50

10.1K 769 16
                                    


Akhirnya setelah perdebatan panjang, Elio, Jordan dan Chris mengalah, mereka tidak kembali memaksa cela untuk pulang, dan tidak ada satupun dari mereka yang menginap, tapi dengan syarat cela harus pulang besok, mau tak mau cela menyetujuinya itu, karena ia juga sudah tidak memiliki tujuan lain untuk tinggal.

Tujuan utamanya sudah tidak ada, penyamarannya sudah terbongkar, dan uangnya juga sudah mau habis, itulah mengapa ia tidak memiliki alasan lain.

Kini hanya cela dan Aiden seperti biasanya jika teman teman mereka sudah pulang maka tinggal mereka berdua tidak ada siapa siapa lagi.

Aiden dan cela sedang duduk di balkon, mereka tidak duduk di kursi mereka membentangkan selimut dan membawa beberapa bantal sebagai sandaran, karena saat ini cela ingin menatap bulan diluar.

Pada awalnya Aiden dengan tegas menolak keinginan cela itu, bagaimanapun juga cela masih sakit, namun cela terus merengek dan mengikuti kemanapun Aiden peri, karena Aiden merasa terusik akhirnya ia menyetujui keinginan cela.

Aiden duduk bersandar di tembok sementara cela duduk di sampingnya dan bersandar pada Aiden, agar tidak kedinginan Aiden juga membawa selimut lain yang ia pakai untuk menutupi tubuh cela.

Seluruh lampu unit di matikan jadi hanya cahaya bulan yang menerangi mereka.

"Aiden tau gak?"

"Hmm?"

"Aiden ngomong kaya manusia gitu ih, kan kata Cici jangan terlalu mirip"

Aiden mengelus Pucuk kepala Cela.

"Saya tidak suka Cici di dekati oleh Arthur"

Cela menutup matanya.

"Aiden itu kaya Hawking nya cici"

"Semua yang Cici gak tau, Aiden tau, Aiden tau semuanya dan yang utama Aiden ganteng"

Kata kata Lea mulai melantur karena ia sudah mulai mengantuk.

"Kayanya Cici nyaman banget kalo sama Aiden"

Aiden mengangguk.

"Tentu saja, karena hanya saya yang pantas untuk anda ci"

"Semua yang Cici butuh ada di Aiden, semua yang Cici cari ada di Aiden, jadi cuma Aiden yang pantes buat Cici"

Cela membuka kedua matanya kemudian menatap Aiden, Aiden balas menatap cela dan tersenyum.

Cela mengangguk.

"Kaya lagu ini, hahaha" tawa cela pecah.

"You’ll be my Einstein, my Newton, my Galileo, and my Hawking"  cela menyanyikan lirik lagu yang tiba tiba terlintas di otaknya.

(Kau akan menjadi Einstein ku, Newton ku, Galileo ku, dan Hawking ku)

"Boy, put that pep in my step"

(Taruh semangat itu di langkahku)

"Put your arm on my neck while I’m walking"

(Rangkullah aku saat aku berjalan)

"Please understand, yeah I have fallen for you, you"

(Mengertilah, akupun jatuh cinta padamu)

Aiden yang tidak mengenal lagu tersebut langsung berusaha untuk mencari tau lagu tersebut, karena ia ingin melanjutkan bait selanjutnya

"What, what you say?" Aiden melanjutkan lagu tersebut.

(Apa yang kau katakan?)

"Oh, my God"

(Ya ampun)

"Baby, baby don’t you see-e-"

(Sayang, tidak bisakah kau lihat)

"I got everything you ne-e-ed"

(Aku miliki semua yang kau butuhkan)

"O-only a genius could love a woman like you"

(Hanya seorang jenius yang mampu mencintai wanita seperti you)

"Hahahah" cela tertawa lepas, ia mendengar suara Aiden yang begitu pas pasan.

Aiden hanya menatap acuh tak peduli.

.

.

.

"Tuan apa ada yakin dengan tindakan anda? Menculiknya?"

"Suuuut diam lah Rora memang sedari dulu itu tujuanku"

Rora menatap sang bos tak percaya.

"Kau diam saja, jangan ikut campur Rora, kau sudah terlalu jauh ikut campur sepertinya, pergilah" usirnya.

Rora?

Mau tak mau ia harus mengikuti perintah tuannya.

.....

"Ngggg" cela merentangkan tangannya kemudian menguap.

Ia baru saja bangun tidur dan mendapati dirinya berada di kamar, lalu ia melihat ke arah lemari ada Aiden yang sedang di charger.

Ia tau pasti malam tadi Aiden yang memindahkannya, makanya pagi ini badannya tidak terlalu merasakan sakit karena pegal.

Ia tidak langsung pergi ke kamar mandi sebaliknya, ia menghampiri Aiden dan menyalakannya, sebenarnya dalam posisi tercharger itu sama saja dengan tidur bagi manusia, namun karena Aiden bukan manusia maka cela menyebutnya dengan menyalakan bukan membangunkan.

"Aiden kita kabur lagi aja yuk" ajaknya begitu Aiden baru saja membuka mata.

Aiden memundurkan kepalanya, karena cela yang terlalu dekat dengannya.

"Tidak, tidak baik untuk terus terusan kabur dari masalah" tolaknya.

"Tapi kan kita gak punya masalah" cela menatap polos.

"Maksud saya, sebaliknya jika cici ingin tinggal sendiri, maka cici temui dulu ayah Cici, dan meminta izin, lalu luruskan semuanya seperti Cici memberi tau apa alasan Cici pergi dari rumah, seperti itu"

Cici menatap bosan.

Sementara disisi lain ada Audrey yang baru saja berangkat sekolah dengan menggunakan mobil terbaru miliknya.

Hal tersebut tentu saja membuatnya menjadi pusat perhatian satu sekolah, apalagi mobil yang ia gunakan bukan mobil yang biasa di pakai kalangan siswa.

Didalam Audrey tersenyum bangga, ia suka saat semua orang menatapnya dengan memuja, dan mengagung agungkan.

Audrey memarkirkan mobilnya kemudian turun dengan aura sombong yang kuat, ia menatap remeh semua orang yang sedang menatapnya.

"Hai Mia" sapanya kepada teman terdekat Belle.

Mia baru saja turun dari mobilnya.

"Apaan si sokap Lo" Mia pergi begitu saja meninggalkan Audrey yang kini menatapnya semakin benci.

Audrey tidak suka saat dirinya di jauhkan karena bukan lagi bagian dari Van leeuweh, jadi kali ini ia memaksa kepada kedua orang tua kandungnya untuk membelikannya mobil yang benar benar ia inginkan, ia melakukan itu semata mata hanya untuk mendapatkan pengakuan dari Belle dan Mia, jika dirinya juga bisa dan pantas untuk bergabung kembali dengan mereka.
















Hay Hay Hay.....

No Way Home  (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang