Begitu Akram tiba di rumah Rifka, ia melihat Bu Hara dan Coki tengah menutup warung seblaknya.
"Baru pulang?" tanya Bu Hara, tidak seperti dugaan Rifka, Bu Hara malah ramah begitu tahu anaknya baru pulang. Mungkin dia tahu Rifka yang sekarang adalah masih Akram.
Akram hanya mengangguk. Sepertinya, satu-satunya keuntungan Akram masuk ke tubuh Rifka adalah bisa bertemu dengan Bu Hara yang selalu membuat suasana menjadi adem.
"Lo masih Bang Akram, ya?" tebak Coki begitu Akram mendekat untuk akan masuk ke pintu rumah. Coki bisa tahu itu karena mungkin dia tahu Rifka jalannya tidak se-cool itu. "Kenapa malem banget sih pulangnya?! Dari siang gue capek banget bantu ibu jaga warung seblak! Lo malah baru balik jam segini!"
Akram pura-pura tidak mendengarnya. Dia juga capek tiap mendengar celotehan Coki. Jadi Akram tidak memedulikannya saja. Kalau menanggapi, malah makin menjadi.
"Woi, Bang! Kalau ada yang ngajak ngomong tanggepin! Jangan diem aja! Lagi tipes lo?"
Akram berdecak sebal. Baru pulang dimarahin. Benar-benar, adik dan kakak sama-sama selalu membuatnya kesal. Oh, kan memang bapak mereka juga menyebalkan. Cuma Bu Hara saja sepertinya yang normal di keluarga ini.
Akram kemudian langsung masuk ke kamar Rifka. Sialnya, Coki membuntuti masuk ke sana.
"Lo kenapa sih, Bang? Mukanya cemberut terus? Kayak gak seru amat ya, hidup lo?" Pertanyaan Coki seolah tidak habis-habis.
"Gue pengen balik ke tubuh gue!" tegas Akram setelah ditahan-tahan. Dia cuma ingin segera mengakhiri mimpi buruknya ini.
Coki berdecak. Kemudian duduk di samping Akram.
"Ya elah, Bang ... udah lah, lo mending di tubuh Mbak Rifka aja terus," kata Coki mengusulkan. "Walaupun jutek, tapi Mbak gue jadi kelihatan keren sedikit. Terus lo juga kan hape-nya bagus, jadi gue bisa maen game terus. Mana sini hape lo?"
Akram mendesah kesal. "Itu untung buat lo! Kalau buat gue, ada di tubuh kakak lo gak ada untungnya sama sekali!"
"Nih, asal lo tahu, lo juga beruntung kok, Bang," balas Coki. "Kalau lo gak masuk ke tubuh Mbak Rifka, lo pasti gak bakal kenal sama makhluk paling imut dan langka sedunia! Gue."
"Najis." Akram jijik mendengarnya. Freak sekali!
Coki tertawa. Setelah tawanya mereda, dia kembali menyodorkan tangan. "Sini, mana hape lo? Gue minjem mau maen game."
Akram mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Sebelum memberikannya, dia bilang, "Asal lo janji, lo harus keluar dari kamar ini."
"Oke-oke, gue janji," ucap Coki.
Akram lalu memberikan ponselnya dan Coki lalu menurut keluar. Setelah itu, Akram segera menutup pintu kamar dan mengunci. Beberapa detik kemudian Coki dari luar mengamuk sambil menggedor-gedor pintu.
"AH BANG! RESE BANGET LO! KENAPA LO GAK BILANG KALAU HAPENYA LOWBAT!"
Akram bodo amat dengan kericuhan yang dilakukan Coki itu. Nanti juga Coki dijitak lagi oleh Bu Hara. Atau malah capek sendiri teriak-teriak tidak jelas dan menggedor-gedor pintu seperti itu. Akram sangat ingin tidur sekarang. Lelah rasanya menghadapi manusia seperti Rifka dan Coki seharian ini.
Bertemu dan berhadapan langsung dengan mereka membuat tenaganya terkuras banyak. Akram merasa ini adalah hal paling sial yang pernah dia alami selama hidup.
Baru saja Coki sudah tampak tak menggedor pintu lagi dan Akram akan bersiap tidur, lagi-lagi dia diberi kesialan lain.
Tiba-tiba, Pak Budi, si setan bonyok, malah muncul. Kini hantu itu duduk di atas lemari sambil mengayun-ayunkan kakinya.
Akram bangkit dan duduk. Menatap tajam ke arah Pak Budi, penyebab kesialannya selama ini.
"Halo," sapa Pak Budi, seolah tak berdosa.
"Jangan sok asik! Ini semua gara-gara lo! Lo kan yang sengaja nyuruh si cupu supaya tetep ada di tubuh gue?!" sentak Akram. Mumpung sedang kesal, mungkin Akram akan meluapkan emosinya kepada hantu bonyok itu.
"Saya tidak menyuruh Rifka seperti itu. Tapi saya senang bila Rifka ternyata nyaman di tubuhmu," kata hantu Pak Budi.
"Pokoknya, besok gue akan rebut tubuh gue dari anak lo itu!" tegas Akram.
Pak Budi dengan menyebalkan malah tertawa mendengar itu. "Makanya ... kamu harus jaga Rifka. Kamu sudah tahu kan maksud saya menukar jiwa kalian? Saya ingin ada yang menjaga Rifka dan selalu ada untuknya."
"Ngapain juga gue jagain anak lo? Apa untungnya?" tanya Akram tak terima.
"Supaya kamu tidak terlalu kesepian, monoton" jawab Pak Budi. "Kamu terlihat kesepian sebelumnya. Makanya saya pilih kamu untuk bertukar jiwa dengan anak saya. Sekarang, semenjak berhadapan dengan Rifka, hidupmu lebih berwarna, kan?"
"Lebih hancur!" balas Akram.
Pak Budi tertawa kembali. Lalu berkata, "Sudah lah, Akram... Kamu sangat cocok dengan anak saya. Seharian ini, saya memerhatikan kalian berduaan dan tampak serasi sekali! Saya senang Rifka ada temannya. Tinggal tunggu saja waktunya untuk kamu luluh hati dengan Rifka!"
Akram menatapnya marah. "Ngaco! Gue berani jamin itu gak akan terjadi!"
"Kita lihat saja! Walaupun nanti kamu kembali lagi ke tubuh asalmu, kamu pasti akan rindu untuk berhadapan dengan Rifka lagi."
Akram tidak peduli. Seperti yang dikatakannya sebelumnya, ia berani jamin itu tidak akan pernah terjadi.
"Gak usah banyak omong! Pergi lo sana!" usir Akram. Munculnya Pak Budi di sana malah membuat Akram makin kesal.
"Saya akan pergi tanpa kau suruh!" kata Pak Budi diselingi tawaan. "Oh, iya. Jika kamu penasaran dengan kutukan Tukar Jiwa yang kamu dan Rifka alami ini, baca saja buku Tukar Jiwa saya di lemari kamar Bu Hara. Cari saja di sana. Siapa tahu, nanti itu akan berguna untukmu," tambahnya. "Saya pergi dulu. Dadah!"
Lalu, Pak Budi menghilang begitu saja.
Jujur saja, Akram tak peduli dengan kutukan yang dia alami ini. Yang dia mau sekarang, dia hanya ingin kembali ke tubuh asalnya. Dia sudah benar-benar muak berada di tubuh Rifka.[]
Yok, follow akun randurian biar gak ketinggalan cerita-cerita saya!

KAMU SEDANG MEMBACA
AKRAM & RIFKA
Novela JuvenilAkram mau tidak mau harus terjebak ke tubuh cewek cupu indigo. Rifka malah kegirangan begitu tahu jiwanya masuk ke tubuh Akram, cowok tampan dan dingin yang selalu disegani oleh semua orang. Bagi Rifka, menjadi Akram adalah keberuntungan. Bagi Akram...