56. Ada Apa?

892 79 9
                                    

Sudah beberapa hari Rifka tidak melihat Akram di sekolah. Hampir satu minggu cowok itu absen kelas, entah karena apa, tetapi Rifka yakin Akram tidak sekolah karena menjaga Sephia yang masih sakit. Bukannya Rifka selalu mencari Akram selama kurang lebih seminggu ini. Bukankah wajar saja kalau Rifka tahu Akram tidak masuk lantaran mereka berdua sekelas?

Namun, akhirnya hari ini cowok itu masuk sekolah juga. Akram yang baru saja datang langsung menduduki bangkunya. Mengetahui itu, perasaan Rifka juga tidak bagaimana-bagaimana. Toh, sekali lagi, kali ini mereka sudah tidak memiliki urusan apa pun lagi. Rifka hanya cukup tahu.

Rifka lalu menoleh ke arah Furi dan Tasya. Sudah beberapa hari ini juga, mereka berdua duduk di belakang, jauh dari tempat duduk mereka sebelumnya. Mereka berdua seperti menjauhi Helly. Rifka juga akhir-akhir ini tidak pernah melihat Furi dan Tasya mengobrol dengan Helly. Sebenarnya Rifka tidak memedulikan itu, hanya saja, semenjak hubungan mereka bertiga yang terkesan renggang, Helly, Furi dan Tasya sudah tak mem-bully Rifka lagi.

Jadi sekarang Rifka dan Helly tidak ada bedanya--sama-sama tidak memiliki teman, sama-sama tidak ada yang mau menjadi temannya. Makanya Helly selalu marah-marah tidak jelas kepada semua orang karena tidak ada yang membelanya lagi.

Sedangkan hari-hari Rifka di sekolah ... yah, seperti biasa. Mendengarkan Bu Tinah menjelaskan dengan mendesah, mengerjakan tugas banyak dari Bu Yurita, diberi PR sulit oleh Pak Yatno. Semuanya berjalan dengan normal dan biasa-biasa saja.

Sampai ketika bel pulang sekolah berbunyi, sesuatu tak terduga terjadi pada Rifka.

Akram menemuinya.

"A-akram ... Ada apa?" tanya Rifka, tidak menyangka cowok itu menghampirinya. Bukankah sekarang di antara mereka sudah tidak ada urusan lagi?

"Ikut gue ke rumah sakit. Sephia pengen ketemu lo," ujar Akram.

"M-maaf, Ram. Tapi ... gue mau pulang, mau bantu Ibu jualan seblak--"

"Pokoknya lo harus ikut gue ke rumah sakit! Sephia murung terus dari kemarin pengen ketemu sama lo!"

Perkataan Akram itu begitu tegas seolah Rifka tidak boleh menolak suruhannya. Rifka menimbang-nimbang. Sudah lama dia tidak bertemu Sephia, dan ia juga sangat ingin tahu kondisi Sephia sekarang.

"Tapi ...," kata Rifka. "G-gue ... enggak punya uang buat pesen ojek ke rumah sakit."

"Naik motor gue," ujar Akram.

"Lo kan tau gue gak bisa bawa moto--?"

"Gue bonceng!" tegas Akram. Berhadapan dengan cewek cupu lemot di depannya ini memang sangatlah ribet. "Lo tinggal ikutin aja apa kata gue. Gak usah banyak omong," tambahnya seperti tak bisa diganggu gugat.

Rifka diam saja dan hanya menurut disertai pertanyaan di benaknya, memangnya dia siapanya Rifka?

"Jangan kegeeran! Sebenernya gue males buat ketemu lo lagi. Ini semua demi adik gue," jelas Akram tidak mau Rifka malah salah paham. "Ayo! Gak perlu banyak cengo. Muka lo yang udah jelek jadi makin keliatan jelek."

Rifka pun mengiyakan, meskipun dia rada sakit hati karena perkataan Akram yang menyebutnya jelek.

Sudah maksa, menghina, lagi, batin Rifka. Dia pun mau tidak mau mengikuti Akram berjalan dari belakang menuju parkiran.

Tidak ada angin tidak ada hujan, dari kejauhan Arfian datang memanggil Akram.

"Ram! Gue gak jadi rapat OSIS. Jadi gue jenguk Sephia sekarang aja," kata Arifian sambil mendekat.

Akram membalasnya dengan mengangguk saja.

Mendengar itu, Rifka kemudian bertanya dengan sedikit gugup, "A-arfian ... lo mau ... jenguk Sephia juga?"

Arfian mengangguk. "Iya, Rif," balasnya. "Eh, bentar. Juga? Lo juga mau ngejenguk Sephia? Lo kenal Sephia? Terus ... sekarang lo sama Akram berdua--"

"Dia babu gue," sahut Akram memotong kebingungan Arfian. Tidak ingin Arfian salah paham terhadap hubungan antara Akram dan Rifka. Bukannya memang di antara mereka tidak ada hubungan apa-apa juga? Tetapi tetap saja, Akram tidak mau temannya itu memikirkan yang tidak-tidak. "Ayo, cupu," ujarnya setelah itu, menyuruh Rifka untuk duduk di belakang jok motornya.

Rifka lalu melihat Arfian yang berjalan menuju motornya. "Em ... Akram ... gue mau bareng sama Arfian aja," katanya sedikit malu-mulu. "B-boleh kan, Arfian?"

Arfian tampak tidak keberatan. "Ayo aja."

Justru yang tampak agak keberatan malah Akram. Cowok dingin itu segera bilang, "Lo sama gue aja, cupu. Lo babu gue. Jangan ngerepotin orang lain!"

"Santai aja kali, Ram," kata Arfian sambil terkekeh kecil. "Kayak Rifka pacar lo aja."

Setelah itu, tak ada petir tak ada banjir, seorang bocah botak lewat baru pulang sekolah menggunakan sepedanya. Itu Coki. Dia berhenti begitu mendapati kakaknya sedang dikerubungi oleh dua orang cowok di sana.

"Mbak! Lagi ngapain? Lo mau ke mana? Kok sama cowok-cowok? Mau dugem, ya?" tanya Coki.

"Rumah sakit," jawab Rifka. "Bilangin ke Ibu gue pulang telat."

"Oh, lo mau jenguk Sephia? IKUT!"

"GAK!! Lo pulang aja sana!"

"Ikut aja," ujar Akram tiba-tiba. "Sephia juga pengen main sama lo. Sepeda lo titipin di sini."

Coki pun langsung sumringah, sedangkan ekspresi Rifka berubah bete. Bukan apa-apa, tetapi Coki itu berisik dan banyak ulah. Rifka selalu malas jika membawa adiknya itu kemana-mana.

"Arfian, lo bawa bocil itu. Biar gue yang bawa si cupu," ujar Akram mengatur.

"G-gue sama Arfian aja, Ram ..." Rifka merasa keberatan. "Ya kan, Cok? Lo mau dibonceng Akram kan, Cok?" tanyanya kepada Coki sambil mengedipkan sebelah mata.

Baiklah. Coki mengerti maksud kakak perempuannya itu. Bocah itu kemudian nyengir dan langsung menaiki jok belakang motor Akram tanpa disuruh.

"BANG! Gue pergi sama lo, ya! Kangen banget udah lama gak dibonceng lo lagi!" kata Coki dengan alay.

Sedangkan Akram menghela napasnya. Dia tidak mengatakan apa-apa saat itu, tetapi bisa dilihat dari wajahnya bahwa cowok itu sangat sebal sekarang.[]











Next gak?

AKRAM & RIFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang