Setelah tahu rumah Rifka yang sebenarnya, Akram segera membuka pintu rumah itu yang terbuka sedikit.
"Hai!" sapanya datar sambil menguap. Akram benar-benar butuh tidur.
Bu Hara, ibunya Rifka yang sekarang sedang menyapu di ruang tamu melongo saja melihat anaknya yang baru datang, langsung membuka pintu tanpa salam dan sepatunya belum sempat dibuka. Tidak seperti biasanya.
Akram lalu mendapati sebuah pintu yang terdapat nama Rifka Helena terpampang jelas. Ia pun membuka pintu itu, lalu melemparkan tubuhnya ke kasur. Dengan cepat ia tertidur.
Ibu Hara akan memarahinya, tetapi melihat anaknya sudah terlelap, niat untuk ingin marah itu tak jadi dilakukan. Ibu Hara pikir, mungkin anak pertamanya itu benar-benar kelelahan.
[.]
Rasanya baru saja tidur sebentar, tetapi Akram sudah terbangun dari tidurnya. Ia merasa tubuhnya ada yang menggoyang-goyangkan. Segera dirinya membuka mata dan mencari siapa yang sudah membangunkannya.
Begitu matanya terbuka, ia terkejut melihat seorang anak laki-laki gundul.
"Mbak, bangun! Udah sore!" teriaknya.
"Lo siapa?" tanya Akram.
"Kok gak tau? Gue Coki woi adik lo! Tega bener ke adik sendiri pura-pura nggak kenal."
Akram melihat sekelilingnya, asing. Dia baru sadar jiwanya masih berada di tubuh Rifka. Dia menghela napasnya. Dia pikir, begitu matanya terbuka, jiwanya akan kembali normal seperti semula. Ternyata tidak.
"Buruan mandi, disuruh ibu!"
Akram pun segera keluar dari kamar dia segera berjalan ke belakang dan melihat kamar mandi di sana. Dia tidak tahan ingin buang air kecil.
Akram yang langsung ngacir, air kencingnya meleber kemana mana. Dia langsung jongkok agar air kencing itu tidak semakin meleber, masih belum terbiasa dirinya berada di tubuh Rifka. Lagipula dia buru-buru.
"Ribet jadi cewek. Kencing harus jongkok dulu," gumamnya kesalnya.
Karena keteledorannya itu, rok SMA yang dia pakai menjadi basah. Seperti orang sedang ngompol.
[.]
Rifka akhirnya selesai membereskan kamar Akram. Kini, barang-barang milik Akram sudah tersusun rapi. Ia kemudian memandang ke arah poster besar yang dipajang di dekat pintu.
Banyak poster rock di sana. Ada gambar The Beatles, The Rolling Stones, sampai Andy Liany. Ternyata selera musik Akram si Cowok Dingin adalah Rock. Cukup menarik.
"Mas Akram?" panggil Mbok Yen mengetuk pintu.
"Buka aja, Mbok," kata Rifka.
Mbok membuka pintu kamar. Sedetik pintu terbuka, Mbok Yen kaget melihat kamar menjadi rapi sekali.
"Mas Akram beres-beres kamar?" Mbok Yen tidak percaya. Karena setahunya anak majikannya itu jarang sekali membereskan kamar. Kadang sampai perlu dibantu olehnya.
Rifka hanya mengangguk.
"Ayo makan, Mas. Belum makan, kan? Non Sephia udah nunggu juga di meja makan. Hari ini Mbok masak makanan kesukaan Mas Akram!" kata Mbok Yen.
"Iya, Mbok. Nanti ke sana."
Tidak lama, Rifka pun langsung keluar dari kamar. Ketika berkeliling ruangan mencari meja makan, ia melihat foto-foto keluarga Akram terpampang besar di tembok. Akhirnya, setelah berkeliling, ia menemukan ruangan untuk makan itu. Benar kata Mbok Yen, di sana Sephia sudah duduk di bangku meja makan.
Mbok tampak menyiapkan bangku untuk Rifka.
"Terima kasih, Mbok," kata Rifka lalu duduk.
Begini ya, rasanya kalau punya pembantu, pikirnya.
Rifka melihat makanan di depannya dengan agak kecewa. Kata, Mbok Yen, ia masak makanan kesukaannya. Tetapi tidak ada jengkol di sini, mungkin Akram tidak suka makan jengkol. Tidak apa, lah, yang penting dia makan. Lagipula dia merasa menjadi tamu saja di sini, dan memang bukan siapa-siapa juga.
"S-sep, eh maksud gue Phia," panggil Rifka, karena dari tadi Sephia tidak mengajaknya bicara.
"Apa?" tanya Phia, yang masih mengunyah makanannya.
"Bapak sama ibu kemana, ya?"
Uhuk! Uhuk!
Sephia tersedak. Ia segera mengambil minum.
"Lo nggak apa-apa?" Rifka khawatir.
"Kaget gue," kata Sephia. "Lo kok manggil mereka bapak sama ibu? Lagian kenapa sih nanyain mereka? Kan biasanya juga pada pulang malam-malam."
Rifka diam. Dia lalu menyiukkan nasi, mengabaikan pertanyaan dari Sephia itu. Rifka begitu karena takut salah bicara lagi, lebih baik diam saja dari pada Sephia berpikiran yang tidak-tidak lebih jauh.
Di samping itu, Rifka merasa Sephia tidak suka membicarakan orangtuanya. Anak perempuan itu terlihat sebal ketika Rifka menanyakan orangtuanya kenapa belum pulang.
Rifka penasaran, memangnya kenapa dengan orangtua Sephia dan Akram?
Tidak ingin terlalu mengambil pusing, Rifka pun melanjutkan makannya. Ia mengambil lauk di dekat wadah nasi. Ternyata, Akram suka makan serundeng.
Rifka makan dengan rasa segan, tak enak hati makan di rumah orang. Dia merasa ada yang kurang juga. Biasanya, ia makan selalu bersama Coki dan ibunya.
"Bang, lo bau deh. Lo belum mandi?" Sephia mengendus ke arah tubuh Rifka setelah makanannya habis.
Rifka ikut mengendus tubuh Akram itu. Benar kata Sephia, baju Akram sudah bau keringat. Mungkin karena tadi dia beres-beres kamar.
Rifka berpikir sehabis makan, dia akan langsung mandi. Tidak betah berlama-lama dengan baju yang basah berkeringat dan bau.
Tetapi, Rifka kembali sadar akan sesuatu.
Bagaimanacara dia mandi, sedangkan dirinya masih berada dalam tubuh Akram?![]
KAMU SEDANG MEMBACA
AKRAM & RIFKA
Teen FictionAkram mau tidak mau harus terjebak ke tubuh cewek cupu indigo. Rifka malah kegirangan begitu tahu jiwanya masuk ke tubuh Akram, cowok tampan dan dingin yang selalu disegani oleh semua orang. Bagi Rifka, menjadi Akram adalah keberuntungan. Bagi Akram...