Sedangkan di dalam ruangan rawat, Sephia bersama Coki tengah mengobrol asyik berdua. Mereka bercerita mengenai Akram dan Rifka selama kakak mereka itu bertukar tubuh dan merubah kebiasaannya sehari-hari.
"Iya, Cok!" kata Sephia begitu antusias. "Gue sama Bang Akram kan, emang suka musik Rock. Waktu gue nyalain musik Rock, gue bingung kenapa Bang Akram malah kejang-kejang kayak lagi kesakitan! Nah, dari situ gue curiga kalau Abang gue itu bukan Bang Akram. Dan ternyata emng bener!"
Coki tertawa mendengar cerita itu. "Mbak gue emang sukanya lagu mellow, Sep. Eh, maaf! Maksud gue Phia!" katanya. "Mbak Rifka itu lebih suka dengerin lagu-lagu galau kayak lagunya Mahalini. Makanya hidupnya menyedihkan terus."
Sephia manggut-manggut. Setelah itu, dia lalu bertanya, "Kalau Bang Akram, selama ada di tubuh Kak Rifka gimana, Cok?" dengan tampang yang amat penasaran.
"Gue sih awalnya kurang percaya kalau mereka tukeran tubuh. Tapi gue udah curiga dari awal semenjak lihat Mbak Rifka jalannya rada ngangkang, kayak lagi kecepirit," balas Coki mulai bercerita. "Terus, pas kita lagi sarapan nasi uduk, gue bingung kenapa Mbak Rifka gak makan jengkolnya. Padahal kan dia suka banget sama jengkol! Dari situ gue makin yakin kalau dia bukan Mbak gue."
Sephia tertawa terbahak-bahak. Sampai tawanya itu tidak terdengar bunyinya. "Ngakak banget! Mana pernah Bang Akram makan jengkol!"
Setelah tawa mereka mereda, Sephia bertanya lagi kepada Coki. "Tapi lo juga tahu, kan, gimana cara mereka tukeran tubuh?"
Coki mengangguk semangat.
"CIUMAN!" sahut keduanya berbarengan. Lalu, Coki dan Sephia tertawa lagi karena tragedi aneh itu bisa-bisanya menimpa pada kakaknya. Seperti di novel-novel.
Pintu kemudian terbuka dan muncullah Akram dan Rifka masuk.
"Bang, kemana aja sih, lo? Tolong bawain novel-novel gue dong ke sini! Gue pengen baca novel!" celoteh Sephia kepada Akram.
Sephia kemudian mengamati mereka berdua, dan merasa ada yang berbeda dari tingkah laku Akram dan Rifka sebelumnya.
"Kalian udah tukeran tubuh lagi, ya?" tanya Sephia.
"WAH! BERARTI ... KALIAN BARU AJA CIUMAN, DONG?!" teriak Coki heboh. Sephia menutup mulutnya dengan tangan, menahan tawa.
"N-ngomong apa sih lo?" Rifka, yang sudah kembali berada di tubuhnya sendiri, tidak suka dengan omongan Coki yang seperti itu. Sok asik. Memalukan. "Ayo pulang!" ajaknya kemudian.
"Lho, kok pulang? Masih siang, Mbak! Panas." Coki tampak segan dan malas. Padahal, sebelumnya dia selalu bilang kalau dia tidak betah di rumah sakit karena baunya memuakkan.
"Iya, Kak," sahut Sephia. "Di sini aja dulu, nginep kalau bisa. Baru aja sebentar masa udah mau pulang aja?"
Rifka menggeleng. "G-gue sama Coki ... mau bantu Ibu jualan seblak, Phia," alasannya.
"Tapi gue lagi asik ngobrol sama Sephia, Mbak! Ganggu aja lo!" kata Coki kesal.
"Pulang, Cok! Ibu pasti di rumah kerepotan sendirian."
Coki memajukan bibirnya, cemberut.
"Yah ... Ya udah, deh," kata Sephia akhirnya walaupun dengan nada kecewa. "Nanti kapan-kapan kita main lagi, ya!"
"Iya!" balas Coki masih semangat. Rifka sampai bingung mengapa tingkah Coki sesemangat itu semenjak bertemu Sephia. "Lo cepet sehat, ya, Phia! Nanti main ke rumah gue, tar gue traktir seblak buatan Ibu gue," sambungnya.
Sephia terkekeh kecil. "Oke!" katanya. "Nanti gue sama Bang Akram main ke rumah kalian ya, Cok, Kak Rifka."
Rifka menatap ke arah Akram sebelum terpaksa menjawab, "I-iya."
Masalahnya, Rifka ragu dia akan bertemu lagi dengan mereka. Tadi di rooftop, sebelum dia dan Akram bertukar tubuh, mereka sudah saling berjanji untuk tidak akan ada urusan satu sama lain lagi. Seolah sebelumnya mereka berdua tidak pernah saling mengenal.
"Cepat sembuh, Sephia," ucap Rifka.
"Sehat-sehat, Phia," ucap Coki.
Sebelum pergi dari ruangan itu, Rifka menoleh ke arah Akram yang masih berdiam diri di pojok sana.
"A-akram ... gue ... pamit."
[.]
Pukul sembilan dan sudah malam. Mbok Yen sudah tertidur pulas di sofa. Sedangkan Sephia baru saja terlelap dengan novel yang dia baca berada di atas perutnya.
Akram berjalan menuju tempat tidur rawat Sephia dan duduk di ujung kasur itu. Ia menatap Sephia lekat. Cowok itu seperti tidak mau percaya bahwa satu-satunya saudara yang dia miliki tengah sakit. Akram makin sedih begitu mengingat lagi perkataan dokter tadi pagi mengenai Sephia.
"Adik saya kenapa, Dok? Dia cuma sakit biasa, kan?"
Dokter belum menjawab.
"Dok, adik saya sakit apa?" tanya Akram lagi.
"Jadi Sephia itu sakit kanker jantung, sudah stadium 4," jelas Dokter.
Akram terdiam, tak menyangka adiknya ternyata tengah mengalami penyakit yang sangat serius.
"Pasti Sephia tidak pernah bilang kalau dia sakit, karena penyakit yang dialami Sephia ini sudah sangat lama," tebak dokter itu, sok tahu. Tapi memang itulah kenyataanya. Ya, Sephia sangat pintar dalam menutup-tutupi rasa sakitnya.
"T-tapi ... Adik saya masih bisa sembuh, kan, Dok?" tanya Akram, berharap penuh.
Dokter tersebut tampak menghela napasnya. Dia seperti sangat berat hati untuk mengatakan kenyataan pahit yang sebenarnya. "Penyakit ini sulit sekali untuk disembuhkan. Apalagi penyakit kanker yang dialami Sephia ini sudah stadium 4. Rata-rata, pasien saya yang mengalami penyakit ini tidak bisa bertahan lebih dari setahun. Tetapi kamu jangan khawatir, itu tidak menutup kemungkinan untuk Sephia bisa sembuh. Semuanya ini kehendak tuhan. Saya juga akan berusaha dan selalu mendoakan agar Sephia bisa sembuh total."
Penjelasan dokter tersebut membuat Akram menjadi sangat khawatir. Dia sudah kehilangan nenek dan kakeknya. Dia tidak ingin kehilangan orang yang dia sayangi lagi. Dia tidak mau kehilangan Sephia....
Akram mengusap kepala adiknya itu. Dia merasakan beberapa helaian rambut Sephia menyangkut di jarinya. Rontok. Mengetahui itu, Akram menjadi semakin sedih. Mengapa hal semacam ini menimpa kepada Sephia?! batin Akram.
Tiba-tiba, pintu terbuka. Seseorang masuk. Bu Alma.
"Sephia ....," gumam Bu Alam sambil segera menghampiri Sephia yang tertidur lemas di sana.
"Kemana aja baru datang?" tanya Akram penuh sangsi.
"Mama baru baca chat dari Mbok Yen, tadi kerjaan banyak. Mama baru sempat baca dan langsung ke sini," balas Bu Alma, menyesal.
Akram menghela napas. Lagi-lagi tentang pekerjaan.
Tidak lama setelah itu, pintu kembali terbuka. Itu Pak Bian.
Pak Bian tampak akan menghampiri Sephia dan Bu Alma. Tetapi, ponselnya berbunyi dan membuatnya kembali keluar untuk mengangkat teleponnya.
Akram tak habis pikir. Sebegitu penting kah pekerjaan bagi mereka dibandingkan dengan anaknya sendiri?[]
Maaf ya kalau ceritanya jadi aneh :') (Bodo amat wkwk)
Semoga bisa sering update ya... Vote makanya! Haha. Eh, kalian udah follow?
![](https://img.wattpad.com/cover/348012017-288-k125245.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AKRAM & RIFKA
Roman pour AdolescentsAkram mau tidak mau harus terjebak ke tubuh cewek cupu indigo. Rifka malah kegirangan begitu tahu jiwanya masuk ke tubuh Akram, cowok tampan dan dingin yang selalu disegani oleh semua orang. Bagi Rifka, menjadi Akram adalah keberuntungan. Bagi Akram...