14

23.4K 1.9K 23
                                    


Selesai dengan makanannya, kini Michi sedang asik duduk sendirian di kantin karena Chris dan Jordan yang di panggil oleh guru untuk membahas pesta ulang tahun sekolah, yang akan di adakan dengan turnamen olah raga.

"Woy" Ed datang dengan tampang wajah tak berdosanya sambil tersenyum Pepsodent.

"Mereka dapet kelas berapa?" Tanya Michi.

"Yang kembar 11-2, kalo yang cewe 10-2" jawab Ed.

"Oh ya Lo tau, gua gak suka sama yang cewe, sok polos njir" kesalnya.

Diam diam Michi tersenyum, meski tipis.

"Udah gitu dia kata-katin lo lagi"

"Lo tau dia bakal jadi sodara tiri gua anjir, coba Lo bayangin jadi gua" lirih Michi.

"Gua sih fine fine aja sama si kembar, tapi dia? Nggak bro, gua gak mau ya posisi gua terancam"

"Nggak bakal ci, Lo itu princess satu satunya, dari keluarga tulang murni, darah biru, sendok emas gak bakal di geser gitu aja" hibur Ed.

"Oh ya btw, gua pergi dulu ya, ada hal biasalah ketos" sombongnya.

Michi mengangguk, sementara Ed sudah pergi menjauh karena ia berlari.

"Oh iya"  serunya ketika mengingat sesuatu.

Dengan segera Michi pergi meninggalkan kantin.

.

.

.

"Gimana sekolah kalian?" Tanya Joana.

"Baik" ucap si kembar dan Angga bersamaan.

"Seru Bu, banyak temen yang mau berteman sama Audrey"

"Kalo Cici?" Tanya nya.

"Biasa aja, Cici dulu an ya" pamitnya lalu pergi begitu saja.

"Maaf ya" papi tak enak.

"Gak apa apa Pi, oh iya, kak Cici emang gitu ya, sombong, di sekolah juga dia di deketin sama banyak laki laki lagi" ucap Audrey.

Joana menatap Tak enak ke arah papi.

"Cici bukan sombong, dia masih susah beradaptasi aja, selama ini dia kan anak tunggal, dan soal laki laki paling juga jordan atau temen nya yang lain, karena satau papi, cuma mereka yang emang Deket sama Cici"

Audrey mengangguk.

"Tapi Pi, buat apa Cici bawa tas mahal kesekolah?" Terus-"

"Stop Audrey" tegas Joana yang kesabarannya sudah sampai batas, Joana malu, bukannya apa menurutnya Audrey terlihat seperti sedang mencari masalah dengan Michi, dan ia juga terlihat seperti sedang sibuk mencari perhatian calon papa tirinya.

"Kenap Bu, padahal Audrey cuma mau nanya, harganya berapa Audrey gua pengen soalnya" Audrey menunduk sedih.

"Kalo mau nih, beli ya" papi memberikan kartu kepadanya.

"Makasih" dengan senang hati Audrey terima.

Si kembar dan Angga diam saja menatap tidak suka ke arah Audrey.

"Emm Dikta selesai, Dikta mau ke kamar ya" izinnya.

"Dirga juga"

"Angga juga" cicitnya.

"Yaudah sana, kalian istirahat" ucap papi.

Sementara kini di kamar Michi sedang kembali menyusun robotnya, yang sudah hampir 85% jadi.

"Okey tinggal masukin ini, kira kira bahaya gak ya?" Gumamnya dengan menatap sebuah persegi berwarna hijau muda terang, kotak tersebut di aliri listrik karena itu ia bisa terang.

"Gak akan tau kalo gak di coba" jawabnya sendiri.

Michi memasukkan persegi itu kedalam dada robotnya, kemudian ia kencangkan dengan beberapa baut dan ia juga menyambungkan aliran listriknya ke beberapa kabel yang sudah ia perkirakan tadi.

"Jadi" gumamnya terharu menatap robot yang sudah ia modifikasi selesai.

Klik..

Michi menekan tombol untuk mengaktifkannya.

"Hai AIDHEN"

"Hai" sapanya balik.

Michi terharu, suaranya, suaranya tidak terlalu terdengar seperti robot.

"Aiden, itu nama lo, Aiden dengan ejaan AIDHEN"

Robot itu mengangguk.

"Sekarang, Lo identifikasi semuanya, terus jangan lupa Lo harus kenalin gua sebagai pemilik Lo" titahnya.

Robot itu kembali mengangguk dan mulai melakukan apa yang Michi suruh tadi.

Di lain kamar ada si kembar dan Angga yang sedang berkumpul di kamar Dikta.

"Kapan si, dia sadar diri"

"Cih makin kesini makin menjadi, malu maluin"

"Tau apalagi tadi, sok baik banget"

Keluhan mereka.

Selama ini mereka selalu meluangkan waktu untuk berkumpul hanya bertiga, untuk saling mendengarkan keluhan atau apapun itu, akan mereka simpan bertiga, tanpa orang lain mengetahuinya.

Tok.. tok..

Dengan tegang mereka bertiga saling melirik, kemudian Dikta berdiri untuk membuka pintu kamarnya.

Tampak lah Michi yang sedang berdiri di depan kamarnya.

"Ada apa?" Tanya Dikta, ia sedang berusaha se ramah mungkin.

"Buat Lo besok berangkat sekolah, ini buat satunya, tau lah gua gak bisa bedain kalian" Michi memberikan dia kunci motor.

"Buat kita? Lo serius?" Tanyanya tak percaya, mana ada orang yang memberikan sebuah motor ninja dengan cuma cuma, fikirnya.

"Iya, gak mungkin kan, bareng bareng terus, seenggaknya Lo punya sendiri, jadi kalo ada perlu Lo gak usah cari cari Pajun"

Dikta masih menatap tak percaya dengan dua buah kunci di tangannya.

"Buat kananggara gak gua kasih, dia masih kecil buat bawa motor, jadi ya semoga aja dia mau, ini" Michi memberikan sebuah Playstation versi terbaru, yang lagi lagi membuat Dikta tak percaya.

"Udah itu aja, sana masuk lagi" Michi pergi begitu saja meninggalkan Dikta yang masih terdiam di tempatnya.

Selain untuk urusan pribadi mereka, Michi memberi motor pada si kembar agar mereka terhindar dari pembullyan.
















Hay Hay Hay....

No Way Home  (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang