Maka dari itu, ia memutuskan untuk mengambil kunci cadangan. Setelah mengambil kunci cadangan. Rakha segera kembali dan membuka pintu kamar Mala dengan kunci cadangan yang ia bawa.

Klekkk...

Suara decitan knop pintu itu mampu membuat Mala beringsut mundur. Semakin menipiskan jarak antara tembok dan juga dirinya. Saat ini Mala sedang duduk meringkuk dilantai pojok kamarnya dengan minim cahaya. Ia memeluk erat dirinya sendiri. Dan dapat Mala lihat, postur tubuh tegap yang saat ini sedang berdiri tepat di depannya, siapa lagi kalau bukan Rakha.

Rakha menatap Mala yang saat ini sedang meringkuk dengan tubuh yang bergetar hebat. Lama kelamaan Rakha pun berjongkok di depan Mala dan menyamakan tinggi badannya.

"La," serunya, ia menjulurkan tangan dan mengusap surai rambut Mala. Mala yang diperlakukan seperti itupun semakin beringsut mundur menjauhkan kepalanya dari jangkauan tangan Rakha.

"Kalau kamu kesini mau bujuk aku buat ketemu sama mamanya Afan. Mending kamu pergi dari sini, Kha." lirih Mala. Ia semakin mengeratkan pelukannya sendiri.

"La, bangun." ucap Rakha. Ia memegang kedua bahu Mala dan menuntunya untuk bangun, lalu Ia menuntun Mala agar mengikuti langkahnya. Mala hanya bisa menurut tanpa penolakan. Ia berjalan dan duduk di tepi kasur.

"Kamu duduk sini." ucap Rakha, Ia mendudukan Mala di tepi kasur. Lalu Ia melangkah menyalakan saklar lampu kamar Mala. Setelah itu, Ia kembali berjalan menghampiri Mala dan duduk tepat disampingnya.

"La," seru Rakha, Ia memegang kedua bahu Mala dan menuntunnya agar berhadapan langsung dengannya. Ia menatap dalam manik mata Mala yang kini sudah basah karena air matanya.

"Jangan nangis." ucap Rakha, ia menghapus jejak-jejak air mata yang mengalir dipipinya.

"Kalau bener, mamanya Afan itu mama kamu. Seharusnya kamu senang bisa ketemu lagi sama mama kandung kamu. Bukannya itu yang kamu harapin dulu kan?" tanya Rakha. Ya, memang bener sekitar beberapa tahun yang lalu saat mereka masih umur sekitar 3 dan 5 tahunan. Mala bercita-cita ingin bertemu dengan orang tua kandungnya.

Mala menatap dalam manik mata Rakha, seperti menyelami dalam disana. "Itu dulu, Kha, sebelum aku diadopsi. Setelah aku diadopsi ternyata hidup aku bukannya bahagia, tapi malah semakin menderita, semenjak mama Sarah pergi ninggalin aku untuk selama-lamanya. Dan disitu aku mikir, orang tua kandung aku sendiri aja tega buang aku ke panti asuhan apalagi orang lain." lirih Mala, dan dengan refleks, Rakha pun memeluk tubuh rapuh Mala. Ia berusaha memeberi rada nyaman dan juga aman berkat pelukannya.

HURT [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang