Terima kasih sudah baca!! Hehe. Gak jadi Minggu malem ya, update-nya, sekarang aja wkwkw. Plis komen n vote!! Doain semoga bisa rajin update lagi di tengah kesibukan ini!! HHH
Selamat membaca!!
[.]
Akram tertidur pulas di sofa setelah mengantarkan Coki ke warung untuk membeli es krim. Apalagi sepanjang perjalanan tadi anak kecil itu memaksa juga meminta untuk digendong. Memang bocah bajingan. Bisa-bisanya Akram dijadikan babu dengan cara seperti ini. Mau bagaimana lagi? Daripada dikeroyok warga karena kalau tidak seperti ini, Coki akan berteriak menuduh kalau Akram dan Rifka mau berbuat mesum di rumahnya. Jadilah Akram ketiduran karena capek menghadapi ini semua, ditambah berada di tubuh Rifka ini selalu membuat energi Akram bisa habis dua kali lipat.
Bu Hara pun akhirnya datang dari kondangan. Wanita itu lumayan kaget begitu melihat Akram. Bukan kaget karena Akram ada di sana karena memang akhir-akhir ini cowok itu main ke rumah, tetapi kaget karena Akram saat ini sedang menyapu dan mengepel. Bu Hara mengernyitkan dahinya.
"Ini aku, Bu," kata Rifka memberi tahu setelah merasakan keheranan dari tingkah ibunya. "Akram lagi tidur."
Bu Hara mengangguk-angguk. "Tuker tubuh lagi, ya."
"Katanya Bang Akram mau bantu Mbak bantuin hantu-hantu. Supaya indigo Mbak hilang, kan. Gara-gara Mbak takut tiap ngelihat hantu dan gak bisa bantuin hantu-hantu sendiri. Ngerepotin orang aja bisanya," sahut Coki yang ditangannya terdapat ponsel milik Akram, sibuk bermain game. Bisa-bisanya dia main game sedangkan di tangannya masih terdapat es krim juga. Astaga joroknya, itu ponsel berlumuran cairan eskrim!
Tidak terima dibilang merepotkan, Rifka bersikeras. "He! Bukannya lo, ya, yang ngerepotin dia sampe ngerengek pengen dibeliin eskrim segala?"
"Dih, apaan sih Mbak? Orang Bang Akram-nya yang ngajakin."
"Halah, alesan aja!"
"Hush-hush! Udah ... Jangan ribut terus ... Sama-sama saudara itu harus hidup rukun!" lerai Bu Hara.
Merasakan sedang ada keributan, Akram pun membuka mata dan terbangun. Bersamaan dengan ponsel di tangan Coki yang bergetar karena ada panggilan.
Coki misuh-misuh karena sedang asyik-asyiknya bermain game malah diganggu. Ia segera menyerahkan ponsel itu ke Akram sambil menampakkan ekspresi kesal.
Akram dengan tampang linglung baru bangun dari tidur, membaca nama yang menelepon di layar ponselnya. Dia adalah Mbok Yen.
"Halo? Ada apa Mbok?" jawab Akram.
"Lho, ini siapa?! Kok suaranya cewek?" Suara Mbok Yen terdengar keheranan di ujung sana.
Sial. Akibat baru bangun tidur Akram tidak bisa berpikir jernih, hingga tidak sadar ia sedang di tubuh Rifka. Lagian Coki malah kasih ke Akram. Rifka dan Bu Hara juga sepertinya tidak sadar juga. Ya apalagi Akram yang nyawanya belum terkumpul sepenuhnya.
"Maaf mbok, ini saya ... temennya Akram, kita lagi ... kerja kelompok," jelas Akram mencari-cari jawaban.
"Emang Den Akram-nya ke mana?"
"Akram-nya lagi ... nyapu."
KECEPLOSAN LAGI! Di tubuh Rifka, Akram merasa menjadi ikutan bego.
Itu jawaban refleks karena di depannya, ia memang melihat tubuhnya sedang menyapu!
"Wah, tumben Den Akram nyapu. Ya udah, nanti tolong kasih tau Akram ya, supaya nanti sore ke rumah sakit. Tolong jagain Non Sephia, Mbok mau keluar dulu."
"Siap Mbok."
"Baik-baik ya sama Den Akram," kata Mbok Yen lagi. "Kamu pacarnya Akram yang pakai kacamata itu kan? Jangan ngelakuin hal aneh-aneh! Jangan sering berduaan di tempat sepi! Jangan sampai ham--"
"Iya Mbok, gak ngelakuin aneh-aneh, kok. Paling Ciu... maksudnya, paling cuma salaman aja, lagi pula, dia belum jadi pacar saya."
"Belum? Berarti emang mau jadi pacar, dong ya?"
SALAH LAGI!! Ponsel pun segera Akram matikan daripada Akram kembali keceplosan. Dia harus cuci muka dulu biar tidak linglung begini. Jadi pasti mulut dan otaknya agak kurang sinkron. Apalagi mulut dan otak yang dia pakai sekarang, kan, bukan mulut dan otaknya sendiri, melainkan milik cewek cupu dan bodoh.
"Kenapa?" tanya Bu Hara begitu Akram mengakhiri teleponnya.
"Mbok Yen mau keluar. Gak ada yang jagain Sephia."
"Emang orangtua kamu kemana?"
"Kerja, Bu. Pulang malam. Udah biasa."
Bu Hara tampak mengerti. "Ya udah, Rifka, kamu ke rumah sakit aja temenin Sephia."
Rifka mengangguk.
"IKUTT!!" Coki tampak bersemangat sekali.
"Gak, lo di rumah aja," ujar Rifka. Mungkin ia tahu bila ikut, Coki pasti akan merepotkannya di sana.
"Kamu di rumah aja, soalnya nginep gak pulang. Kamu kan gak suka bau rumah sakit."
Dilarang begitu, Coki tentu tantrum. Sudah hampir seminggu dirinya tidak ketemu Sephia, pacarnya yang sampai sekarang masih terbaring lemas di rumah sakit.
Akhirnya, Bu Hara memutuskan untuk ikut juga sambil ingin melihat adik Akram yang sedang sakit itu, penasaran. Tetapi hanya sebentar saja, malam juga pulang.
"Lho, berarti aku di sini sendirian dong?" ucap Akram. "Ibu Hara di sini aja, temenin."
Hening. Perkataan Akram itu benar-benar ambigu. Membuat Rifka, Coki dan Bu Hara selalipun melongo memikirkan hal lain. Walaupun Akram berada di tubuh putrinya, tetap saja di dalam tubuh itu adalah jiwa seorang cowok yang sudah dewasa. Bu Hara tidak boleh berduaan dengan Akram di rumahnya! Apalagi Bu Hara, kan, janda.
"Maksudnya ..," Akram menggaruk leher, karena dia bilang begitu juga bukan bermaksud apa-apa. "Saya gak enak kalo di sini sendirian, ini kan bukan rumah saya."
"Anggap aja rumah sendiri, toh nantinya juga kamu jadi bagian dari keluarga ini," kata Bu Hara. "Maksudnya ... sebagai menantu saya."
"Lo kalau ga enak di sini sendiri, mending keluar aja sana nyari hantu-hantu. Bantuin hantu-hantu itu, kan itu tujuan lo buat tukar tubuh ke Mbak gue. Gih, gih, sana!" kata Coki memberi saran, tapi caranya berbicara songong sekali, terkesan seenaknya, padahal udah dikasih pinjam ponsel.
"Jangan gitu kalau ngomong sama yang lebih tua!" ujar Bu Hara, tegas.
Rifka mengangguk-angguk, setuju dengan perkataan ibu. "Iya, jangan gitu, emang Akram babu lo?"
"Emang!" sahut Coki. Bisa-bisanya.
Akram juga geram. Dia tidak suka kalau ada ribut-ribut tidak jelas yang dihadirkan Coki dan Rifka seperti ini. Meski cara berbicara Coki memang terkesan membagongkan, tapi bocah menyebalkan itu ada benarnya juga. Daripada nanti di rumah ini sendirian, lebih baik Akram langsung mencari hantu-hantu dan membantu para hantu tersebut. Walau masih waktu, tapi lebih cepat lebih baik. Demi Rifka.[]
15 Juni 2024

KAMU SEDANG MEMBACA
AKRAM & RIFKA
Novela JuvenilAkram mau tidak mau harus terjebak ke tubuh cewek cupu indigo. Rifka malah kegirangan begitu tahu jiwanya masuk ke tubuh Akram, cowok tampan dan dingin yang selalu disegani oleh semua orang. Bagi Rifka, menjadi Akram adalah keberuntungan. Bagi Akram...