"Heh, cupu! Ngapain lo teriak-teriak di situ?"
Rifka perlahan membuka matanya dan mengintip dari sela-sela jari tangan. Ia mendapati Helly dan Furi berdiri di ambang pintu toilet. Rifka kemudian menoleh ke kanan dan kiri. Hantu tanpa kepala itu ternyata sudah menghilang.
Rifka susah payah berusaha untuk berdiri dengan kaki yang masih gemetaran.
"Lo kenapa sih? Gak bisa gitu sehari aja nggak berlagak aneh?" kata Helly, melihat tingkah Rifka yang sekarang berjalan pelan dengan sangat berhati-hati.
"Udah gila dia kayaknya," tambah Furi.
Rifka berjalan mendekat ke arah pintu keluar. "T-tadi ... gue ngelihat s-setan," jawabnya tersendat-sendat.
Helly yang masih kesal karena sebelumnya mendengar perkataan Akram mengenai Tasya, makin kesal melihat wajah cewek di depannya. Entahlah, saking bencinya Helly kepada Rifka, setiap melihat wajah Rifka dia selalu jijik saja.
Rifka akan berjalan keluar menuju pintu, akan tetapi Helly keburu mencegahnya.
"He! Mau kemana lo?!" bentak Helly, membuat Rifka terkejut.
"T-tolong, Hell. Biarin gue ... pergi dari sini ... Gue ... mau ke kelas...," balas Rifka dengan napas yang masih belum beraturan.
"Sini dulu ... kita main-main," kata Helly tiba-tiba memiliki ide. Ia kemudian menyuruh Furi untuk mengisi ember dengan air dari keran.
Sementara Furi menuruti suruhan Helly, Rifka berusaha untuk keluar dari sana. Tetapi, tetap saja dirinya kalah tenaga. Helly yang saat itu masih kesal, begitu bringas menahan lengan Rifka yang lemah agar tetap di sana.
Mumpung masih pagi dan belum ada orang lagi yang akan ke sana, Helly lalu membawa Rifka ke suatu bilik toilet paling ujung.
"Cepetan!" ujar Helly kepada Furi. Furi segera membawa ember yang sudah terisi penuh oleh air kepada Helly.
Buru-buru, Helly lantas meraih gayung dan mengguyur Rifka dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ia tertawa puas. Bagi Helly, mengguyur Rifka seperti itu membuatnya seperti menumpahkan segala kekesalannya karena Akram barusan bilang kepadanya bahwa cowok itu menyukai Tasya.
"Rasain lo!" hardik Helly diikuti tawa jahat Furi di belakangnya.
Rifka tidak bisa apa-apa. Ia benar-benar tidak bisa teriak seperti ketika tadi dia melihat hantu berkepala buntung. Yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah menangis. Entah mengapa bisa begitu dia pun tidak tahu. Dia sulit setiap ingin melawan Helly.
Walaupun Rifka sangat takut kepada hantu yang muncul kepadanya, ternyata dia lebih takut terhadap manusia jahat seperti Helly. Selama dia melihat makhluk tak kasat mata, mereka hanya menampakkan diri saja dan tidak pernah melukai tubuh Rifka. Tidak seperti Helly yang selalu berbuat jahat kepada Rifka padahal dirinya tidak melakukan kesalahan apa pun kepada Helly.
"Puas lo!" kata Furi, setelah mengetahui seluruh tubuh Rifka basah kuyup sekarang.
"Yuk, cabut!" kata Helly karena ember yang tadinya terisi penuh oleh air sudah habis.
Helly dan Furi lalu pergi meninggalkan Rifka yang menangis sendirian di sana. Sekujur tubuh Rifka basah, sampai tidak bisa melihat seberapa deras air mata yang mengalir di pipinya.
Rifka bingung dan kacau. Ia tak tahu lagi harus melakukan apa selain menangis pilu kedinginan.
[.]
Sewaktu Helly dan Furi berjalan menuju kelasnya, di koridor dia bertemu dengan cewek berambut pendek. Tasya.
"Dicariin ke mana-mana, ternyata kalian berdua ada di sini," kata Tasya.
Tetapi, tidak ada tanggapan dari Helly dan Furi. Helly diam saja, sedangkan Furi hanya mengangkat bahu. Tasya rasa, Helly masih marah kepadanya.
"Hell," panggil Tasya. "Lo masih marah ya sama gue?" Kemarin, waktu ia mengejar Helly gara-gara omongan Akram, Tasya kehilangan jejaknya. Ia yakin kini Helly masih marah kepadanya.
Helly masih mengacuhkannya dan menatap ke arah lain. Tentu saja Helly cemburu.
Tasya tidak mau menyerah. "Hell, please maafin gue kalau gue punya salah," katanya, walaupun tahu dirinya sendiri tidak melakukan kesalahan apa pun. Waktu itu kan Akram sendiri yang bilang, bukan atas kemauan Tasya. Dia menjadi sebal kepada cowok dingin itu. Gara-gara Akram, Helly menjadi bersikap jutek kepadanya.
Namun, tetap saja. Helly masih tidak menghiraukan.
Tasya menghela napas. "Lo kenapa sih Hell, diemin gue? Gue nggak mau kita diem-dieman terus kayak gini. Bilang, gue harus apa supaya nggak ngediemin gue lagi?"
"Lo suka Akram?" tanya Helly datar. Akhirnya cewek berambut dikucir itu bersuara juga.
"Nggak, Hell!" tegas Tasya. "Gue gak suka sama Akram. Gue nggak lagi suka sama siapa-siapa. Lo kan tahu, gue masih nggak siap buat pacaran lagi!"
"Oh, jadi kalau lo udah siap pacaran lagi, lo mau pacaran sama Akram, gitu?"
"Bukan gitu, Hell," kata Tasya berdecak. Sungguh, dia bingung untuk menjelaskannya kepada Helly. Dia benar-benar tidak ada perasaan sama sekali kepada Akram. Dia masih trauma dengan masa lalunya. "Gue kan juga tahu lo suka sama Akram, Hell. Masa gue khianatin temen gue sendiri?" tambahnya. "Sekarang gini deh, gue janji ke lo bahwa gue gak akan pernah suka sama Akram dan bakalan jauhin itu cowok! Tiap lihat Akram, gue bakalan ngejauh."
"Ya udah," kata Helly.
Tasya melengkungkan bibir, tersenyum. "Jadi... lo maafin gue?"
Helly menggeleng. "Gimana caranya supaya gue yakin kalau lo gak bakal suka dan deket sama Akram?"
"Lo nggak percaya sama gue, Hell?" tanya Tasya. "Padahal dari kita ketemu, gue gak pernah kan bohong ke lo? Lo tahu itu kan?"
Helly diam sebentar. Setelah berpikir, ia berkata, "Oke. Gue bakal maafin lo. Asalkan ..."
"Asalkan apa?"
"Lo harus pacaran sama Bobi," jawab Helly.
"Kok jadi ke si Bobi, sih, Hell?"
"Lo keberatan?" tanya Helly. "ya udah, awas minggir!"
Helly akan pergi tetapi Tasya langsung mencegah. "Bentar dulu," katanya. "Nggak ada cara lain gitu selain gue harus pacaran sama Bobi?"
"Terserah," balas Helly. "Gini ya Tas. Gue kesel banget ke lo karena Akram bilang lo cantik. Gue emang percaya lo gak suka sama Akram. Tapi gue yakin Akram bakal deketin lo lagi. Gue nggak mau Akram deketin lo lagi. Jadi lo harus pacaran sama Bobi. Supaya Akram gak bakal berani untuk deketin lo."
"Tapi ... Kenapa harus Bobi?" tanya Tasya. Ia sangat benci kepada Bobi. Ia tidak suka dengan cowok sok jagoan dan suka memaksanya itu.
"Karena gue tahu, Bobi suka banget sama lo! Jadi gue yakin Bobi gak akan pernah gitu aja ngelepasin lo dan gak bakal ngebiarin lo buat deket sama Akram!"
Tasya sebenarnya sangat ogah mengabuli permintaan Helly agar memaafkannya. Tetapi, dia tidak mau dijauhi oleh Helly terus seperti ini. Sekarang ia masih berpikir untuk memutuskan hal ini.
"Kalau lo gak mau, lo jangan temenan lagi sama gue," kata Helly. Ia lantas pergi menuju kelas.
Sekarang, tinggal ada Tasya dan Furi di tempat itu.
Furi kemudian mendekat ke arah Tasya. "Tas, kalau kata gue, mending lo turutin aja deh apa maunya Helly. Palingan ini cuma sementara aja," katanya.
Sedangkan Tasya masih berdiam diri. Ia masih pusing dan bingung memikirkan pilihannya antara dijauhi oleh Helly atau berpacaran dengan cowok menyebalkan bernama Bobi.[]
Hai, terima kasih yang sudah baca! Jangan lupa vote dan komentar, ya. Follow juga. Hehe.
Kasih kritik dan saran ya mengenai cerita ini, biar next chapter ni cerita bisa lebih keren lagi....
Sampai jumpa di chapter selanjutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
AKRAM & RIFKA
أدب المراهقينAkram mau tidak mau harus terjebak ke tubuh cewek cupu indigo. Rifka malah kegirangan begitu tahu jiwanya masuk ke tubuh Akram, cowok tampan dan dingin yang selalu disegani oleh semua orang. Bagi Rifka, menjadi Akram adalah keberuntungan. Bagi Akram...