17 ~ TAMU UNDANGAN

5.6K 297 2
                                    

Anna membalikan tubuh saat seseorang meraih pergelangan tangannya. Hampir saja, ia melayangkan tinjunya.

"Al?" Anna menatap pria yang tampak berkeringat dengan deru napas yang terdengar berat itu heran.

"Ikut aku!" Al menarik tangan Anna menuju salah satu kursi panjang yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. "Aku sudah menonton live streamingnya dan mendengar dari Elin bahwa pria yang ada di video itu adalah kekasihmu."

"Hah?!" Mata Anna mengerjap, mencerna baik-baik ucapan Al. Wanita cantik itu menurut saja saat Al memaksanya untuk duduk.

"Berhenti membuatku khawatir," kata Al, ia mengeluarkan sendal jepit dari dalam plastik yang dipegangnya.

"Jangan dipikirin, gampang, kok!" sahut Anna. Ia memasang sendal murahan itu cepat. Ia melihat kakinya yang menghitam terkena berbagai macam kotoran saat berlari tanpa alas kaki. Setidaknya, memakai benda murah itu lebih baik daripada tidak.

Anna menggeser tubuhnya ke ujung kursi, ia nyaris jatuh saat Al tiba-tiba ikut bergabung duduk bersamanya di kursi kayu itu.

"Nggak bisa! Karena kamu selalu muncul di dalam pikirkan," ungkap Al datar.

"Ckckck, dasar aneh! Sudah ku bilang jangan dipikirkan!" cibir Anna.

Secara tidak terduga, Al meraih dagu Anna. Mengarahkan wajah sang mantan istri menghadapnya.

"Sini, aku lihat! Bibirmu sampai terluka begini ...."

Masih dalam posisi canggung itu, Al menahan wajah Anna tetap di depannya, meski berulang kali wanita itu menoleh.

Al mengeluarkan salep luka yang ia beli beberapa menit lalu. Setelah membersihkan sudut bibir Anna, ia mengoleskan salep. Wajah cantik itu tidak seharusnya memiliki bekas luka.

Pengobatan selesai, Anna merasa lebih lega saat posisi duduk Al menjauh tanpa ia suruh.

"Kamu tidak bekerja?" tanya Anna basa-basi.

"Hm ...," jawab Al berbohong. Sebenarnya, ia kabur dari pekerjaannya saat Fabian menunjukan video live streaming Anna. "Lain kali jika ada masalah seperti itu, beritahu aku."

"Kenapa?" tanya Anna bingung.

"Karena aku nggak akan ngebiarin siapapun ngelukain kamu."

Anna geleng-geleng kepala. Apa yang dikatakan Al barusan terdengar seperti omong kosong untuknya.

"Thanks, buat semuanya. Aku harus balik, karena Sasa pasti cemas." Anna beranjak, ia tidak ingin membuang waktu untuk mengobrol dengan Al. Ada banyak hal yang harus ia lalukan, ketimbang bertemu mantan suaminya.

•••

Anna merasa kelaparan, diperjalanan pulang ia menepikan motornya di parkiran warteg. Sebenarnya, ia ingin makan ke restoran tapi mengingat tidak banyak uang yang ia bawa, ia lebih mengutamakan kekenyangan perut daripada makan ala bangsawan untuk saat ini.

Tidak mau mengotori kuku cantiknya yang berkilauan setelah nail art di salon dekat rumah. Anna memilih makan menggunakan sendok.

Ryan is calling.

Mata Anna membulat, ia meletakan sendoknya dan memilih untuk meraih benda pipih di atas meja.

Tanpa berpikir panjang, Anna menjawab panggilan tersebut.

"Halo ...," sapa Anna ramah.

"Hai, Anna!" balas Ryan terdengar lembut dar seberang telepon.

"Ada apa kamu meneleponku?"

The Second Life Memory (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang