Akram pun segera melajukan motornya setelah Rifka menyuruhnya untuk segera meninggalkan tempat itu. Rifka merinding, ternyata anak kecil yang meminta pertolongan kepadanya tadi adalah hantu. Iya, memang anak kecil itu tidak menyeramkan sama sekali, bentukannya seperti anak kecil biasa. Hanya saja wajahnya memang agak pucat. Tetapi tetap saja, yang namanya hantu ya tetap hantu!
Di sisi lain, ketika Akram melajukan motor, Akram merasa di belakangnya, Rifka amat sangat ketakutan. Terasa dari hembusan napas yang sampai terdengar dan bergetar.
"Pegangan kalau takut," ujar Akram, antara menenangkan atau hanya modus.
Tentu saja Rifka tidak mau. "Gak," singkatnya.
"Lo gemeteran. Kalau gak pegangan nanti jatuh. Gue juga yang repot."
Rifka tidak peduli. Ia tak mau menjawab. Bukannya dari awal Akram sendiri yang seperti ingin direpotkan untuk mengantarnya pulang juga? Lagipula ia yakin masih bisa selamat dan tidak akan terjatuh dari motor walaupun kini tidak sedang berpegangan pada Akram, sampai akhirnya motor itu menginjak polisi tidur, membuat Rifka yang tengah parno terkejut sehingga kedua tangannya reflek memegangi pundak Akram.
"P-pelan-pelan, ih!" bentak Rifka, kesal.
Akram hanya tersenyum tipis saja merasakan pundaknya akhirnya dipegangi Rifka tanpa disuruh. Dia diam saja mengetahui itu, karena takut Rifka malah sadar dan jadi melepaskan kembali tangannya.
Tidak lama setelahnya, mereka berdua pun sampai di depan rumah Rifka. Biasanya jika ke rumah itu, Akram selalu disapa Bu Hara. Tetapi kini tidak. Warung seblak Bu Hara juga tampak tutup. Mungkin sedang keluar.
Rifka segera turun. "Makasih," ucapnya sekenanya.
Akram bertanya sebelum Rifka melangkah masuk ke dalam rumah dan meninggalkannya sendirian begitu saja, "Gimana? Lo udah bantuin berapa hantu sampai sekarang? Pasti satu aja belum, kan?"
Sekarang adalah tiga hari setelah Rifka kemarin pergi konsultasi ke Aki Darso. Kata dukun bongkok yang tidak bisa cebok sendiri itu, untuk menghilangkan indigonya, Rifka harus membantu hantu-hantu yang terjebak karena ada sesuatu hal yang belum mereka tertuntaskan di dunia. Iya, hantu-hantu yang Rifka lihat, semuanya memiliki sesuatu hal yang belum dituntaskan, makanya mereka masih berkeliaran di dunia.
Rifka harus membantu para hantu tersebut sebanyak dan selama hari jumlah angka umur Rifka sekarang. Artinya, Rifka butuh membantu 17 hantu dalam waktu selama 17 hari semenjak kemarin dia dijampe-jampe oleh Aki Darso.
Ini sudah hari ketiga, dan benar kata Akram barusan bahwa tidak ada satupun hantu yang berhasil Rifka bantu. Ya mau bagaimana? Pas lihat hantu saja dia langsung kabur.
"Katanya ... lo mau ... bantu gue," kata Rifka.
"Gimana caranya gue mau bantu lo!? Gue kan gak bisa liat hantu, jadi kalau lo mau gue bantu, gue butuh lo buat ngasih tau bahwa hantu itu mau dibantu apa, sedangkan Lo aja kabur setiap lihat hantu, kayak tadi" kata Akram.
Rifka diam saja mendengarnya. Dia memelas lesu. Rifka berpikir, masa dia harus sarapan rumput atau mandi semen?
"Atau ..., gini aja," kata Akram lagi memiliki usul. "Gimana kalau gue masuk ke tubuh lo lagi. Gapapa, biar gue aja yang bantu hantu itu. Tujuh belas hantu, kan? Lo tinggal diem di tubuh gue aja."
"T-tapi kan... lo dulu bilang kalo lo gak mau masuk ke tubuh gue lagi?" kata Rifka. Seperti segan mendengar usulan itu. Kalau begini caranya, ya sudah dia pasrah saja seumur hidupnya menjadi indigo penakut terus.
"Tapi gue juga janji, kan, bahwa gue mau bantu lo nyembuhin indigo lo?"
Rifka tidak menjawab. Karena Rifka tidak menjawab, Akram menyatakan bahwa cewek itu setuju atas usulannya itu.
"Mau tuker jiwa di mana?" tanya Akram, menawarkan Rifka untuk memberikan pilihan.
Rifka mengangkat bahu. Seperti malas untuk membahasnya. "Yang penting di tempat yang gak ada orang. Yang sepi."
"Kuburan? Biar langsung bantuin mereka."
"Gak. Gue takut ke kuburan! S-syaratnya juga kan ... kita harus bantu hantu di tempat yang beda-beda."
"Terus di mana? Bioskop lagi?"
"Males," kata Rifka. "Gue capek banget hari ini ... pengen istirahat di rumah aja. Besok-besok aja, ya?"
Akram menghela napas kemudian menatap warung seblak Bu Hara yang tutup itu. "Ibu lo kenapa gak jualan?" tanyanya.
"Pergi kondangan ... belum pulang kayaknya."
"Si botak ikut?"
"Biasanya, sih, ikut," jawab Rifka. "E-emang kenapa?"
"Gak ada siapa-siapa, dong, di dalem?"
Rifka menggeleng.
"Ya udah. Ayo kita masuk ke dalem," kata Akram tiba-tiba memutuskan sendiri.
Rifka lantas membelalakkan matanya. "Eh! Eh! Lo m-mau apa sih ... ngomong gitu?"
"Katanya lo lagi gak pengen ke mana-mana. Ya udah, kita tuker tubuhnya di dalem rumah lo aja, mumpung lagi gak ada siapa-siapa," jelas Akram.
"Gak mau, ah ... Gue takut ..."
"Takut apa?"
"Kebablasan."
Akram melohok, setelahnya tertawa kecil tidak habis pikir. Padahal Rifka yang cupu itu polos, tetapi Akram tidak percaya cewek itu ternyata bisa berpikiran seperti itu. Akram saja tidak ada pikiran sampai ke sana, woy!!
Akram turun dari motornya. Ia menatap Rifka dalam-dalam, lalu berkata, "Dengerin, ya. Gue cowok baik-baik. Gue gak sebodoh itu untuk ngelakuin hal kayak gitu ke lo. Karena gue bakal jagain lo."[]
03-04-2024

KAMU SEDANG MEMBACA
AKRAM & RIFKA
Подростковая литератураAkram mau tidak mau harus terjebak ke tubuh cewek cupu indigo. Rifka malah kegirangan begitu tahu jiwanya masuk ke tubuh Akram, cowok tampan dan dingin yang selalu disegani oleh semua orang. Bagi Rifka, menjadi Akram adalah keberuntungan. Bagi Akram...