48. Bioskop

953 67 4
                                        

Akram dan Rifka memasuki ruangan bioskop. Mereka lalu berjalan menuju meja paling belakang yang posisinya di pojok kanan. Benar-benar di luar nalar, saat ini mereka berdua benaran sedang mojok!

Baru saja mereka akan duduk di tempat kursi masing-masing, seisi ruangan tiba-tiba menjadi gelap karena lampu di matikan.

"Ram ... Gue deg-degan deh, emang nonton bioskop tuh harus gelap-gelapan gini, ya?" alay Rifka yang tidak didengarkan Akram sama sekali.

Tidak lama setelah itu, layar bioskop kemudian menyala. Itu menandakan sebentar lagi, filmnya akan segera dimulai.

Belum juga sepuluh menit film berlalu, dan alur film baru menceritakan pengenalan karakter dan konflik, Akram melirik Rifka dengan serius tanpa menoleh kepadanya. "Mau lo, atau gue yang ngelakuin?" tanyanya dengan tiba-tiba.

Tetapi, Rifka mungkin terlalu fokus menonton film. Sampai perkataan Akram itu dia hiraukan seperti angin lalu.

"He!" kata Akram lagi dengan nada lebih keras dengan kesal.

"Apa sih, Ram?" tanya Rifka sedikit kaget. "Ganggu aja."

Akram kembali mengulang, "Mau gue, atau lo yang ngelakuin?!"

Rifka menoleh dengan sambil membulatkan mata. "Ng-ngelakuin ... apa?" gugupnya.

"Jangan pura-pura gak tahu!" Akram merespon dingin, membuat Rifka semakin canggung dan tidak nyaman dibuatnya.

Rifka menghembuskan napasnya, mencoba menenangkan. "Oh ... itu... N-nanti aja Ram! Filmnya aja ... baru dimulai. B-buru-buru amat? Emang mau ke mana?"

Akram menghembuskan napas kesal. Bukannya apa-apa. Tetapi ia takut Rifka malah terbiasa berada di tubuhnya.


Film pun berjalan dengan seru. Tawa, tangis dan takjub dirasakan penonton ketika menyaksikan film tersebut. Sampai saat ini, film sudah ditayangkan kira-kira setengahnya. Akram sudah tidak sabar. Tidak sabar untuk bertukar tubuh.

Oleh karenanya, dia kembali memanggil cewek cupu di sebelahnya itu.

"He cupu!"

Tak ada jawaban dari Rifka yang tampak masih terpaku pada layar dengan ekspresi sedih, karena adegan film saat itu terkesan pilu.

"Heh!" bisik Akram lagi dengan nada agak keras, karena Rifka dari tadi diam terus tak menghiraukannya. Seperti tidak menganggap Akram ada di sebelahnya.

Namun, Rifka masih tidak menghiraukan. Dia tetap serius dan fokus dengan tontonan di hadapannya.

"HEH!" Akram tak tahan sekali. Benar-benar tidak tahan dengan cewek cupu ini. Sekali lagi, tidak tahan di sini maksudnya adalah tidak tahan untuk bertukar tubuh. Bukan tak tahan ingin segera berciuman.

Suara bentakan Akram yang memanggil Rifka keras itu, tak sengaja membuat penonton di barisan depan menoleh kepada Akram dengan ekspresi kesal dan marah karena merasa terganggu.

"K-kenapa sih, Ram?" tanya Rifka dengan suara bisik-bisik, tidak enak dengan penonton yang lain.

"Ayo!" ujar Akram.

"A-ayo apa?" Rifka risih. "Gak sabaran amat deh lo? Lagi seru nih, kasihan tau ... masa itu keluarga sama temen-temennya mati semua di bunuh? Jahat banget sih mereka?" celotehnya.

Akram pun lagi-lagi menghembuskan napas. Ia harus menahan diri. Yah, mungkin hanya butuh waktu sebentar lagi untuk dia akan balik ke tubuhnya dan tak akan pernah lagi berhubungan dengan cewek menyebalkan di sebelahnya itu.

Dan ... Sampai film Tuan Kecoa itu selesai, mereka ternyata belum juga melakukan aksinya untuk menyatukan bibir agar bertukar tubuh kembali ke tubuhnya masing-masing.

Sampai saking tak tahannya, Akram lalu dengan segera dan agak memaksa memegang kedua bahu Rifka, membuat suasana di antara mereka menjadi semakin menegangkan. Akram mengatur posisi duduknya agar mereka berdua menjadi berhadap-hadapan.

Rifka menelan ludah. Matanya membulat. Selalu saja dia deg-degan jika akan bertukar tubuh dengan Akram.

"Merem," suruh Akram, bicaranya seperti mengancam.

"A-akram ... gue aja. Gue aja yang ngelakuinnya. Lo ... merem. Terus ... Jangan pegang-pegang pundak gue segala. Gue ... Geli," pinta Rifka, memberi syarat.

Akram pun menuruti dan segera melepaskan bahu Rifka.

"Gue bakal sentuhin bibir gue ke bibir lo. Tapi lo ... Jangan buka mata dulu sebelum lo udah ngerasa bibir lo ke sentuh," lanjut Rifka lagi.

"Hm," kata Akram singkat. Rifka terlalu banyak aturan. Padahal tinggal sentuh bibir saja, lalu selesai. Simpel, kan?

Setelah menghembuskan napas (karena lelah menghadapi Rifka), Akram pun langsung menutup kedua matanya. Menunggu bibirnya tersentuh, lalu ketika nanti membuka mata, dia sudah berada di tubuhnya lagi.

Tetapi, beberapa detik telah berlalu. Mungkin sudah belasan detik semenjak Akram menutup mata, tetapi bibirnya tak kunjung tersentuh juga. Dia akan membuka matanya, tetapi dia ingat aturan Rifka untuk jangan membuka mata dulu.

"Woi?" panggil Akram. "Cepet!"

Tapi, tak ada jawaban. Akram bingung campur gusar. Apa yang direncanakan cewek cupu itu? pikirnya tak habis pikir.

Dia memutuskan akan membuka matanya karena terlalu lama, ketika tiba-tiba dirinya merasa lampu bioskop menyala terang. Dia seketika membuka matanya. Namun ketika Akram membuka mata, Rifka sudah tidak ada di sana.

Cewek cupu sialan! rutuk Akram dalam hati.[]


















Eh, dipikir-pikir dari awal si Rifka nyebelin ya? Gue matiin aja kali, ya, endingnya? Wkwk.

AKRAM & RIFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang