44. Bingung

989 71 4
                                        

Pagi itu Rifka baru saja tiba di depan sekolahnya. Dia menyodorkan uang kepada abang tukang ojek setelah turun dari belakang jok motor. Rifka kemudian berjalan menuju gerbang sekolah. Baru beberapa langkah, kakinya terhenti begitu mendengar sebuah suara yang tidak asing baginya dari belakang.

"Mbak Rifka!"

Iya, yang memanggil itu si bocil gundul ... siapa lagi kalau bukan Coki?

Rifka lantas menoleh, ia tentu terkejut adiknya memanggil namanya padahal saat ini cewek itu sedang berada di dalam tubuh Akram.

Akram yang membonceng Coki lantas memukul lengan Coki setelah memberhentikan sepedanya. "Jangan panggil dia Mbak! Banyak orang di sini!" bentak Akram sedikit berbisik.

Coki malah nyengir kuda.

Rifka terdiam mematung. Dia bingung akan berbicara apa atau melakukan apa begitu melihat tingkah Coki dan Akram di depannya, saking kagetnya.

"J-jadi ... Coki udah tahu ... kalau ... gue sama Akram ...," kata Rifka akhirnya dengan nada pelan tak percaya.

"Iya, gue udah tahu kalau lo sama Bang Akram tuker tubuh," potong Coki dengan polosnya.

Rifka masih terkejut. 

Akram yang melihat Rifka cengo, bilang, "Dia udah tahu semuanya."

"tapi .. Emang enggak bakalan kenapa-kenapa kalau bocah ini tahu tentang keanehan yang terjadi di antara kita, Ram?"

Tentu saja Rifka bertanya begitu. Apakah ini tidak bahaya? Semalam saja, begitu dirinya ketahuan oleh Sephia bahwa ia dan Akram bertukar tubuh karena kebodohan Rifka, Rifka sangat panik sampai keringat dingin. Sekarang Coki malah ikut-ikutan tahu juga. Ini bisa dibilang masalah besar. Bukannya apa-apa, tapi tahu sendiri, kan, bocah lelaki itu sangat bawel dan suka keceplosan? Rifka khawatir, dengan Coki tahu tentang ini, akan menimbulkan masalah besar lain.

"Kenapa emang kalau dia tahu? Kan bapaknya sendiri yang ngebuat gue sama lo tukaran tubuh gini," kata Akram.

Kata-kata itu makin membuat Rifka kebingungan. Ia lagi-lagi terdiam. Otaknya perlu waktu untuk mencerna apa yang dimaksud perkataan Akram yang sungguh makin membingungkannya.

Coki tiba-tiba menyeletuk, "Mbak, gue heran deh sama lo. Padahal sekarang lo lagi ada di tubuh orang lain, tapi tetep aja masih kelihatan oon nya."

Mendengarnya, Rifka lantas memelototi adiknya itu. "Dih. Lo bilang apa?! Hus! Hus! Pergi aja sana lo!" usirnya kesal. Mulut anak itu memang harusnya disumpal oleh batu.

Coki lantas cemberut. Dia menghela napasnya sebelum bilang, " Ya udah, deh, gue langsung cabut. Belum ngerjain PR juga, mau nyontek ke temen. Bye Mbak, Bang!" Tidak lama setelah mengatakan itu, Coki pun berlalu. Meninggalkan Rifka dan Akram berdiri berdua di sana.

Cowok cupu dan cewek dingin itu (Eh, maksudnya cewek cupu dan cowok dingin itu), kini berdiri berhadapan, menghadap ke arah tubuh aslinya masing-masing. Di sana, Rifka masih berekspresi hah-heh-hoh memikirkan Coki yang ternyata tahu jiwanya dan Akram tertukar sekaligus perkataan Akram barusan yang bilang bahwa yang menukarkan jiwa mereka adalah bapaknya Coki? Pak Budi?Bapaknya Rifka sendiri? MAKSUDNYA APA?! pikir Rifka frustasi.

Rifka menghela napas. Lalu menatap ke arah Akram yang ternyata sedari tadi menatapnya tajam. Tak tahan dengan tatapan itu, Rifka menunduk. Padahal yang melihatnya itu adalah dirinya sendiri, tetapi entahlah, ia juga tidak mengerti mengapa dirinya malah salah tingkah. Rifka melirik-lirik Akram sebentar-sebentar karena saat itu Akram hanya diam saja tak bereaksi apa pun.

"Ngapain lo ngelihatin gue kayak gitu?" tanya Akram dingin.

"E-enggak," gugup Rifka. "Eh iya, Akram ... Sephia juga udah tahu."

Akram mengernyit. "Tahu apa?"

"Tahu kalau gue sama lo tukaran tubuh."

Akram diam saja mendengarnya.

Omong-omong tentang Sephia, Rifka lantas teringat mengenai perkataan Sephia semalam yang akhir-akhir ini sering mimisan.

"Akram ... ada lagi hal yang lo perlu tahu tentang Sephia. Gue khawatir banget sama Sephia. Semalam, dia---"

"Lo ikut gue." Akram memotong perkataan Rifka. Padahal kali itu Rifka ingin mengatakan bahwa Sephia sering mimisan dan sebagai kakaknya, Akram perlu tahu itu. Rifka takut adiknya Akram itu kenapa-kenapa karena yang mengetahui hal itu hanya Rifka saja.

"K-kemana?" tanya Rifka begitu Akram tiba-tiba menarik tangannya.

"Ada yang perlu kita omongin," jawab Akram. "Penting."

Akram pun mengajak Rifka ke tempat belakang sekolah yang sepi agar tidak ada satu pun orang yang bisa melihat mereka sedang mengobrol berdua.

"Gue udah tahu siapa hantu bonyok yang gangguin lo itu. Gue juga udah tahu kenapa kita bisa transmigrasi jiwa kayak gini," kata Akram tanpa basa-basi. "Hantu bonyok itu bapak lo. Alasan aneh dia ngebuat kita tukar jiwa, karena dia pengin ada yang ngejagain lo untuk ngengantiin dia. Bapak lo pengin gue orangnya yang ngejagain lo. Tapi gue gak mau, lah! Buang-buang waktu. Lagian emang lo siapa gue? Gak guna juga buat gue."

Rifka hanya diam saja mendengar itu. Dia sangat terkejut campur heran. Jangan kan Akram, ia juga benar-benar tidak habis pikir dengan keanehan ini semua.

"Tugas gue nyari tahu siapa hantu bonyok yang sering muncul ke lo udah selesai. Maka dari itu, gue pun udah enggak bersalah lagi ke lo. Lo gak perlu khawatir, toh hantu bonyok itu bapak lo. Dan hantu cewek bonyok perempuan yang lo lihat itu tante lo. Jadi lo enggak usah takut."

Rifka benar-benar tidak tahu bahwa hantu bonyok yang dilihatnya adalah tantenya. Wajahnya sama sekali tidak mirip, mungkin karena hantu itu mukanya bonyok menyeramkan dan Rifka tidak tahan bila memerhatikan wajah hantu itu lama-lama. Tapi, untuk apa juga tantenya muncul terus kepadanya? Ini semua benar-benar membuat Rifka bingung.

"Untuk lebih jelasnya, lo tanya aja ke ibu lo. Dia tahu semuanya," jelas Akram tidak mau banyak menjelaskannya secara detail. Percuma juga, Rifka kan sulit paham orangnya.

"Sekarang, gue mau kembali ke tubuh gue," sambung Akram.

Cowok itu lalu berjalan mendekat perlahan ke arah Rifka. Rifka reflek mundur sedikit, tentu saja walaupun mereka pernah berciuman, rasanya aneh sekali jika Rifka harus melakukan itu lagi bersama orang yang sama sekali bukan siapa-siapanya.

"Ayo, cium gue," ujar Akram. "Gue gak tahan ada di tubuh lo lama-lama. Dan seperti yang gue pernah bilang, habis ini, gue gak bakal berurusan sama lo lagi. Anggap aja kita sebelumnya gak pernah ngobrol sama sekali kayak dulu."

Akram makin berjalan mendekat. Rifka menelan ludahnya, jantungnya berdegup kencang. Rifka menutup mata dan menahan napasnya. Belum sempat bibir mereka bertemu, terdengar suara bel masuk sekolah berbunyi. Rifka reflek mendorong tubuh Akram pelan sehingga mereka tak jadi berciuman untuk bertukar tubuh lagi ke tubuh asalnya masing-masing.

"A-kram! U-udah bel masuk. Entar ... aja, ya! Pulang sekolah ... G-gue duluan...," kata Rifka terbata-bata. Setelah mengatakan itu, ia langsung pergi menuju gerbang sekolah meninggalkan Akram sendirian di sana.[]





Halo, maaf ya up-nya lama hehe

AKRAM & RIFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang