Akram memutuskan untuk pulang ke rumah Rifka dengan berjalan kaki dari pada menaiki motor kedua tukang ojek tadi.
Akram tidak sudi. Meskipun tahu yang dilihat para tukang ojek itu adalah tubuh Rifka, tetapi Akram merasakan kekesalannya. Ia baru pertama kali tidak dipedulikan dan dianggap remeh seperti tadi. Harga dirinya tidak bisa dibeli.
Di sekitar sekolah tidak ada angkot. Jadi Akram memilih untuk berjalan kaki saja. Toh menurut link google maps yang diberikan Rifka, memang rumah Rifka tidak terlalu jauh dari sekolah. Akram lalu menghembuskan napas. Baru sekarang ia pulang sekolah dengan berjalan kaki.
Ketika melewati jalanan cukup sepi yang di kanan kirinya hanya ada pepohonan, ia melihat seorang anak perempuan kecil duduk di sebuah batu besar sambil menangis. Akram ingin mengabaikannya, tetapi anak perempuan itu memanggilnya.
"Kak ... tolong ...."
"Apa?" Akram menoleh.
"Rantai sepeda aku lepas," balas si anak perempuan. "Aku gak bisa pulang."
Akram melihat sepeda yang terparkir di sebelah anak tersebut. Rantainya memang terlepas. Akram sebenarnya sudah sangat capek menjalani hari sebagai Rifka dan mau segera tidur, tetapi melihat anak perempuan kecil itu menangis sendirian di tempat sepi dan tidak ada siapa-siapa di sini, ia pun terpaksa menolongnya.
Sewaktu baru membenarkan rantai sepeda itu, terdapat seorang kakek-kakek lewat memakai sepedanya, dan berhenti untuk menatap Akram dengan pandangan yang aneh. Akram bingung mengapa kakek tersebut menatapnya seperti itu.
"Kenapa?" tanya Akram. Ia tahu penampilan Rifka memang aneh, tetapi siapa tahu kakek itu mengetahui hal aneh lain yang ada pada dirinya.
"Lagi apa di sana, Neng?" tanya kakek itu balik.
"Bantu anak kecil. Rantai sepedanya lepas."
"Anak kecil siapa? Nggak ada siapa-siapa di sini."
Akram membelalakkan matanya, dia lantas melihat ke arah batu tempat yang tadi anak kecil itu duduki, dan ternyata memang tidak ada siapa pun di sana. Dia terkejut dan heran. Siapa sebenarnya anak kecil perempuan itu? Akram seketika merinding.
Ia kemudian menoleh ke arah kakek tadi, dan tiba-tiba si kakek itu ikutan menghilang. Akram makin ketakutan. Sebab sepeda yang tadi dia pegang untuk membenarkan rantainya berubah menjadi sekumpulan potongan dahan kayu.
Akram menelan ludah. Mengetahui hal itu, ia merasa ada yang tidak beres di sini. Dia baru sadar bahwa Rifka bisa melihat hantu. Itu berarti anak kecil perempuan dan kakek-kakek tersebut yang baru berbicara dengannya bukanlah manusia.
Berusaha tenang, Akram pun menyesuaikan napasnya dan segera pergi dari tempat itu sebelum hal aneh dan menyeramkan lain muncul lagi.
Sebelum jiwanya masuk ke tubuh Rifka, tak pernah hidup Akram sejanggal ini.
[.]
Di perjalanan pulang, Rifka sangat senang dibonceng oleh Arfian. Duduk di belakangnya sedekat itu. Kalau boleh, ingin sekali dari belakang ia memeluk cowok itu erat. Tetapi mana bisa ia melakukan itu? Sekarang saja jantungnya begitu berdetak hebat. Ia tidak bisa melakukan itu, apalagi sekarang jiwanya berada di tubuh Akram.
"Ram," tanya Arfian tiba-tiba.
"A-apa?" Rifka masih gugup. Dia gemetaran.
"Menurut lo, Furi gimana?"
"Gimana apanya?"
"Sifatnya ... orangnya, pokonya apa aja tentang Furi."
Rifka berpikir sebentar. "Furi itu ... cewek pinter, cantik juga. Jago nyanyi," jawab Rifka seadanya. "Apa lagi, ya?"
"Lo suka gak sama Furi?" tanya Arfian.
"Enggak!" jawab Rifka seketika. "Dia sering ngebully gue."
"Hah? Furi ngebully lo?"
Rifka menutup mulutnya. Mampus. Dia kelepasan. Bodoh! batinnya.
"B-bukan! Maksud gue, dia kan suka bully orang lain, apalagi ke ... Rifka. G-gue nggak suka sama orang yang tukang bully kayak Furi."
"Tapi gue yakin kok Furi baik. Dia cuma kebawa-bawa sama Helly aja, jadinya ikut-ikutan kayak gitu. Aslinya sih baik, gue yakin."
"Emang kenapa lo tiba-tiba nanya soal Furi?" tanya Rifka.
"Gue suka Furi," jawab Arfian.
Deg!
Sontak, Rifka terdiam. Rasanya sakit mendengar hal itu. Walaupun ya, Furi memang cewek yang pantas disuka. Siapa juga dia mau menyuruh Arfian untuk tidak menyukai cewek lain? Arfian dan Furi sama-sama pintar. Mereka memang cocok bila dipikir-pikir.
Lagipula apa juga yang Rifka harapkan kepada Arfian? Kalaupun Rifka berharap Arfian menyukainya, itu sangatlah tidak mungkin. Rifka saja tidak tahu apakah ada cowok yang mencintai dirinya? Memangnya apa yang pantas disuka pada dirinya?
Rifka saja ... tidak suka dengan dirinya sendiri.
Jadi, Rifka hanya bisa sadar diri saja. Bahwa mendapat cinta dari Arfian tidaklah mungkin.
Lagipuladia sudah biasa melewati situasi seperti itu. Semua yang dia suka tidak pernahdia dapatkan. Mungkin memang takdirnya harus seperti ini. Dia sudah sangatterbiasa disakiti. Rifka sudah terbiasa untuk bersedih. Rifka sulit untukmendapatkan kebahagiaan.[]
![](https://img.wattpad.com/cover/348012017-288-k125245.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AKRAM & RIFKA
Fiksi RemajaAkram mau tidak mau harus terjebak ke tubuh cewek cupu indigo. Rifka malah kegirangan begitu tahu jiwanya masuk ke tubuh Akram, cowok tampan dan dingin yang selalu disegani oleh semua orang. Bagi Rifka, menjadi Akram adalah keberuntungan. Bagi Akram...