70. Memastikan Kepastian

1K 56 83
                                    

Inilah saatnya.

Mereka berdua akan kembali bertransmigrasi jiwa lagi, setelah sebelumnya mereka berjanji untuk tidak akan berhubungan satu sama lain lagi. Nyatanya, sampai sekarang mereka masih sering bertemu. Justru yang membuat mereka sering bertemu ialah Akram yang sebelumnya bilang dia sangat merasa risih setiap berhadapan dengan Rifka.

Kini, keduanya telah berada di ruang keluarga yang hening tanpa terdengar suara Coki yang biasanya heboh dan berisik. Tidak ada siapa-siapa di sini. Kesempatan untuk Akram dan Rifka menyatukan bibirnya tanpa dilihat oleh satu orang pun.

Sebenarnya, selain memang ingin membantu Rifka menyembuhkan indigonya, Akram juga ingin sekalian memastikan tentang dirinya dengan Rifka.

Menurut Buku Panduan Tukar Jiwa yang pernah dia baca di kamar Bu Hara, jika Rifka bersentuhan bibir dengan seseorang lalu mereka tidak bertukar tubuh, artinya keduanya saling mencintai.

Akram telah yakin dengan perasaannya sendiri kepada Rifka setelah sebelumnya mendengar perkataan Arfian. Ia pun ingin memastikan juga, apakah Rifka menyukainya ... seperti yang dikatakan Coki tempo hari di mobil?

Mereka duduk di sofa yang sama. Tidak ada percakapan selama beberapa menit. Akram tidak tahan atas rasa penasarannya, jadi ia duluan yang menghadapkan tubuhnya ke arah Rifka yang saat itu meliriknya sebentar-sebentar.

"Sst!" Akram memberi kode, karena Rifka tak kunjung bergerak untuk apa pun. Dia masih diam seperti patung yang kebelet berak.

Akram pun menggerakkan tubuhnya agar duduknya lebih dekat dengan Rifka. Cewek itu malah agak menghindar, sambil berbisik,"G-gordennya tutup dulu, pastiin kalau gak ada orang di luar ... lampunya matiin...."

Akram pun lantas bangkit, melaksanakan perintah Rifka itu. Mungkin Rifka takut jika tiba-tiba ada orang lain. Atau ... malu?

Setelahnya, Akram kembali menghampiri Rifka, untuk duduk di dekatnya. Ia mensejajarkan tubuhnya dengan Rifka agar mereka berdua bisa berhadap-hadapan dan bibir mereka lurus sejajar. Dalam kegelapan, Rifka menutup mata, ia merasakan sesuatu mendekat ke arah wajahnya. Makin mendekat ... makin mendekat ... sampai bibirnya berhasil bersentuhan dengan bibir Akram.

Lalu, setelah itu terlepas.

Baik Akram maupun Rifka, keduanya tidak tahu apakah mereka sudah bertukar tubuh atau belum. Sampai tiba-tiba, pintu terbuka sehingga secara langsung menghadirkan cahaya dari luar.

"HEH, PADA NGAPAIN LO BERDUA!!?"

COKI DATANG!! Dengan seragam yang sepertinya baru pulang mengaji.

"Cok ... K-kok lo gak ikut .... Ibu kondangan?" tanya Rifka panik, was-was dan apalah itu. Lalu setelahnya sadar, dengan bersuara yang terdengar berat begitu, ternyata ia sudah berada di dalam tubuh Akram.

"GAK, GUE DITINGGALIN!! EH, JAWAB DULU PERTANYAAN GUE!! LO SAMA BANG AKRAM NGAPAIN DI SINI GELAP-GELAPAN?!"

"Bisa gak sih lo gak usah teriak?! Gue sama kakak lo lagi tuker tubuh!" bentak Akram, yang sekarang sudah berada di tubuh Rifka. Dia tidak terima karena seolah-olah dirinya seperti sedang kepergok melakukan hal bejat. "Gue mau bantu kakak lo buat bantuin hantu-hantu supaya dia gak indigo lagi!"

"Oh ... Tuker tubuh. Baru ciuman, dong, ya?" gumam Coki manggut-manggut, sambil menyadari bahwa keduanya tidam berada di tubuh yang seharusnya. "Tapi .... KOK GELAP, SIH? KENAPA LAMPUNYA DIMATIIN? KENAPA GORDENNYA DITUTUP JUGA?!!" lanjutnya kembali teriak. "JANGAN-JANGAN ... KALIAN NIAT TUKERAN TUBUH BERKEDOK MESUM, YA?! NYARI KESEMPATAN DI DALAM KESEMPITAN, KAN!!"

Rifka frustasi mendengar tuduhan Coki yang pikirannya di luar nalar. Padahal masih kecil, tapi sudah tidak bisa diselamatkan. "Ngomong apa, sih?! Udah cepet lo sana ke kamar ... ganti baju! Mandi! Anak kecil jangan mikir aneh-aneh."

"Gak mau! Pokonya gue mau laporin lo ke ibu kalau Ibu udah pulang! Biar lo dicoret dari KK. Habis itu gue jadi anak Ibu satu-satunya, deh!"

"Silakan aja," tantang Rifka, tidak takut. "Lagian, Ibu kayaknya bakal lebih percaya gue daripada lo. Buktinya lo kan sering dijewer dan ditendang Ibu. Wle!"

Coki menampakan ekspresi marah. Pipinya pun digembungkan. "Ya udah kalau gitu, gue mau bilang ke warga aja. TOLONG!! BAPAK-BAPAK IBU-IBU ADA YANG LAGI MESUM DI RUMAH GUE!! TOLONG KAWININ DONG! ATAU SURUH KELILING KAMPUNG AJA SAMBIL TELANJ---" Akram dengan sigap menyumpal mulut Coki itu. Kalau bisa disteples saja cocotnya.

"Lo bisa gak sekali aja gak ngeselin gak sih, jadi bocah?!" bentak Akram geregetan. Tangan satunya lagi sampai memegang lengan Coki dengan sangat erat.

"TOLONG! TANGAN GUE KAYAKNYA MAU DIPATAHIN, DEH!!" teriak Coki walau mulutnya masih disumpal, tetapi teriakannya masih samar-samar nyaring terdengar ke luar.

"Lo ini mau APA, SIH?! MAIN GAME AJA NIH!" tawar Akram, menjulurkan ponselnya. Bocah ini memang sulit ditaklukkan.

"Gak mau. Paling minjemnya sebentar doang. Terus kalau lo pulang hape nya di bawa lagi. Gak puas."

"Terus lo mau apa? Mau gue beliin hape?"

"Maunya sih gitu. Tapi kan ga bolehin sama ibu."

"Terus? Apa? Jangan sampai ini tangan gue patahin beneran!!"

Coki lalu tampak berpikir. Setelah beberapa saat, ia bilang, "Gue mau lo harus nurutin semua apa yang gue minta, Bang. Berani gak lo jadi babu gue?"

Akram awalnya diam saja. Tetapi, begitu melihat mulut Coki yang kembali mangap seakan mau berteriak lagi, dirinya bertanya, "Sampai kapan?"

Coki tampak nyengir. Ia lalu meraih telinga Akram, kemudian diarahkannya untuk mendekat ke mulutnya. Kemudian berbisik, "Sampai ... Mbak gue gak bisa ngelihat hantu lagi. Dan, maaf Bang, ternyata gue salah. Mbak gue kayaknya belum suka sama lo. Jadi lo harus usaha lebih keras lagi, ya, buat dapetin hati dia."

Di sisi lain, itu juga yang membuat Akram agak kecewa begitu tahu dia dan Rifka berhasil bertukar tubuh. Dia pikir, dengan percaya diri Akram belum benar-benar suka Rifka. Tetapi, ternyata dia salah. Justru Rifka yang tidak menyukainya. Kalau begitu ... Lalu Rifka sukanya sama siapa?[]









04-04-2024

AKRAM & RIFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang