"Ibu tahu hantu bonyok itu siapa?" tanya Akram.
Akram yakin, hantu bonyok itu sengaja membuat dirinya dan Rifka bertukar tubuh.
"jangan-jangan ... itu bapak ya, Bu?" tanya Coki kepada Ibunya. "Coki masih inget, Bapak kan, pas mati mukanya bonyok-bonyok gitu."
Bu Hara mengangguk. "Iya. Kayaknya itu memang ... Pak Budi, bapaknya Coki dan Rifka," duganya.
"Jadi, hantu bonyok itu bapaknya Rifka?" tanya Akram. Pantas saja tingkah hantu bonyok itu sebelas-dua belas dengan Coki. Rupanya ... like father like son. "Tapi kenapa mukanya bonyok? Kalau boleh tahu ... meninggalnya karena apa?" tanyanya. Dari dulu juga Akram penasaran dengan kematian si hantu itu.
"Jadi dulu ... Pak Budi kerja di pabrik pembuatan sepatu." Bu Hara mulai bercerita. "Tapi udah tiga bulan karyawannya enggak digaji sama bosnya. Waktu itu .. kami lagi butuh banget uang, banyak cicilan yang belum dibayar. Rifka baru lulus SD mau masuk SMP, Coki mau daftar SD. Coki juga dulu sering sakit-sakitan. Kita bener-bener butuh uang waktu itu. Banyak banget pengeluaran."
Akram melihat Bu Hara bercerita dengan ekspresi yang sedih. Pasti tak mudah menceritakan masa-masa sulitnya kepada orang lain seperti ini.
"Karena butuh uang, Pak Budi nekat diam-diam masuk ke rumah bosnya, buat ngambil hak gajinya yang belum dibayar selama tiga bulan. Tapi Bapak ketahuan. Habis itu digerebek sama warga sampai tubuhnya bonyok-bonyok dan enggak lama ... bapak meninggal." Bu Hara mengelap pipinya. "Bapak emang salah ngambil uang ke rumah orang diem-diem, tapi kalau bapak waktu itu digaji, gak bakalan bapak nyuri begitu. Itu semua Bapak lakukan demi keluarga."
Mengetahui Bu Hara menangis, Coki menaruh ponsel Akram itu dan menghampiri ibunya. Coki memeluk Bu Hara, berusaha menenangkan.
Akram turut empati. "Maaf, Bu. Saya ... enggak bermaksud bikin Ibu sedih. Saya hanya penasaran aja karena hantu itu yang ngebuat saya dan Rifka jadi tukeran tubuh. Hantu itu juga sering muncul ke saya saat lagi di tubuhnya Rifka."
"Iya, enggak apa-apa, kok."
"Tapi kalau boleh saya tahu lagi, ada hantu bonyok satu lagi kan, Bu? Perempuan? Hantu itu sering menampakkan dirinya ke Rifka."
"Itu adiknya Pak Budi, Tantenya Rifka," kata Bu Hara. "Dia juga kerja di pabrik sepatu bareng Pak Budi, dan ikut ngambil uang di rumah bosnya. Jadi waktu itu mereka berdua meninggal karena diamuk masa."
"Makanya kita pindah ke rumah ini karena diusir warga, di sana kami enggak diterima," jelas Bu Hara mengakhiri ceritanya.
"Kok arwah Bapak sama Tante masih di sini?" tanya Coki kemudian. "Kata Ibu kan, Bapak sama Tante udah di surga? Apa Bapak dan Tante di sana makan buah khuldi ya, jadi diusir sama Allah dari surga kayak kisah nabi Adam dan Hawa? Kayak cerita dari Pak Haji tadi siang?"
"SSTT! JANGAN NGOMONG GITU, COK!" ujar Bu Hara memarahi. Akram puas melihat kepala botak Coki sedikit dijitak oleh ibunya.
Akram menoleh lagi ke arah Bu Hara. "Kata hantu bonyok yang kayaknya emang Bapaknya Rifka, dia sedang tertahan di sana. Enggak bisa lanjutin ke alam selanjutnya," kata Akram, mengingat perkataan hantu bonyok dulu. "Katanya, kalau ada hantu yang tertahan, ada sesuatu yang belum dia selesaikan di hidupnya. Hantu bonyok itu bilang, dia tertahan karena dia nggak tahu kenapa dia bisa mati dan minta tolong saya buat nyariin jasadnya ada di mana. Dia ngaku lupa ingatan."
Tapi setelah mendengar cerita Bu Hara penyebab Pak Budi mati, Akram tidak percaya kalau hantu bonyok itu benar-benar lupa ingatan. Pasti hantu bonyok itu sengaja pura-pura lupa ingatan. Entah apa maksud bapaknya Rifka melakukan itu.
"Jasad? Jasad Bapak sama Tante kan udah dikubur!" ujar Coki. "Ya kali bapak lupa ingatan?"
"Kayaknya bapak tertahan di sana bukan karena bapak minta dicariin jasadnya," kata Bu Hara. "Bapak masih tertahan mungkin karena ... dia khawatir sama Rifka. Sebelum Bapak Budi meninggal, ia selalu mengkhawatirkan Rifka karena Rifka agak berbeda dengan anak-anak kebanyakan."
Bu Hara menatap Akram dalam-dalam.
"Akram, kamu tahu kan? Rifka itu ... mentalnya lemah. Penakut. Kurang bisa nangkap omongan orang. Susah mengerti. Cengeng. Gampang sakit. Sebelum bapaknya meninggal, Pak Budi sendiri lah yang selalu ada buat Rifka. Selalu menjaga Rifka. Makanya setelah meninggal, Pak Budi pasti sangat khawatir. Udah enggak ada yang bisa ngebelain dan ngejagain Rifka seperti yang biasa dilakuin sama Pak Budi."
Akram diam saja mendengar itu. Ia juga pernah merasakan kehilangan seperti yang dialami Rifka. Dia juga sangat membutuhkan perhatian dari kakek dan neneknya yang sudah tiada. Akram kangen mereka.
Bu Hara menatap Akram semakin dalam. Matanya berbinar dengan penuh harap.
"Akram," panggil Bu Hara. "Kamu tahu kan, Rifka selalu di-bully?"
Akram hanya mengangguk sedikit.
Bu Hara menghela napas sebelum ia berbicara, "Kayaknya Pak Budi masih tertahan karena butuh orang buat ngejagain Rifka. Orang yang bisa ngengantiin Pak Budi untuk Rifka. Ibu pikir, mungkin itu alasan Bapak ngebuat Rifka dan kamu tukar tubuh. Karena Pak Budi ... percaya kalau kamu bisa ngejagain Rifka." Setelah beberapa saat tak ada jawaban, Bu Hara bertanya, "Kamu bisa, kan?"[]
Next ga? Gak sabar kan baca bagian gemas Akram dan Rifka-nya? :))
![](https://img.wattpad.com/cover/348012017-288-k125245.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AKRAM & RIFKA
Teen FictionAkram mau tidak mau harus terjebak ke tubuh cewek cupu indigo. Rifka malah kegirangan begitu tahu jiwanya masuk ke tubuh Akram, cowok tampan dan dingin yang selalu disegani oleh semua orang. Bagi Rifka, menjadi Akram adalah keberuntungan. Bagi Akram...